Part 33

65K 3.2K 34
                                    

Aran melajukan motornya membelah jalanan yang sudah terlihat sepi. Malam ini ia akan pergi ke arena balap, seperti keinginan Ravloska. Ini akan jadi yang terakhir kalinya dan ia harus memenangkan balapan ini, jika tidak orang-orang terdekatnya lah yang akan jadi bahan taruhannya dan Aran tidak membiarkan hal itu terjadi.

Tak terasa Aran pun sudah sampai di arena balap, di sana sudah ada Fino, Genta, Satria, Dhio dan anggota Black Wolf yang lain, kedatangan Aran langsung di sambut oleh Marco ketua geng Ravloska.

"Yang di tunggu-tunggu udah datang juga" ucap Marco dengan senyum remehnya.

"Nggak usah banyak omong lo, paling juga kalah" ucap Satria dengan kekehan di akhir perkataannya, membuat Marco tersulut emosi saat mendengar itu.

"Kita liat aja nanti siapa yang menang" ucap Marco dengan seringaiannya.

"Kalo gue menang, lo jauhin orang-orang terdekat gue dan jangan ganggu Black Wolf lagi" ucap Aran menatap tajam ke arah Marco.

"Deal" ucap Marco dan setelah itu langsung menaiki motornya dan memasang helmnya. Begitu pun dengan Aran, cowok itu langsung menaiki motornya dan memasang helmnya.

Balapan di mulai, Aran dan Marco melajukan motor mereka meninggalkan garis start.

"Nggak usah di raguin lagi, Aran pasti menang" ucap Satria memecah keheningan diantara mereka.

"Kalo nggak menang bukan Aran namanya" ucap Dhio dan mendapat jitakan dari Genta.

"Ck, apaan sih lo? Sakit tau" ucap Dhio sambil mengusap kepalanya yang sakit akibat jitakan dari Genta.

"Diem lo remahan rengginang" ucap Genta membuat Dhio menatap cowok itu dengan tatapan sinisnya.

"Nye nye nye" ucup Dhio meledek Genta, sedangkan cowok itu tak ambil pusing, ia terus saja memandang garis start dan berharap Aran bisa menang.

"Gue tau apa yang di pikiran lo, semoga aja dia menang" ucap Fino dan mendapat anggukan kepala dari genta.

"Fin, bagi cemilan dong" ucap Dhio saat melihat Fino yang memakan cemilannya sendiri tanpa bagikannya dengan Dhio.

"Ogah" ucap Fino lalu kembali memakan cemilannya.

"Idih pelit lo" ucap Dhio yang sudah memajukan bibirnya beberapa senti.

"Jijik gue" ucap Fino yang bergidik ngeri melihat tingkah Dhio.

"Terserah apa kata lo, gue mah selalu ternistakan di sini" ucap Dhio yang pura-pura sedih dan menghapus air matanya.

"Bukan temen gue" ucap Satria tanpa melihat ke arah Dhio.

"Sama" ucap Genta dan Fino bersamaan. Sedangkan Dhio memilih berdiam diri dengan wajah yang sudah di tekuk, kesal mendengar perkataan sahabat-sahabatnya itu.

Di sisi lain, Aran terus melajukan motornya dan kini Aran lah yang memimpin. Sedangkan Marco sudah ketinggalan jauh karena cowok itu sempat jatuh di tikungan tadi. Aran menyeringai saat melihat garis finish di depannya. Dan ya, kali ini Aran memenangkan balapan lagi.

"Wah wah wah, bener dugaan gue" ucap Satria tersenyum menyambut Aran.

"Akhirnya Black Wolf bisa hidup dengan tenang juga" ucap Dhio tersenyum membuat Genta menatapnya sinis.

"Diem" ucap Genta membuat Dhio memutar bola matanya malas.

"Lo aja" ucap Dhio dengan santainya lalu mengambil cemilan milik Fino yang cowok itu letakkan di atas kursinya. Sedangkan Fino sudah melotot kan matanya melihat cemilannya yang sudah habis di tangan Dhio.

Dhio yang di tatap seperti itu hanya memperlihatkan cengiran khasnya, yang seketika membuat Fino naik pitam melihatnya.

📑📑📑

Naya terbangun dari tidurnya karena merasa haus, kali ini ia tak perlu ke dapur lagi karena sebelum tidur tadi Naya sudah mengambil segelas air putih yang ia letakkan di atas nakasnya. Naya meneguk air putih itu hingga setengah dan mengembalikannya di tempat semula. Gadis itu menatap jam yang sudah menunjukan pukul 3 dini hari dan Naya memilih melanjutkan tidurnya kembali.

Satria datang dan membuka kamar Naya, cowok itu tersenyum menatap adiknya yang sudah tertidur pulas. Satria berjalan mendekati ranjang Naya dan duduk di sana, tangannya terulur mengelus lembut pipi Naya.

"Adek gue udah gede ya ternyata" ucap Satria sambil menatap wajah cantik Naya.

"Keluar lo" ucap Aran yang sudah berdiri di ambang pintu.

"Lah kenapa? Gue mau tidur di sini" ucap Satria lalu berbaring di samping Naya dan ikut menyelimuti dirinya sampai sebatas leher.

"Ck, keluar" ucap Aran dengan tatapan tajamnya yang membuat siapa saja akan takut melihatnya, tetapi tidak mempan dengan Satria.

"Apaan sih?" ucap Satria dengan wajah yang sudah di tekuk.

"Keluar" ucap Aran lalu menghampiri Satria dan membuka selimut cowok itu dan menarik lengan cowok itu hingga Satria berdiri tepat di hadapannya.

"Apaan sih, sama adek gue juga" ucap Satria yang sudah mengerucutkan bibirnya kesal.

"Ade lo udah gede, nggak boleh tidur bareng lagi" ucap Aran membuat Satria mengernyitkan dahinya.

"Gue sama Naya juga biasanya gitu" ucap Satria, cowok itu menahan senyumnya melihat ekspresi yang di keluarkan Aran. Seperti cemburu? Satria semakin gencar menggoda Aran.

"Biasanya gue juga mandi sama-sama Naya" ucap Satria yang mati-matian menahan tawanya, sedangkan Aran membulatkan matanya mendengar itu.

"Gila ya lo" ucap Aran dengan wajah yang tidak bersahabat.

"Hahahaha aduuh perut gue sakit" ucap Satria yang sudah tertawa lepas, cowok itu bahkan sudah melupakan Naya yang sedang tidur pulas di sana.

Naya menggeliat di tempatnya dan perlahan membuka matanya. Gadis itu terkejut melihat Aran dan Abangnya yang berada di kamarnya.

"Abang sama kak Aran ngapain?" tanya Naya sambil mengucek matanya, Aran yang melihat itu mengulurkan tangannya menahan tangan Naya yang sedang mengucek matanya.

"Jangan di kucek" ucap Aran membuat pergerakan Naya terhenti dan refleks menatap Aran dan menganggukkan kepalanya.

"Kalian ngapain?" tanya Naya sekali lagi pada Aran dan Satria.

"Nay, Abang tidur sini ya" ucap Satria pada Naya.

"Boleh"

"Nggak"

Satria menatap Naya dan Aran bergantian, begitupun dengan Naya yang juga ikut menatap Aran.

"Emangnya kenapa kak?" tanya Naya dengan wajah polosnya membuat Aran menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Tidur di kamar masing-masing" ucap Aran, cowok itu membalikkan badannya ingin kembali ke kamarnya. Namun suara Satria kembali menginterupsinya dan membuatnya kembali berbalik dan menatap Satria dengan tatapan tajamnya.

"Nggak. Keluar" ucap Aran dengan tatapan tajamnya yang seakan ingin memakan Satria hidup-hidup. Sedangkan Naya hanya diam saja melihat perdebatan Aran dan Satria, gadis itu tak mau ikut campur takut kena imbas kemarahan Aran.

"Abang ih, sana keluar" ucap Naya pada Satria. Naya menyuruh cowok itu untuk keluar takut jika Aran akan marah nantinya. Sedangkan Satria hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Ya udah gue keluar. Puas?" ucap Satria dengan wajah yang sudah di tekuk lalu keluar dari kamar Naya dan di ikuti Aran di belakangnya. Sedangkan Naya kembali berbaring dan melanjutkan mimpi indahnya.

ARANAYA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang