2

666 134 26
                                    

"Lo gila?" Tzuyu menatap bingung orang di depannya yang tiba-tiba sudah memutar kursi ke arahnya. Bel tanda istirahat baru saja berbunyi, semua berhamburan keluar kelas. Hanya tersisa dirinya, beberapa anak perempuan yang terlihat sibuk memakan bekal dan seorang anak laki-laki dengan tahi lalat di dagu sebelah kiri yang sekarang sedang duduk di hadapannya.

"Lo ngomong sama gue?" Tzuyu memastikan, yang ditanya mengangguk. Cowok jangkung itu lantas menggeleng untuk menjawab pertanyaan orang di hadapannya. Ia merasa dirinya waras-waras saja, tidak gila sama sekali.

"Gimana ceritanya lo nggak gila? Lo bener-bener mancing emosinya Kak Bambam dkk tadi!" Sahut orang itu. Tzuyu hanya diam, terlalu bingung harus menanggapi apa. Lagipula ia tidak kenal dengan orang ini ataupun Bambam dkk yang disebut-sebut itu. "Gue Chaeyoung, kalo lo lupa!"

"Ah iya, gue Tzuyu!" Tzuyu lantas mengangguk-angguk paham. Ia baru ingat nama orang di hadapannya tepat setelah orang itu mengucapkan lagi. Tadi sewaktu perkenalan ia tidak seberapa menyimak. Atau sebenarnya menyimak tetapi pikirannya tidak di situ karena terlalu ramai.

"Lo sekarang ditandai tau! Kak Bambam dkk itu pentolan angkatan atas fyi!" Sudah bukan berita aneh bagi Tzuyu dia ditandai. Sejak SMP dia memang selalu dibenci kakak kelas karena ketampanan dan sikap tengilnya. Di tambah kakak kelas perempuan banyak yang menyukainya, hal itu membuat kakak kelas laki-lakinya semakin menganggap Tzuyu tengil. Sialnya hal itu terulang lagi di SMA. Padahal ini baru hari pertama.

"Biarin aja!" Tzuyu beralih mengambil ponselnya di tas "Pada sirik kali gue ganteng dan tadi berhasil bikin Kak Jihyo senyum!" Chaeyoung menganga dibuatnya. Baru berapa jam mereka bertemu tapi Chaeyoung sudah tau benar bahwa Tzuyu memang tengil.

"Jangan main-main lo!" Chaeyoung memperingati. "Genk nya Kak Bambam itu ada pentolan yang paling ditakutin, namanya Kak Jeongyeon. Mending lo nggak usah ganggu Kak Jihyo deh"

Tzuyu melirik remeh laki-laki di hadapannya. Ia sama sekali tidak gentar dengan nama itu. Lagipula Kakak kelasnya itu, Park Jihyo, benar-benar sudah menarik perhatiannya. Ia tidak pernah tertarik sebegininya dengan perempuan. Jadi orang yang bernama Jeongyeon itu tidak boleh asal menghalanginya.

"Terus gue harus takut?" Tanyanya dengan nada tengil. Chaeyoung mendesah malas, lalu menyahut:

"Masalahnya Kak Jihyo itu tunangannya Kak Jeongyeon, bego!"

****

Hari sudah sore dan hujan semakin deras. Jihyo hanya mendesah malas menatap rintik air yang menempel di jendela bus yang sedang ia tumpangi. Suasana bus sangat ramai karena ini memang jam pulang kantor. Gadis bermata bulat itu mulai bertanya-tanya bagaimana caranya ia dapat berjalan dengan aman dari halte bus sampai ke rumahnya jika sedang hujan begini. Huh, Jihyo menyesal tidak membawa payung.

Jihyo sebenarnya kesal dengan dirinya sendiri, mengapa bisa-bisanya menyanggupi omongan Jeongyeon yang memintanya pulang sendiri, padahal Jihyo yakin sebenarnya Jeongyeon tidak ada kepentingan apa-apa. Tapi ia tak mau mengeluh, memaksa Jeongyeon untuk mengantarnya lagi hanya akan merepotkan cowok bermulut pedas itu. Jihyo tidak mau. Benar-benar tidak mau merepotkan Jeongyeon.

Sampai di halte, ia diam sebentar, memikirkan segala kemunginan yang terjadi setelah ini. Kalau ia tetap di sini, hari sudah semakin sore, bahkan matahari sudah hampir terbenam dan akan semakin banyak ancaman bahaya untuk gadis sepertinya jika masih berkeliaran di luar rumah. Akan tetapi kalau ia menerobos hujan, seluruh tubuh dan bawaannya akan basah. Kalau masalah tubuh ia tidak seberapa khawatir, yang jadi masalah adalah buku-buku di dalam tasnya.

Matanya berbinar kala mengingat ia membawa raincoat untuk melindungi tas. Jihyo segera memasang raincoat tersebut ke tasnya dan berlari menerobos hujan. Ia bersyukur, setidaknya ia tidak lupa membawa raincoat tas.

