SON OF THE GOD | CHAPTER 01

781 79 112
                                    

[REVISED]
「!Memuat lebih dari 10k kata!」
Bacalah secara perlahan.
─────────────────────

[01.1. Jean Rhys Ackerley]

02 April 2115.

DIKUTIP dari ucapan seorang anak kecil bernama Dorothy atau Kot-nim dalam karya fiksi sains fantasi, ia berkata: Di angkasa tidak ada yang berada di atas atau di bawah. Dari sudut pandang alam semesta, tidak ada hal yang buruk ataupun hal yang berharga.

Serentetan aksara tersebut membuka gerbang perspektif lain: bahwasanya semua yang telah diciptakan; segala sesuatu yang dipatenkan bereksistensi; seluruh komponen dalam jagat raya; segenap apa yang ada dan dapat dirasa pula disentuh netra; peranti-peranti tersebut selalu terasa berharga di tempatnya masing-masing. Cara kerja semesta yang terkadang membuat hal berharga tersebut jadi tak ternilai atau bisa dikatakan dipandang buruk pada akhirnya. Faktualnya apabila ditelisik dari sisi lain, sudah sangat benar serta akurat jikalau semuanya sebanding, tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah; kedudukan yang setara.

Bukan hanya untuk yang ada di luar batas atmosfer, itu juga berlaku bagi seluruh hal yang ada dalam lindungan lapisan udara yang tersusun dari berbagai gas: nitrogen, oksigen, argon dan sejumlah gas lain, yang bukan hanya untuk menyelubungi Bumi guna melindungi dari paparan Matahari, tetapi juga berguna sebagai lapisan yang akan membabat habis komponen luar angkasa yang mencoba menciptakan kawah hingga sapuan tsunami yang melukai Bumi secara keseluruhan. Apabila konsep kesetaraan berlaku untuk Bentala juga, bencana yang terjadi pada umat manusia tidak dapat disebut sebagai hal yang buruk, kendati tak dapat dikatakan baik. Jika kau ingin menerima konsep ini, maka akhir dari peradaban manusia merupakan kejadian yang biasa. Akhir akan menjadi permulaan. Namun permulaan ini rasa-rasanya tak pernah berakhir, benar?

Cukup masuk akal jika kehancuran mutlak dan absolut—atau kiamat—terjadi serta menghancurkan dinasti yang ada di Bumi berikut seluruh kehidupan di luar angkasa yang tak mengenal tepi. Sangat masuk akal apabila semuanya lantak dan berakhir selamanya. Namun menjadi sangat-sangat ganjil begitu mendapati peradaban manusia yang seolah telah di genosida; berada di ujung tanduk; masanya dipaksa tak lagi berjalan, tetapi nyatanya kehidupan penuh penderitaan terus berlanjut walau dunia sudah memasuki zaman kematian tanpa harapan.

Di tempat kita hidup, ketidakadilan-atau dapat disebut keadilan hakiki (jika kau ingin menerima afirmasi ini)—tengah bertakhta di atas kepala manusia-manusia tersisa yang masih mendamba kehidupan yang menginterpretasikan harapan, bukan kehidupan yang berjarak kurang dari sehelai rambut dengan kematian. Apabila masih ingin menerapkan konsep kesetaraan ini, sejatinya siapa pun dapat dikatakan gila. Jika surga dan neraka sungguhan nyata, barangkali kehidupan manusia dari tahun 2020 sampai dengan tahun ini merupakan wadah atau gambaran nyata mengenai inferno yang cuma berisi rasa sakit, pedih, ketidakberdayaan dan hampanya asa dalam genggam tangan, bahkan tiada klausa yang mewakili apa yang tersimpan di dalam dada.

Rasanya tidak mungkin untuk menemukan paling tidak sedikitnya ialah selusin manusia yang menggaung asa dan doa di tengah udara yang sudah direngkuh erat-erat oleh buih aksara yang dilantunkan atma-atma yang tidak pernah lelah mengutuk betapa bengisnya semesta pada mereka. Mustahil, agaknya. Namun, kendati tidak banyak, masih ada beberapa orang yang menyimpan harapan di balik kemilau manik dan ambisi serta keyakinan untuk meraih lagi kehidupan yang pantas mereka dapatkan.

Jujur, Rhys tak pernah berpikir sejauh sampai di mana ia dapat menemukan ruang untuk dituju meski tidak tahu apa yang akan benar-benar ia lakukan di situ. Namun ada hal yang ingin Rhys temukan, yaitu jawaban-jawaban atas pertanyaan yang berputar di dalam kepalanya selama bertahun-tahun.

Selenaite : Son of The GodWhere stories live. Discover now