VOTE DAN SPAM KOMENTAR!
𝕴𝖓𝖙𝖔𝖝𝖎𝖈𝖆𝖙𝖊
Ada beberapa hal yang ingin Chiara tanyakan pada Hana, tapi dia menimang ulang apakah itu urusannya atau tidak. Kalau dipaksa jujur, Chiara akan mengaku bahwa dia benar-benar penasaran.
“Napa, Ra? Mangap-mangap tapi ga jadi ngomong mulu,” Hana memulai akhirnya, sejak tadi diam-diam memperhatikan Chiara yang seperti tidak nyaman duduk di tempat. “Mau nanya? Mau minta tolong? Bilang aja, santuy!” Hana terlihat sangat nyaman duduk di sofa sembari makan mi dalam cup, matanya menatap laptop kali ini, sedang nonton film dari Netflix.
Chiara melipat bibir, dia bergerak mencari posisi nyaman di sofa yang berbeda—di hadapan Hana, bingung harus bertanya atau diam saja dan pura-pura tidak penasaran. Namun, dia ingin tidur nyenyak malam ini, besok sudah kembali masuk sekolah dan akan ada ulangan harian.
“Mmm … itu, Kak Theo … kenapa sering di sini?” Chiara sudah tahu bahwa Hana akan langsung mendongak padanya seperti itu—dengan tatapan berbinar-binar dan senyum kelewat lebar seolah baru mendengar kata pertama keluar dari mulut bayinya. Tatapan dan senyum Hana justru membuat Chiara merona sendiri, dia berdehem canggung, lalu pura-pura tidak terlalu berharap Hana akan menjawab; dia kembali menunduk membaca novel.
“Pertanyaan yang gue tunggu-tunggu, tuh.” Hana terkekeh, cewek itu berhenti menyuapkan mi ke mulut. Fokus untuk menjawab pertanyaan Chiara. “Dia emang gak betahan di rumah gitu orangnya, eh ralat, di apart. Lo tau? Dia nggak tinggal sama orang tuanya, Theo punya apart sendiri cuma nggak di daerah sini.” Hana menyuap mi, dan itu sama sekali tidak membuat Chiara merasa keberatan untuk menunggu apa lagi yang akan diucapkan anak tunggal Om Dirga.
“Emang bocahnya rada gengsian, karna anak pertama plus cowok dia jadi ngerasa nggak mau ngerepotin orang tuanya. Padahal mereka orang tajir. Itu nggak bikin dia jauh juga sama Bonyok-nya, sih. Kalo weekend Theo sering di rumah, nemenin Nyokap-nya belanja, kadang olahraga bareng sama Bokap, atau jalan sama adeknya. Keluarga mereka tuh … apa, ya? Harmonis, aja, gitu,” kata Hana lagi.
Chiara tidak meminta Hana menjelaskan sampai ke akar-akar, tapi tak apa-apa, dia juga tidak keberatan mengetahuinya. “Bukannya tinggal di apartemen justru bikin pengeluaran makin gede?” tanya Chiara penasaran, tidak mengerti pada jalan pikiran Theodoric.
“Yap.” Hana mengangguk membenarkan. “Tapi dia nanggung hidupnya sendiri, punya duit sendiri, tabungan pribadi, jadi kalo dikirimin duit sama orang tuanya kadang dikasih ke Nancy. Theo kan seleb, jadi dia sering dapet duit dari instagram sama endorse-endorse gitu, lah.” Setelah menelan habis mi cup-nya, Hana mengambil gelas besar di dekat laptop dan meneguk airnya setengah. “Kalo masalah dia sering ke sini itu maklum aja, gue sama Theo emang udah deket banget dari kecil. Sahabatan udah tahunan jadi nggak usah segan.”
Pertanyaan lain muncul di kepala Chiara, tapi dia terlalu takut untuk menyuarakan. Hal itu terlalu privasi, dan Chiara tidak mau di-cap kepo oleh Hana. Jadi, dia hanya mengangguk pelan saja, tidak tahu harus merespons seperti apa.
“Kalo lo penasaran apa gue sama Theo pernah kejebak friendzone atau enggak, jawabannya enggak.” Tebakan Hana tepat, dan Chiara benci itu, dia benci ketika seseorang bisa membaca apa yang ada di pikirannya dengan mudah. “Kita bener-bener cuma kayak sodara, gue udah anggep dia adek, sama kayak lo. Dia juga cuma anggep gue kakak.”
“Ha?” Chiara keceplosan. “Eh, maksudnya? Kakak adek seumuran?”
Hana tertawa. “Gue udah 19, Chiara,” ujarnya sambil tersenyum. “Emang gue dulu bego banget, sih. Gue pernah nggak lulus SMP.” Hana tertawa lagi melihat wajah Chiara yang shock sampai hampir menjatuhkan rahangnya.
YOU ARE READING
Intoxicate [TERBIT]
Romance[COMPLETED] "Apa rasanya?" tanya Chiara spontan. Theodoric menoleh, cowok itu mengapit rokoknya di jemari, lalu tersenyum miring. "Manis, kayak ciuman," jawabnya tenang. Chiara berkedip lugu, masih menatap Theodoric dan terlihat benar-benar percaya...
![Intoxicate [TERBIT]](https://img.wattpad.com/cover/250548360-64-k638313.jpg)