2.6 | PELAMPIASAN

786 28 5
                                    

Anggi menerjab menatap Kaira yang keluar dari mini market dengan satu bungkus kresek besar depelukannya. Yang membuat Anggi terkejut adalah isi dari kresek itu yang merupakan beberapa kotak choki-choki yang masih terlihat utuh dan belum dibuka sama sekali.

Matanya bergerak mengikuti pergerakkan Kaira yang duduk di kursi di depan mini market yang sudah disediakan. Dengan rasa heran, Anggi ikut duduk di depan Kaira. "Lo seriusan mau makan itu semua?"

Dengan ekor matanya, Kaira melirik Anggi sebentar lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya, yaitu membuka kemasan coklat itu. "Menurut lo?!" Kaira bertanya dengan nada jutek.

Ah, dia masih merasa kesal. Singkat cerita, Anggi tiba-tiba datang saat Kaira berniat mencak-mencak di tempat yang sepi untuk melampiaskan kekesalannya. Jadi, ia harus mengurungkan niatnya hingga membuat emosinya tertahan.

Anggi menggaruk pelipisnya sembari menatap Kaira keheranan, "Lo ada masalah?" tanyanya hati-hati.

"Iya! Kenapa emangnya? Lo mau nambah masalah gue?!" semprot Kaira menatap Anggi kesal.

Dengan mulutnya yang terkatup rapat, Anggi menggelengkan kepala cepat tanpa mengatakan sepatah kata 'pun.

"Yaudah, diam." Kaira kembali memakan coklatnya itu dengan brutal. Mengabaikan Anggi yang terdiam menatapnya. Melampiaskan semua emosi pada coklat yang ia makan. Lebih baik ia melampiaskan pada coklat 'kan daripada kepada cowok dihadapannya. Ya, walaupun Kaira baru saja--

Dengan perlahan Kaira mendongak menatap Anggi yang sedang menunduk tampak sibuk merapikan tali sepatunya. Kaira meringis, ia baru ingat jika dirinya sudah melampiaskan kekesalannya pada Anggi. "Gi?"

Anggi yang tadinya menunduk kembali menegakkan tubuh karena panggilan Kaira. Dia terdiam sesaat, "Iya?"

"Gue nggak--- lo mau choki-choki!" Dengan wajah sumringah, Kaira mengulurkan sekotak coklat yang sudah terbuka. Kedua alisnya terangkat dengan bibir tersenyum menatap Anggi.

Kening cowok itu tampak berkerut, keheranan akan sifat Kaira yang berubah-ubah. Anggi ingin bertanya, tapi dia urungkan takut Kaira kembali jutek padanya. Jadi, dengan ragu-ragu Anggi menerima coklat itu. Mengambil beberapa kemasan untukknya. "Makasih," katanya tulus.

Kaira mengangguk antusias. Bagaimana 'pun juga, Anggi bukanlah orang yang tepat untuk Kaira melampiaskan kekesalannya. "Eh, btw, lo tadi habis dari mana? Kok bisa ada di dekat rumah Langit?"

"Oh, itu? Tadi gue habis main ke rumah saudara yang kebetulan sekomplek sama Langit."

Mulut Kaira terbuka membentuk huruf 'O'. Beberap saat kemudian hanya hening yang menyelimuti antara kedua remaja itu. Anggi yang di sibuk dengan pikirannya dan Kaira yang sibuk mempertimbangkan apakah ia harus bertanya perihal yang sangat menguji hatinya pada Anggi atau tidak.

Sejenak Kaira berpikir sembari jari-jarinya bergerak di atas meja hingga menimbulkan bunyi 'tok'.

"Emm, Gi, gue boleh nanya?" Kaira menggigit bibir bawahnya menatap Anggi dengan serius.

"Tanya aja."

"Oke," jawab Kaira. Ia menegakkan tubuh lalu kembali menatap Anggi lebih serius, "lo tau soal Feli yang mantan Langit?"

Pergerakkan Anggi terhenti. "Lo tau dari mana?" tanyanya setelah beberapa detik diam. Wajahnya tampak terkejut mendengar pertanyaan itu, tapi sebisa mungkin dia mengontrolkan ekspresinya.

"Feli yang ngomong sendiri."

"Hah?!"

Kaira tersentak mendengar Anggi yang tiba-tiba bersuara keras. Kaira melirik Anggi, apakah cowok itu sama sepertinya? Tidak tahu siapa Feli sebenarnya? Kaira rasa, iya. Terlihat Anggi yang tampak terkejut mendengar pertanyaannya.

"Lo kenapa? Pasti lo nggak tau juga 'kan? Astaga, gue waktu itu kaget banget pas tau dia mantan Langit. Dia bohong tau, dia bilang kalau mereka cuma sahabat. Langit juga, dia iya-iya aja! Umpet gue jadinya. Gue--"

"Kapan Feli ngomong sama lo?" Ucapan Kaora terpotong karena Anggi menyela.

Kaira terdiam sesaat, matanya bergerak menatap ke atas. Mengingat-ingat saat dimana Feli menemuinya. "Waktu tante Ella pingsan, pas papahnya Langit meninggal."

"Selama itu?"

"Maksudnya?"

"Lo lumayan lama tau soal hubungan mereka."

Kaira hanya manggut-manggut. Kaira beranjak dari kursi dan kembali masuk ke mini market lalu keluar dengan dua botol air mineral ditangannya. "Berarti lo tau?" tanya Kaira meletakan botol itu di depan Anggi lalu kembali duduk.

"Enggak. Makasih."

Kaira mengangguk. "Masa, sih?" tanya Kaira lalu mengarahkan botol yang sudah ia buka itu ke dalam mulutnya dan menegaknya seperempat. "Lo 'kan sahabat Langit, masa lo nggak tau?"

"Gue nggak tau."

"Ih, pasti Langit nggak kasih tau lo 'kan? Kok Langit gitu? Ngeselin." Kaira memberenggut kesal.

Anggi menegakkan minumnya sebelum berucap. "Gue nggak tau kenapa Langit nggak kasih tau gue. Tapi, positif aja, mungkin dia nggak mau kalau rumor dia punya pacar kesebar. Secara, lo 'kan tau gimana populernya Langit di sekolah karena dia anak orang kaya," jelas Anggi panjang lebar.

Mulut Kaira terbuka dengan wajah melongo. Baru kali ini ia mendengar Anggi berbicara sebegitu panjangnya. "Lo tadi ngomong?"

Anggi berdecak, "Nggak! Gue nangis."

Kaira menyengir lebar. "Tapi, ada benernya juga sih yang lo bilang," ucapnya. Lalu tanpa di duga Kaira menggebrak meja hingga membuat seseorang yang duduk dan minum di dekat mereka langsung tersedak. "Tapi kenapa hubungan gue dibiarin orang-orang tau?!" tanya Kaira berapi-api. Mengabaikan orang itu yang menatapnya kesal.

Anggi menggaruk tekuknya, tampak bingung. "Kalau itu gue nggak tau. Ya ... ya yang kayak gue bilang, lo positif aja. Mungkin ada hal lain yang bikin Langit perlakuin lo beda dari Feli."

Kaira menghempaskan pantatnya pada bangku. Ia mendesah pelan, "Hal lain kayak gimana? Kenapa harus dibeda-bedain? Feli cewek, gue cewek, kenapa hubungan gue sama dia harus dipublikasikan?"

Anggi mengetuk meja menatap Kaira dengan satu alis terangkat. Sepertinya Anggi harus ekstra sabar menghadapi Kaira yang kesal.

"Maksud lo gimana? Lo mau backstreet, gitu? Enakkan pacaran terbuka kali dari pada Feli sama Langit dulu."

"Ya, tapi--"

"Kai, kayak yang gue bilang, lo positif aja, jangan mikir yang macam-macam. Dengan cara yang berbeda, lo bisa marah kalau Langit diganggu sama siswi lain tanpa takut hubungan lo ketahuan."

Kaira terdiam sesaat tampak berpikir. "Lo, bener. Gue nggak seharusnya mikir kayak gitu, mungkin ada hal lain," ucap Kaira. Saat mulut Kaira hendak kembali berucap, ia kembali menutup rapat dan mengurungkan niatnya.

"Gi, kayaknya gue harus pulang, deh." Kaira melirik jam ditangannya. "Gue duluannya," ucapnya lalu beranjak setelah melihat Anggi mengangguk.

TBC

Hallo👋

Jangan lupa vote dan komentar, ya:)

Jika berkenan, jangan lupa share ke teman literasi kalian supaya makin banyak yang baca dan aku makin semangat. Karena ide-ideku bakal muncul kalau semangat. Dan sumber semangatnya adalah kalian para readers😉

Oke itu aja

Maaf kalau UP nya agak lama dan kurang panjang. Karena sekarang aku lagi nggak punya ide buat nulis adegan Mayones. Lagi cara referensi juga😊

See you next chapter....









Mayonestiffa (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora