VOTE DAN SPAM KOMENTAR!
𝕴𝖓𝖙𝖔𝖝𝖎𝖈𝖆𝖙𝖊
Rasa penasaran membuat Chiara terganggu untuk terus duduk di kamar membaca novel, dia mendesah kesal, kemudian menenteng novel ke luar kamar. Dia ingin tahu apa yang bisa membunuh rasa penasaran itu. Chiara benci ketika bahunya refleks menurun lemas gara-gara tidak menemukan jaket Theodoric di sofa ruang tengah. Ini bukan perasaan lega, Chiara benci mengakuinya tapi dia tidak pernah merasa kehilangan hanya gara-gara sebuah jaket. Suasana yang hening seolah memaksa Chiara untuk berpikir tentang Theodoric, dia juga benci itu, jadi dia mengalihkan perhatian, berharap membaca novel membuatnya fokus pada satu masalah saja.
Chiara duduk di sofa yang berhadapan dengan pintu kamar, dia mulai larut membaca novel di pangkuan. Harusnya ketidakberadaan Theodoric tidak perlu mengganggu seperti ini, tapi cowok itu selalu lewat di pikiran Chiara seolah mengintimidasi minta dipikirkan. Chiara menghela napas, dia memegangi pelipis, merasa Theodoric bisa membuatnya pusing bahkan saat cowok itu tidak ada. Tangannya berpindah menopang dagu, berharap kali ini tidak ada bayangan cowok mata laser itu yang lewat di pikiran dan menghantuinya lagi.
Selain hal-hal di atas, Chiara benci bagaimana dirinya langsung mengenali aroma parfum yang tiba-tiba tercium menyebar di ruangan, juga bagaimana dia hampir kegirangan saat mendongak, dan melihat Theodoric berjalan ke arah sofa—dari arah kamar Hana—dengan keadaan tanpa t-shirt. Cowok itu berbaring di sofa yang berhadapan langsung dengan Chiara, Theodoric masih dengan tatapan yang sama, bersidekap seolah dia ingin menghakimi Chiara atas sesuatu.
Tiba-tiba gugup, Chiara mengangkat novel tinggi sampai menutup wajah; menghalangi tatapan laser Theodoric yang bisa membunuhnya di tempat. Alih-alih merasa aman, Chiara justru merasa bahwa tatapan itu mampu menembus novel, dia mencengkram ujung oversized hoodie putih-nya ingin memastikan dia masih berpakaian untuk ditatap seperti itu. Chiara juga benci karena wajahnya memerah, dan itu pasti sebab dia sangat kesal. Poin lainnya lagi, Chiara membenci perasaan ingin melihat Theodoric dari balik novel, atau mungkin melihat sekali lagi betapa indah tato pohon kering di pinggang cowok itu.
Jantung Chiara terdengar sangat bersisik ketika dia pura-pura agak merendahkan novel—membalik halaman—padahal dia ingin melirik Theodoric. Hanya mau memastikan bahwa cowok itu tidak sedang menatapnya. Ujung jemari Chiara dingin, dia bisa merasakan itu dengan jelas saat bersentuhan dengan permukaan kulit paha. Theodoric seperti makhluk asing yang baru saja bertemu manusia, cowok itu masih menatap Chiara seolah tidak punya objek lain. Cowok itu masih degan posisi yang sama, dan terkutuklah, Chiara harus mengakui cowok itu tiba-tiba jadi sangat tampan dengan rambutnya yang berantakan.
Cukup bersenang-senang-nya, pikir Chiara. Ah, bahkan Chiara mulai beranggapan bahwa melihat Theodoric adalah bagian dari bersenang-senang. Dia memejamkan mata, ingin berusaha menguasai diri atau akan terlihat bodoh. Chiara berdacak, usahanya membaca satu paragraf pun belum terlaksana karena dia benar-benar penasaran terhadap apa yang membuat Theodoric menatapnya seperti itu. “Lo nggak punya objek lain buat diliatin?” tanya Chiara berapi-api.
Dengan tenang Theodoric menjawab, “Nggak.” Cowok itu sama sekali tidak terlihat salah tingkah seperti kebanyakan orang yang tertangkap basah sedang memperhatikan orang lain. Sikap Theodoric yang terlalu tenang itu juga yang membuat Chiara terganggu, dia seperti … berbalik merasakan semua sendiri.
Saat seharusnya Theodoric yang malu, salah tingkah, merona, kenapa justru Chiara?
Chiara menyipitkan mata kesal sambil menutupi sebagian wajah dengan novel, berharap Theodoric tidak melihat wajahnya yang memerah, bisa-bisa cowok itu besar kepala lalu berpikir Chiara merona karena ‘sesuatu’. Tidak, dia yakin wajahnya panas dan memerah karena marah. Theodoric tidak boleh mempengaruhi Chiara sampai sungguhan sejauh itu.
“Muka lo kayak orang bego,” ujar Theodoric terang-terangan. Cowok itu bahkan melempar bantal kecil di kakinya tepat mengenai wajah Chiara.
“Muka lo kayak psikopat, Cowok Nyebelin!” balas Chiara semakin kesal, dia juga tak ingin tinggal diam; melempar balik bantal itu. Namun, ditangkap Theodoric dengan mudah.
Theodoric berdiri, setiap langkah yang cowok itu ambil lebih dekat pada Chiara, membuat jantung Chiara seperti disentak kuat. “Gue suka cewek-cewek kayak lo.” Cowok itu memojokkan Chiara ke ujung sofa, lalu meraih tangan kanan cewek itu. “Buat dimutilasi, trus dimakan,” lanjutnya, kemudian mengigit ujung jari telunjuk Chiara.
“AAAAAAA TOLONG—” Teriakan nyaring Chiara segera dibungkam oleh Theodoric, cowok itu menatapnya dalam jarak sangat dekat. Chiara tidak perlu berdebar melihat wajah cowok yang baru saja berkata ingin memutilasinya, tapi sial. Dia bahkan kaku tak bisa bergerak, seperti tersihir.
“Bego banget, sih,” keluh Theodoric, cowok itu mendecih kesal. “Gue nggak bakal makan lo dari jari lo yang kecil-kecil ini, Chiara.” Theodoric mengulurkan satu tangan untuk menarik tengkuk Chiara, dia mengembuskan napas di leher cewek itu. “Gimana kalo kita mulai dari sini aja?”
Jangan, cicit Chiara dalam hati. Mulutnya tidak bisa bergerak, apa mungkin dia benar-benar disihir?
Sedetik kemudian, terdengar Theodoric berdecak, cowok itu beralih menatap Chiara yang benar-benar pucat. Dia hampir terkekeh kalau saja Chiara tidak berkata “Jangan” dengan suara serak dan tercekat. Theodoric dengan tenang membaringkan diri ke sofa, dan meletakkan kakinya di atas paha Chiara.
“K-kenapa?” tanya cewek itu takut. “Lo ng-gak jadi m-makan gue?”
“Gak.”
“Kenapa?” Wajah Chiara mulai berangsur memerah, tapi tatapan cewek itu jelas masih takut pada Theodoric.
“Gue nggak makan orang kayak yang lo pikirin. Bego banget masih nanya.” Theodoric menjadikan tangannya sebagai bantalan di atas lengan sofa. Dia menatap Chiara tepat pada mata cewek itu—yang kali ini tidak menghindar untuk waktu yang cukup lama.
“T-tapi lo bilang waktu itu … mau makan gue …. Lo pasti psikopat kanibal, ‘kan!” Chiara tentu tidak akan mudah percaya. Bagaimana kalau Theodoric berniat membuatnya jatuh cinta, lalu kemudian dia akan dimangsa?
Theodoric berdecak lagi. Dia ingat jelas kronologi ketika dia berkata ingin ‘memakan’ Chiara. “Bocah mana ngerti,” gerutunya.
“Buktiin kalo lo bukan psikopat! Gue bisa panggil polisi buat nangkap lo!”
“Ch.” Theodoric memejamkan mata. “Lo udah mati dari kemaren-kemaren kalo gue beneran psikopat,” ucap cowok itu santai.
Chiara membenarkan dalam hati. Lalu maksud cowok itu ingin ‘memakan’ Chiara beberapa hari lalu itu apa? Sungguhan hanya untuk menakut-nakuti saja? Harusnya Hana juga tidak mungkin aman bersama Theodoric yang sering berkeliaran di sini, tapi Hana justru sehat dan bugar. Jadi, Chiara tidak perlu takut Theodoric akan menelannya hidup-hidup, ‘kan?
“Awas, ah. Gue males sama lo,” keluh Chiara kesal. Dia menyingkirkan kaki Theodoric yang berat itu, kemudian berdiri untuk kembali ke kamar.
Theodoric dengan gerakan cepat menahan Chiara dan menarik cewek itu sampai duduk kembali. Kemudian dengan tenang Theodoric meletakkan kepala di pangkuan Chiara. “Gue ngantuk. Mungkin kalo gini bisa tidur,” ucapnya sambil menutup mata.
Chiara terkejut sampai berpikir yang barusan terjadi adalah imajinasi, dia kaku dan bingung meletakkan tangannya di mana. Ini loh, seorang Theodoric yang menyebalkan setengah mati itu sedang tidur di pangkuannya. Chiara bahkan bisa merasakan rambut cowok itu sangat halus bersentuhan dengan kulitnya. Sebaiknya Chiara bangkit dan tidak perlu peduli, atau dia akan gila. Namun, tubuh cewek itu menolak diajak bekerja sama, dia hanya mampu terdiam dan membiarkan Theodoric melakukan apa pun sesuka cowok itu.
Berusaha tenang, Chiara menarik napas dalam, dia melipat tangan dan menatap lurus ke pintu kamar. Jangan sampai menunduk atau tertarik untuk menyentuh apa-apa yang ada pada Theodoric; tidak rambutnya, alis, hidung, bibir, jakun, tato cowok itu sekalipun. Chiara berharap Theodoric bangun sebelum Hana pulang. Atau katakan saja sebelum dia benar-benar tidak tahan lagi untuk tidak menyentuh Theodoric.
YOU ARE READING
Intoxicate [TERBIT]
Romance[COMPLETED] "Apa rasanya?" tanya Chiara spontan. Theodoric menoleh, cowok itu mengapit rokoknya di jemari, lalu tersenyum miring. "Manis, kayak ciuman," jawabnya tenang. Chiara berkedip lugu, masih menatap Theodoric dan terlihat benar-benar percaya...
![Intoxicate [TERBIT]](https://img.wattpad.com/cover/250548360-64-k638313.jpg)