"Hai ma!" Sapa Jihyo riang kala bertemu dengan mamanya di dapur. Sang mama menoleh, lalu terkejut ketika melihat anak perempuan semata wayangnya basah kuyup.

"Ya ampun basah semua!" Mamanya mendesah malas "Gini nih kalau ngeyel!" Jihyo mengernyit heran. Ia bingung dengan apa yang mamanya bicarakan. Sejak kapan dirinya 'ngeyel?'.

"Ngeyel kenapa ma?" Gadis itu melepas raincoat dari tasnya, mengibas-kibaskan sekilas agar airnya luruh.

"Kata Jeongyeon kamu nggak mau diajak pulang bareng karena ada rapat OSIS" Gerutu sang ibu. Jihyo menarik napas dalam, mencoba mengontrol diri ketika mendengar ucapan mamanya. Selalu seperti ini. Selalu Jeongyeon memutar balik semua fakta seolah dirinya yang salah. Pegangannya pada ujung tas mengerat, seiring bibirnya yang mengulas senyum tipis.

"Iya ma, Jiyo nggak mau ngerepotin Jeongyeon. Jiyo nggak mau Jeongyeon nunggu lama jadi Jiyo suruh dia pulang duluan aja" Jihyo tau berbohong itu dosa, tapi biar bagaimanapun Jihyo tidak ingin image Jeongyeon jadi jelek di hadapan semua orang, apalagi kedua orang tuanya.

"Jeongyeon ada di kamar tuh udah nungguin dari tadi!" Ucap mamanya lagi yang membuat Jihyo tersentak. "Ya udah sana naik, mandi, terus ganti baju. Nanti ajak Jeongyeon turun untuk makan malam!"

****

Jihyo membuka pintu kamarnya dengan was-was. Biar bagaimanapun sekarang ini di kamarnya sedang ada seorang laki-laki. Laki-laki bermulut pedas yang ternyata sedang berbaring di kasur miliknya seraya memainkan ponsel.

Jihyo mendengus, lantas merapihkan tasnya dan melewati Jeongyeon begitu saja, seolah tidak ada orang di sana.

"Kok baru pulang?" Tanya Jeongyeon ketus, ponselnya sudah ia lempar asal-asalan ke kasur. Kini ia duduk dan menatap Jihyo yang asik membereskan tas dan mencari baju bersih di lemari.

"Abis dari mana?" Tanya Jeongyeon sekali lagi. "Tebar pesona ke cowok-cowok huh?" Jihyo menarik napas dalam. Entah mengapa Jeongyeon selalu berburuk sangka padanya. Padahal ini semua juga karena dirinya tidak mau mengantar Jihyo pulang. Mana mungkin Jihyo tebar pesona.

"Tadi macet Jeong, terus juga hujan!" Jihyo berkata tanpa sedikitpun menoleh ke arah sang penanya. Jeongyeon berdiri, mendekat ke arah Jihyo dan memperhatikan tubuh perempuan di hadapannya dari atas hingga bawah yang basah kuyup itu.

"Lo nerobos hujan?" Tanya Jeongyeon, Jihyo mengangguk. Lalu berbalik ketika apa yang ia cari sudah di tangannya. Kini ia dan Jeongyeon berhadap-hadapan.

"Gue takut kelamaan di halte, jadi gue lari aja. Ngomong-ngomong tadi lo bohong lagi sama mama bilang gue ada rapat OSIS ya?" Tanya Jihyo dengan hati-hati. Takut jika pertanyaannya memancing emosi laki-laki di hadapannya.

"Emang kenapa? Nggak boleh gue nyari alasan kayak gitu?" Jihyo meremas baju bersih di dalam genggamannya dalam diam, ia kesal sekali dengan jawaban Jeongyeon. Laki-laki di hadapannya itu seperti tidak merasa bersalah sama sekali setelah memutar balik fakta.

"Ya boleh, cuma paling engga bilang ke mama apa kek, jangan rapat OSIS terus, nanti kalau ada rapat beneran mama udah nggak percaya lagi!" Jeongyeon maju selangkah, jemari tangannya beralih menyingkap rambut Jihyo yang basah ke belakang telinga, membuat jantung Jihyo berdegup kencang.

"Ya suka-suka gue lah mau jawab apa!" Bisik Jeongyeon pada telinga Jihyo. "Lo kan tunangan gue!" Jihyo stagnan. Otaknya seperti konslet mendengar suara lembut Jeongyeon tepat di telinganya. Ia buru-buru menjauhkan diri dari cowok jangkung itu. Berjalan menuju pintu kamar mandi dengan detak jantung yang tak karuan.

"Lagian lo bego banget tasnya doang yang ditutupin, orangnya enggak, bisa mikir nggak sih lo?" Tak peduli dengan suara itu Jihyo langsung menutup pintu secepatnya. Terserah jika Jeongyeon setelah ini akan mengomel karena Jihyo tiba-tiba menutup pintu. Ia tidak peduli. Setidaknya mungkin mandi bisa meredam detak jantungnya yang menggila.

___________
20-12-2020

Deux (Jeonghyo - Jitzu)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora