Bab 30

922 40 0
                                    

Tidak sekelas bukan tidak peduli lagi.
Yah, nila yang merasa sudah benar-benar move-on nyatanya masih suka curi-curi pandang pada Rian.
Kelas yang bersebelahan membuat waktu bertemu lumayan banyak. Apalagi Bian ada dikelas yang sama dengannya, otomatis Rian dan Dian akan sering terlihat didepannya.

Rasa yang katanya sudah hilang itu nyatanya semakin bertumbuh besar. Meluas hingga keseluruh tubuhnya. Benar kata orang, bahwa cara move-on yang benar bukanlah dengan melupakan, tapi mengikhlaskan.
Karena saat kamu mencoba melupakan, bayangan nya justru semakin melebar luas. Apalagi dari hari ke hari Rian semakin tampan. Rian memang tak setampan Bian, tapi pemuda itu masuk jajaran 10 pria tertampan diangkatannya.

Kelas sepuluh-1 nya kurang berwana, tidak ada Aisyah dan keana membuat dia terkadang merasa sepi. Dikelasnya nila hanya berteman dengan Lenni, tapi Lenni selalu pergi bersama pacarnya saat istirahat. Dan nila sangat tak suka jika Dino yang berstatus sebagai pacarnya itu datang mengunjunginya juga. Hubungannya dengan Dino hambar rasanya. Dino sangatlah menyayangi dan memperhatikan dirinya, tapi sialnya hati nya belum bisa menerima.

" Kenapa gak ke kantin?"

Nila tersentak, matanya membulat lebar.
" Eh Rian, heheh."

Rian menaikkan sebelah alisnya,
" Kenapa?"

Nila tertegun memandang Rian, pemuda itu menjadi tampan berkali-kali lipat jika sedang mengernyit bingung seperti itu.

" Kamu sakit?"

Nila menggeleng,
" Enggak."

" RIANNNN!!!"

" APA SIH ANAK DUGONG!"

Dian berlari riang menghampiri Rian dan nila. Senyumnya merekah sangat lebar.

" Lagi CLBK yah?" Celutuk nya usil.

Nila terdiam bisu, bibirnya tertutup rapat.

Tak.
Rian menabok kepala Dian dengan kencang.

" Heh Dugong! Jangan sembarang ngomongnya!"

Dian mendelik kesal,
" Yah gak usah nabok juga! Kalau Otak gue jadi geser gimana? Gue gak mau yang diganti sama otak Lo!"

" Memangnya siapa yang mau ngasih otak ke elo? Otak yang tadinya pinter langsung jadi ampas pas masuk kepala Lo!"

Dian dan Rian saling memandang tajam. Sampai akhirnya Bian dan Dino masuk ke kelas juga.

" Sayang,"

Rian terdiam bisu. Kakinya melangkah maju menuju ke samping Dian.

Nila mengerjap,
" Eh, kakak..."

" Tadi katanya ke kantin sayang? Udah balik dari kantinnya? Kenapa cepet banget."

Nila mendadak gelisah, bingung tak tau harus menjawab bagaimana.

" Terus kok Lo berdua ada disini?"

Rian dan Dian diam tak menyahut.
Melihat situasi yang tampak mencurigakan, Bian mengambil alih suasana.

" Eh Lo berdua kan gue bilang tunggu didepan kelas. Suka banget sembarangan masuk kelas orang."

Dino tertegun, matanya masih memancarkan aura tak percaya. Tapi karena ucapan Bian, mau tak mau dia harus terpaksa percaya.
Bukan kali ini saja dia mendapati nila dan Rian ada di tempat yang sama. Dia memang tak pernah terlalu ambil pusing. Tapi kali ini, rasa curiganya semakin besar.

" Ehm, kakak gak mau balik ke kelas? 5 menit lagi bel masuk."

Dino mengangguk singkat. Dia maju lalu menjulurkan tangannya mengusap kepala nila.
" Semangat yah belajarnya."

Nila mengangguk.

" Biar anak-anak kita pinter kayak mamanya nanti."

Dian tersedak begitu saja, padahal dia sedang tak makan atau minum apapun. Matanya langsung melirik ke arah Rian, dan benar dugaannya. Wajah Rian terlihat kaku.

Nila tertawa renyah, memilih mencari jalur aman karena tak bisa menjawab.

Dino akhirnya pergi setelah menepuk bahu Bian.

" Eh ayo balik kelas Ri!"

Rian mengangguk, matanya menatap nila seperkian detik. Lalu melangkah keluar.

Bian menatap nila yang memandang sendu kepergian Rian.

" Lo masih belum move-on?"

Nila diam tak menjawab. Tapi kelopak mata yang sendu itu sudah memberikan penjelasan.
Bahwa sebenarnya gadis itu belum benar-benar move-on.

*********
Sejak istirahat hingga waktunya pulang, nila hanya terus diam. Bahkan dia dengan teganya berbohong pada Dino bahwa dia akan pulang bersama temannya. Tapi nyatanya, gadis itu masih menunduk lesu di kursinya. Tak bergerak sedikitpun.

Semakin larut, air mata yang sudah lama tak menetes akhirnya menetes lagi karena orang yang sama juga.

" Rian, hiks, hiks..."

" Kenapa sih kamu mutusin aku? Dan kenapa pula aku harus secinta ini sama kamu..."

Tetes demi tetes terus meluruh, tubuhnya ikut melemas. Nila menenggelamkan kepalanya dalam lipatan kedua tangannya seiring isakannya yang semakin kuat.

Lalu tanpa dia sadari, Rian sudah menyender lemah di pintu kelas. Mata pemuda itu memerah menahan air yang akan turun jika dia berkedip sekali saja.

" Hiks,hiks,hiks."

Isakan nila semakin kencang. Gadis itu sudah tak perduli lagi jikalau ada yang melihat dirinya.

Rian mengepalkan tangannya, kali ini dia ingin egois untuk maju merengkuh gadis itu. Dia tak perduli apapun yang terjadi kedepannya.

Mendengar derap langkah, nila langsung mendongak cepat. Tepat ketika tubuhnya tertarik kencang lalu menubruk tepat dada Rian.

" Maaf..."

Lirihan Rian membuat nila semakin terisak. Rengkuhan erat Rian menghantarkan rasa nyaman yang membuatnya sangat-sangat ingin menangis.
Dia sangat ingin berteriak kencang pada pemuda itu, mengatakan bahwa dia sungguh tak bisa melupakan pemuda itu. Mengatakan bahwa dia masih sangat mencintai pemuda itu. Tapi nila tak mau jadi gadis bodoh, gadis pengemis cinta, dia sungguh tak mau.

" Aku minta maaf nill,"

Pelukan Rian semakin erat. Air mata yang sedari tadi tertahan, kini sudah jatuh menetes pada rambut gadis itu.

Tapi pelukan hangat keduanya langsung terlepas saat Rian tertarik begitu saja.

BUGH, BUGH, BUGH.

Tiga pukulan Dino membuat bibir Rian meneteskan darah.

Nila yang sangat syok langsung maju ingin meraih Rian, tapi sentakan ditangannya membuatnya tertarik pasrah.

" Lepasin kak Dino! Jangan tarik-tarik aku sembarangan!"

Dino terus menarik nila sampai ke parkiran. Rahangnya mengeras menahan emosi.
Sedari tadi dia sudah berdiri tak jauh dari Rian, pemuda itu memang tak mendengar apapun, tapi saat melihat Rian menyender lemah, dia mulai memahami situasi yang terjadi. Tapi dia tak langsung maju, dia tetap terus memandang pergerakan Rian. Dan saat Rian masuk kedalam kelas, dia langsung bergegas melihat apa yang terjadi.
Dino seketika terdiam bisu, kakinya bahkan tak sanggup melangkah. Melihat gadis yang paling dia cintai menangis dalam pelukan laki-laki lain. Ahhh, bukan laki-laki lain, tapi laki-laki yang dia tau masih dicintai oleh gadisnya.

" Kak Dino lepas!"

Nila menghempaskan tangan Dino. Matanya menajam memandang laki-laki dihadapannya.

" Ayo pulang!"

Nila menggeleng,
" Aku mau lihat Rian. Kakak udah nyakitin dia!"

Dino tertegun mendengar nada tinggi dari gadisnya. Emosi nya tersentil, sampai akhirnya kalimat sakral keluar dari bibirnya.

" Kamu mundur selangkah, kita putus!"

______________________________________

' MANTAN JADI SUAMI 'Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz