21. Kecewa

1.4K 193 16
                                    

Kiana berterimakasih kepada hujan. Berkatnya,hatinya menjadi lebih lega. Selama satu jam penuh cewek itu menangisi nasibnya,merutuki diri sendiri kenapa dirinya begitu mudah teralihkan oleh sifat manusia laknat yang bernama Stefan.

Tapi sambil nangis pun,martabak tipis keringnya tetap ludes. Menangis butuh energi,jadi ia harus mempersiapkan makanan yang cukup.

Kiana tau sejak tadi hapenya bergetar penuh notifikasi,ia bisa menebak jika itu berasal dari teman temannya di sekolah. Namun Kiana memilih mengabaikannya,bahkan Cia sekalipun. Ia tak ingin satu orangpun tau dimana dirinya sekarang.

Kiana terpikir akan menelpon Kiano untuk menjemputnya,ia tak tega abang gocar kena sial karena kebiasaan buruknya saat sedang sedih. Jika Kiano,walaupun anak itu dijambak jambak sampai botak kinclong Kiana akan rela.

Namun ia melupakan hal yang penting,lokasinya sekarang sudah bisa dilacak dengan mudah.











Tepat sebelum menelpon,ia dikejutkan dengan seseorang yang berjalan ke arahnya. Otaknya terus berpikir,bagaimana dia bisa ada disini?

"Udah lama ya." Cowok itu lalu duduk di depan Kiana. Sedangkan Kiana termangu melihat orang itu duduk di hadapannya.

"Lo lupa sama gue ya?"

Kiana jadi salah tingkah karena orang di depannya ini memajukan wajahnya."Engga kok,ka–kak Jinyoung kan?"

"Pinter." Jinyoung mengusap kepala Kiana pelan.

"Ih baru ketemu udah pegang pegang aja!" Jinyoung tersenyum nakal.

"Halah lo dulu suka nduselin gue juga,sekarang sok malu segala." Kiana kicep,tak berniat membantah karena itu fakta. Namun sebenarnya dalam hati ia sungguh sangat merindukan cowok ini.

"Kapan kak Jinyoung sampai ke Indo? Bukannya tante Suji ada di Singapura?" Tanya Kiana heran. Dirinya tidak merasa mendapat pesan  jika Jinyoung akan ke Indonesia,ada apa ini?

"Udah beberapa minggu,nemenin adek gue. Mainan dia kabur ke sini soalnya."

Kiana tak paham,"Hah?"

"Udah gausah dipikir,lo ngapain disini?" Tanya Jinyoung sambil menyeka sisa air mata di pipi Kiana. Cowok itu tau Kiana habis menangis,
tapi ia tidak menanyakannya.

"Bolos."

"Berani bolos? Lo udah gede ternyata." Jinyoung tiba tiba memeluk Kiana,ia sedikit kaget tapi kemudian membalas pelukan itu. Jinyoung memang yang paling mengerti dirinya,perlu dipeluk setelah menangis

"Bahasa Indo kak Jinyoung jadi bagus,udah make lo-gue." Puji Kiana setelah mereka melepas pelukan. Sekarang ia sudah lebih baik. Momen yang sangat pas sekali saat Jinyoung datang.

Jinyoung langsung mengusap kerah kemejanya sombong,"Kan gue jenius,semuanya bisa."

"Yah,nyesel nanya deh." Kiana bersyukur ada Jinyoung disini,ia bisa sedikit melupakan alasan utamanya bolos.

"Lo gamau pulang? Gue anterin,
rumahnya masih sama kan?" Kiana mengangguk.

"Engga ngerepotin?" Kiana tau dirinya hanya berbasa basi,rasanya ia ingin menyeret kak Jinyoung ke rumahnya sekarang. Pasti Kiano senang,ah tidak. Bahkan kedua orang tuanya pun akan langsung pulang dan menjamu Jinyoung dengan berbagai macam makanan.

Jinyoung menggeleng,"Engga lah,
apapun buat Anna mana ada yang ngerepotin.

Kiana jadi mengenang masa lalu saat kak Jinyoung memanggilnya Anna,
teringat saat dirinya saat masih berpacaran dengan cowok di depannya ini. Memang Kiana memanggilnya Kak Jinyoung sedari kecil karena lelaki itu memang lebih tua darinya. Dulu Kiana sampai ingin menjadikan Jinyoung kakak kandung menggantikan Kiano. Alasan mereka putus juga sebenarnya sangat klise,keduanya lebih nyaman dengan hubungan kakak adek zone. Syukurlah keduanya tidak menyukai satu sama lain,mereka hanya menyayangi satu sama lain selayaknya kakak beradik. Setidaknya,itu yang ia ketahui.

MY FIANCE | SunghoonWhere stories live. Discover now