── 🌺3

712 144 48
                                    

Tiba-tiba saja aku tak merasakan cahaya mentari, ketika kubuka mataku aku melihat dirinya sudah berdiri dan dengan sengaja menghalangi sinar matahari yang menyinari wajahku.

Dari sini, aku dapat melihat jelas bagaimana indahnya sebuah musim semi ditengah pepohonan. Musim semi yang kumaksud adalah dirinya.
Mata sipit dengan iris coklat seperti coklat meleleh ditengah hari lalu hidung bangir yang benar-benar aku sukai dan jangan lupakan rahang tegasnya mungkin kalau aku sentuh aku akan tergores.

"Kau tidak apa-apa? Mau ku Antar ke ruanganmu?" Tanya khawatir.

Dalam persekon aku kembali dalam alam sadarku, ternyata memerhatikan dirinya seperti candu bagiku.

"Ya, sepertinya aku harus kembali." Kataku sambil mendorong kursi rodaku menjauh dari dirinya.

"Mau aku antarkan?"

"Tidak perlu, aku akan memanggil perawat untuk mengantarkanku" tolakku sambil tersenyum.

"Tapi, setahuku jam segini. Perawat sedang sibuk-sibuknya, jika kau berteriak untuk diantarkan pasti kau akan disuruh menunggu" ucapnya, membuatku terdiam karena aku memang tidak tahu apa-apa mengenai hal itu.

Karena, pada pagi hari tadi aku hanya menemukan diriku dirumah sakit ini, sendirian dan mengapa, aku bisa berada ditaman ini karena seorang perawat menawarkan ku untuk keluar.

"Memangnya kau tahu, dimana ruanganku? Karena aku saja sedikit lupa dengan ruanganku" ucapku jujur.

Dia mengangguk sambil tersenyum, -"tadi aku sempat melihatmu keluar dari ruanganmu bersama seorang perawat tadi pagi."

"Oh, begitukah? Baiklah." Ucapku pasrah kemudian lelaki itu mengambil alih kursi rodaku.

Kami berjalan yang seingatku, adalah jalan yang sempat aku lewati bersama perawatan tadi.

Keheningan menyapa kami berdua, hanya terdengar decitan roda dari kursi roda yang kutaiki dan beberapa langka orang-orang yang berlalu lalang.

Tak terasa dorongannya terhenti. Kami berhenti didepan kayu yang berwarna putih susu yang terdapat papan angka yang terukir, seribu lima ratus tujuh puluh dua.

Dan benar apa yang ia tadi katakan, bahwa memang benar dia mengetahui letak ruanganku.

Ia kembali mendorong kursi rodaku hingga menuju sisi ranjangku, aku menatap wajah yang kini sudah berada didepanku. satu teriakan tertahan dariku karena dirinya yang tiba-tiba menggendongku ala tuan putri menuju ranjangku yang membuatku tanpa sadar mengalungkan kedua tanganku dilehernya.

degub jantungku kini kian menggebu, bahkan untuk menatap wajahnya aku malu. pada akhirnya aku hanya menenggelamkan wajahku diantara curug lehernya.

Ia meletakanku disisi sandaran ranjang dengan penuh kehati-hatian selayak aku adalah benda pecah belah yang bila disenggol sedikit akan pecah.

"Terimakasih"

Dia kembali tersenyum membuat hati menghangat.

"Iya sama-sama, cantik" ujarnya yang membuatku memukul lengannya.

ia meringis seperti orang kesakitan, namun sangat ku ketahui bahwa itu hanya sandiwaranya saja. -"kau jahat sekali kepadaku, manis" katanya sedih sambil mengerucutkan bibirnya gemas.

"Kau ini orang yang tidak konsisten ya? tadi kau memanggilku Bidadari lalu cantik dan sekarang manis" ujarku sambil terkekeh kecil.

"Ya tak apa, asalkan aku sudah konsisten untuk jatuh hati kepadamu" katanya sambil menyombongkan diri sedangkan aku hanya memutar bola mataku malas padahal dalam hati sudah jingkrak-jingkrakkan.

ranjangku sedikit tergunjang akibat dirinya yang mencoba duduk disisi kosong ranjangku, lalu iris itu menatap meja yang berada disebelahku. -"Ada apa?" tanyaku penasaran.

"Eum, tidak ada apa-apa." jawabnya.

tiba-tiba raut wajah itu nampak kaget, seperti ia melewati suatu hal. -"Oh iya! aku belum memperkenal diri"

lantas, ia langsung menuruni ranjangku dan meletakan gitar miliknya disofa. Aku menaikan sebelah alisku menatapnya bingung.

tiba-tiba saja ia membungkuk ala-ala seorang pangeran Europe. -"Perkenalkan namaku Semi Eita, senang bertemu dengamu nona manis" ujarnya sambil mengecup punggung tanganku.

sepereti Euphoria yang meledak-ledak, aku cukup terkejut dengan apa yang barusan ia lakukan. Konyol namun dapat membuat jantungku berdegup kencang. astaga lelaki ini.

"Semi Eita ya?" ulangku, namun dalam sekejap rasa pening menghampiriku. membuatku memejamkan mataku sebentar.

tangan kekarnya dengan cepat menahan tubuhku agar tak terhuyung kesembarangan arah, kemudian merebahkan tubuhku. Ada raut khawatir diwajahnya, -"Apa kau merasa sakit, kembali? mau ku panggilkan dokter?" katanya khawatir bahkan nada bicaranya sedikit parau.

Aku menggeleng pelan, menenangkan dirinya dengan mengusap lengannya. -"Aku baik-baik saja, mungkin aku butuh istirahat" ujarku lembut

Ia menatap wajahku dengan raut wajah yang tak dapat ku pahami, -"Iya, kau harus beristirahat yang cukup agar lekas sembuh." ujarnya sambil tersenyum sambil membelai surai rambutku.

Bersamaan dengan itu jantungku seperti akan berpindah tempat akibat lelah berdetak terus-menerus jika presensinya masih disini lebih lama lagi. aku hanya mengangguk kemudian lelaki itu mengambil gitar miliknya.

"Semi,," panggilku yang membuat tungkainya terhenti diujung pintu sana.

Ia membalikkan tubuhnya kemudian menatapku dengan wajah yang sedikit berbinar, -"Ada apa?"

aku tersenyum menatap wajahnya yang terlihat lucu itu, -"Terimakasih untuk semuanya, oh iya aku belum memperkenalkan namaku. Namaku (Full Name), salam kenal"

dirinya terkekeh hingga bahunya bergetar membuatku menatapnya bingung, -"Astaga, aku kira kamu ga akan memberitahu namamu, manis. Baiklah setelah ini aku akan ke KUA untuk mendaftarkan nama kita dibuku pernikahan" Ujarnya dengan kedua alisnya naik, Bibirnya lagi dan lagi menahan senyum yang membuatku jedag-jedug.

"Dasar tukang gombal!" ocehku padanya yang ditanggapi senyum lebar hingga kedua matanya menyipit.

"Hahaha! Baiklah Nyonya semi, aku pergi dulu ya. bye-bye! oh ya setelah aku pergi jangan lupa langsung istirahat okay" ucapnya pamit sambil menutup pintu ruanganku.

Dia pun menghilang dari pandangaku bersama separuh hatiku yang mungkin telah ia curi, karena setelah kepergiannya kini seperti terasa kosong. Semudah itukah? apakah tadi hanya sebuah ilusi?

Tidur mengarah arah jendela membuatku berpikir sejenak. Mataku terus menatap setiap helai daun sakura yang bertebaran di langit, tanda tanya besar seperti bersarang dikepala.

"Semi eita? Seperti bukan orang asing."

── To Be Continued.


Note;

Jangan lupa vote sama komennya.

©𝟐𝟎𝟐𝟏 𝐉𝐚𝐧𝐮𝐚𝐫𝐲 𝟎𝟑 ──𝐀𝐥𝐢𝐬𝐞.

Rhythm Project | Semi EitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang