── 5🌺

999 143 31
                                    

Hari ke-Lima.

Di malam hari yang ditemani desiran angin yang membelai tubuh, membuat seluruh tubuhku sedikit bergetar akibat menahan dingin yang berhembus. Suara jangkrik yang bernyanyi dan juga kerlap kerlipnya Kunang-kunang yang menari seakan menjadi teman diantara sepinya malam.

Sejenak memejamkan mata, berharap malam akan membawaku kedalam sebuah jawaban diantara beribu-ribu pertanyaan yang selalu menjanggal didalam benakku.

Terbesit sebuah memori usang yang buram dan tak bersuara, seakan menari-nari. menelisik lebih dalam mencari sebuah kunci yang selalu aku cari.

nihil, aku terlalu menikmati alur tersebut.

semburat kemerahan, gitar, bunga camelia, dan terakhir musim semi.

Aku tersenyum disela memori tersebut, harum bunga sakura yang melembutkan dan camelia yang mempercantik suasana.

"Tendou..." racauku.

"Nani?!" ucap seseorang.

perlahan kubuka kelopak mata ini, sebuah langit malam yang gelap dengan bintang-bintang yang penuh mengisi kekosongan malam dan juga kelopak sakura yang bertebrangan menjadi latar belakang yang indah bagi sosok itu.

Namun, diantara itu.

matanya yang minim seperti bulan sabit jika tersenyum, kini seakan melebar dengan raut wajah yang tak cukup ku pahami.

"Ah!, selamat malam Semi-san" sapaku terkejut dengan kehadirannya yang mendadak itu.

lelaki itu kini kembali tersenyum, seakan aku menyicipi sebuah peach yang manis. Akupun membalas senyum itu.

Seakan tahu suasana akan menjadi canggung, terbesit sebuah pertanyaan random yang terlontar dalam benakku.

"Ada apa gerangan kamu datang kesini, Semi-san? apakah kau mulai merindukan aku?" tanyaku dengan nada bercanda.

suara nyaring tawanya menjadi dominan mengalahkan jangkrik yang bernyanyi, membawaku hanyut juga dalam tawanya. (ya, seperti tertular tawanya)

"Hahaha,, lucu sekali kamu." ujarnya.

tubuh itu sedikit bergeser, menuju sebuah kursi taman yang kosong. kemudian mendudukan diri dengan mengikutsertakan aku.

Kami duduk bersebelahan, menatap langit yang sama dan terhanyut dalam indahnya ciptaan tuhan.

sejenak kami terdiam seakan terhanyut dalam ruang indah yang disebut Musim Semi. Ternyata di malam hari sebuah Musim Semi dapat dinikmati juga, apalagi bersama Semi Eita.

Sekali lagi, angin berhembus menerbangkan beberapa helai sakura dan juga setiap helai rambutku, membawakan rasa dingin yang membuat sekujur tubuhku bergetar pelan akibat angin malam.

Seketika, tersampirnya jaket dipundak ku.

Aku menatapnya yang sedang mengerucutkan bibirnya, alisnya sedikit bertaut dan sedikit menatapku kesal.

"Ini sudah malam, kenapa ga pakai jaket hangat mu sih?? Apa kau ingin sakit lagi huh??" Omelnya.

Aku hanya terdiam, menatap sosoknya yang sedang memarahiku seperti bukan hal yang asing dalam hidupku.

Tanpaku sadari, sebuah air mata lolos mengalir diantar pipiku. Wajahnya yang awalnya marah ──karena sedang memarahiku. Kini berubah menjadi terkejut.

Tangan kekarnya kini menyentuh hangat kedua pipiku, sembari menyekat setiap butir air mata yang mengalir.

"Kau kenapa?" Tanyanya dengan wajah yang kini terkesan panik.

"──ah,, daijobu semi-san" ucapku sambil tersenyum diantara kedua tangannya.

Maniknya seakan melunak, menatapku sendu. Kemudian, dalam sekejap tubuhnya mendekapku dalam. Rasa hangat kini menjalar keseluruh tubuh ini.

Dan aku masih terkejut dengan Semi yang tiba-tiba memeluk ku. Namun, rasanya sangat hangat nyaman. Aku seperti tidak merasakan sesuatu yang asing melainkan sebaliknya.

Ketika tangan ini. ingin membalas perilakunya, lelaki itu mengendurkan pelukannya.

"Sudah malam, lebih baik. Kau kembali ke kamar ya. (Name)-chan" ujarnya lembut.

Aku hanya mengangguk mengiyakan, karena memang benar semakin malam anginnya semakin kencang.

Suasana disini memang tidak terlalu sepi karena masih banyak beberapa pasien ataupun yang lain masih berlalu lalang melewati kami.

Kami berjalan beriringan, berbicara seperti biasa walaupun dirinya terkadang membuat lelucon. Hingga tiba kita terhadang sesuatu, bukan namun seseorang.

Jas putih yang ia kenakan dan juga testokop yang melingkar dilehernya. Sudah sangat diyakini bahwa ia adalah seorang dokter.

"Hai" sapanya.

Alisku mengerut menatapnya aneh, melihat sosoknya yang tiba-tiba datang seakan kami adalah rekan dekat dan juga sejak tadi aku risih melihat gaya potongan rambutnya.

Aku sedikit terkejut melihat Semi yang membalas sapaannya, ternyata dia adalah rekan lamanya.

Aku hanya terdiam menatap mereka berbincang.

Ketika sosok itu menatapku, aku hanya terdiam menatapnya asing. Sekilas aku dapat melihat wajahnya yang sedikit bingung.

"Uhm, (Name)-san kenapa kau menatapku seperti itu?" Tanya lelaki itu.

"Kau mengenaliku?" Aku menunjukkan diriku sendiri, seakan terkejut dengan ucapannya itu.

"Huh? Kau berbicara apasih, kau kan dan──" ucapan lelaki itu terhenti ketika sebuah telapak tangan menutup bibir lelaki itu.

Aku langsung menatap Semi bingung, sedangkan Semi hanya mengeluarkan cengirannya.

"Lebih baik, kamu masuk keruangan mu sendiri ya, (Name)-chan. Aku ada urusan dengan lelaki ini" ujarnya.

Semi langsung menarik pergelangan tangan lelaki itu dan berjalan menjauh dariku. Sekilas terdengar suara pertengkaran dari mereka.

Namun, aku memilih untuk kembali keruanganku dengan sebuah pertanyaan yang kini bertambah satu menumpuk didalam pikiran ku.

──To be continued.





Halo,,

Mungkin, ada yang kurang dengan gaya penulisan aku atau kurang suka dengan Character yang aku buat. Tapi takut diperlihatkan namanya disini.

Kalian bisa ngeluarin unek-unek ke aku lewat secreto yang aku taruh di bio aku. Terimakasih (´∩。• ᵕ •。∩')

©𝟐𝟎𝟐𝟏 𝐅𝐞𝐛𝐫𝐮𝐚𝐫𝐢 𝟏𝟖 ──𝐀𝐥𝐢𝐬𝐞

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rhythm Project | Semi EitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang