Sudah berhari-hari kelas A melakukan latihan jurus pamungkas untuk menghadapi ujian lisensi sementara. Semuanya sudah melakukan yang terbaik untuk lulus di ujian kali ini.
Dan inilah harinya, dimana mereka berangkat ke tempat ujian di Arena Nasional Dagoba.
Sebelumnya, [Name] bangun pagi sekali karena ada yang harus ia lakukan. Di saat semua temannya belum bangun, ia sudah bersiap dengan seragamnya.
Di rasa sudah siap. Ia lalu keluar dari kamar, mengunci pintu, dan bergegas pergi ke ruangan Aizawa untuk meminta izin.
Sesampainya disana, ia mengetuk pintu ruangan Aizawa. "Permisi tukang molor! Saya mau minta izin."
Brak! Pintu langsung terbuka dengan menampakkan Aizawa yang mengeluarkan Aura menakutkan, "Kau bilang apa tadi hm?!"
[Name] langsung berkeringat dingin, "Hehe gak papa. Sensei, saya ingin bertanya. Apa Sensei tahu dimana makam orang tua saya?"
Aizawa langsung berhenti mengeluarkan Auranya, lalu dia menguap sejenak, "Cukup dekat. 1 km dari sini."
"Terimakasih, kalau begitu saya minta izin untuk kesana sebelum kita nanti ke tempat ujian." [Name] membungkukkan badannya lalu berjalan keluar Asrama.
"Tunggu," perkataan Aizawa sukses memberhentikan langkah [Name].
"Tadi ada temanmu juga yang minta izin ke makam orang tuamu," ucap Aizawa.
"Siapa?"
"Kau akan tahu nanti," jawab Aizawa lalu dia menutup pintu dan masuk ke ruangannya. Dengan perasaan bingung, gadis itu mulai melanjutkan langkahnya pergi ke pemakaman.
Di perjalanannya, ia sempat berhenti ke Toko Bunga untuk membeli bunga mawar putih. Karena itu bunga kesukaan mendiang ibunya. Sedangkan mendiang ayahnya lebih suka kembang pasir.
Eh salah, Bunga Anyelir.
Setelah ia membeli bunga, ia melangkah kembali menuju pemakaman. Sampai disana, ternyaa benar apa yang dikatakan Aizawa. Temannya ada disana.
"Untuk apa kau datang kemari?" tanya [Name].
"Berdo'a supaya anaknya punya akhlak, soalnya akhlaknya berceceran." jawabnya.
"Nggak usah ngadi-ngadi,"
[Name] merendahkan badannya, lalu menaruh bunga yang ia beli tadi di atas makam orang tuanya. Lalu ia berdo'a.
"Ayah, Ibu. Maafkan aku yang gagal menyelamatkan kalian. Aku harap kalian memaafkanku." ucap [Name] dengan nada sendu. Ia menahan air matanya, karena temannya berada disampingnya. Kadar malunya muncul sekarang.
"Hari ini aku ada ujian lisensi, do'a kan aku supaya aku lulus. Baiklah aku pergi dulu," sambungnya lalu gadis itu berdiri.
"Ngomong-ngomong apa yang kau lakukan sebenarnya disini?" tanya gadis itu.
"Meminta maaf karena aku juga tak bisa menyelamatkannya." jawabnya.
"Oh, orang sepertimu bisa minta maaf juga?"
"Nggak usah mancing. Ini pemakaman."
"Yaudah aku mau balik, masih mau disini?" tanya [Name].
"Sebentar," temannya itu lalu berdo'a kembali di depan makam orang tua [Name].
"Do'a kan aku untuk bisa jadi calon menantumu," ucap orang itu sangat lirih. Tetapi masih didengar oleh [Name].
"Bakugou, calon menantu itu apa?" tanya [Name] dengan wajah polosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Way to be Hero.
FanfictionKarena Quirk dari [Name] sangatlah sempurna sehingga Villain selalu mengincarnya, membuat dirinya tak pernah keluar dari rumahnya. Merasa anak ini harus dilindungi, Kepolisian meminta [Name] masuk ke SMA U.A. Dan inilah kisah [Name] dan teman kelasn...