PART 5

928 113 45
                                    

Jimin menekan tombol lift yang menunjukkan lantai tempat kantornya berada. Pintu nyaris tertutup ketika ada sebuah tangan menahannya, memaksa masuk. Pria itu Min Yoongi.

"Huft, nyaris." Ucapnya lega sambil masuk, melirik Jimin sebentar.

"Kau sungguh menelpon pada saat yang tidak tepat!" Desis Jimin, menatap Yoongi benci.

Mata Yoongi melebar sempurna mendengar panggilan kurang ajar Jimin padanya. Dia menoleh ke belakang, "Perhatikan bahasamu, Manajer Park. Ini sudah di kantor."

Jimin mendengus, "Kita belum sampai kantor Pak Direktur, dan masih setengah jam lagi sebelum masuk jam kerja."

Yoongi menyeringai. Menyadari kalau Jimin berada dalam mood yang buruk. Apa ini masih ada hubungannya dengan perdebatan mereka kemarin, ia juga tidak tau.

"Ada apa? Aku menginterupsi sesuatu ketika menelponmu untuk datang segera?"

Jimin meninggalkan Seulgi dalam keadaan yang kacau. Ketika Seulgi mengatakan ia ingin mengurus kehamilannya, Jimin tak sanggup bicara. Dia hanya diam. Hanya satu kesimpulan yang dapat Jimin cerna. Seulgi sudah siap untuk meninggalkannya dan memilih bayinya. Kemudian Yoongi menelponnya dan memintanya segera datang ke kantor karena klien mereka tiba tiba meminta untuk segera menyerahkan laporan pertanggung jawaban.

Dengan kalut, Jimin berkata harus segera berangkat dan meminta Seulgi untuk tetap bersamanya, bahwa ia mencintainya. Tapi Seulgi tidak membalas ucapannya. Hanya menatap Jimin dengan matanya yang penuh air mata. Bahkan ketika Jimin menekankan bibirnya keras keras pada bibir Seulgi, wanita itu hanya diam saja.

Yoongi berbalik, melihat wajah Jimin lekat lekat, "Wajahmu kacau, tapi masih tetap tampan. Rupanya istrimu belum memukulmu sebagai pelajaran atas mulut kurang ajarmu kemarin?"

"Saya mohon anda tutup mulut sebelum saya mendapatkan skorsing karena memukul mulut kurang ajar anda Pak." Ucap Jimin dari sela sela giginya yang tertutup rapat.

Tidak, Yoongi tidak sakit hati dengan ucapan Jimin. Jimin saja sudah bertahan dengan mulut dan ucapannya yang pedas selama bertahun tahun. Baik itu dalam konteks profesional atau pertemanan mereka. Itu bukan apa apa. Tapi ia tau, Jimin adalah orang dengan self control yang bagus. Jika ia sampai marah, berarti itu hal yang serius.

Yoongi menghela nafas, menghadap ke depan lagi. "Fokus Jimin-aah. Sebentar lagi kita berdua sampai di puncak. Fikirkan ini untuk Seulgi. Semua hasil manis dari kerja kerasmu."

Bahkan jika aku sudah ada di posisi itu, akankah Seulgi masih bersamaku?

"Seperti Hyung tidak mengenalku saja." Sahut Jimin pendek.

Benar. Bukan tanpa alasan Yoongi langsung merekrut Jimin sesaat setelah pria itu lulus kuliah. Bukan karena ia berhutang budi pada Jimin. Tapi karena pria ini memang punya kemampuan. Dan setelah bekerja dengannya selama bertahun tahun, belum pernah Yoongi kecewa dengan kinerja Jimin

Pintu lift terbuka dengan suara 'ding' pelan. Yoongi melangkahkan kakinya keluar. Ia melirik Jimin yang sudah memasang wajah mulus tanpa ekspresinya.

"Ayo kita selesaikan ini," Ucap Jimin datar, mendahului langkah Yoongi.


*


"Sedang apa?"

"Duduk sambil mendengarkan ocehan Yerim."

Jimin tersenyum. Hatinya sedikit lega karena seharian ini Seulgi tidak mengabaikannya. Wanita itu mengabarinya ketika ia pergi ke butik, dan selalu mengangkat teleponnya.

BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang