02 |✨ Insecure✨

84 11 5
                                        

"Karena bagi sebagian orang, perut adalah nomor satu."

🟡🟡🟡

"Firen!"

Panggilan seseorang berhasil membuat aksi cewek berambut pirang itu terhenti. Lalu semua pasang mata beralih menatap cowok dengan baju basket itu, ditambah keringat yang membanjiri dahinya.

"Ka-kak Juan?"

Cowok yang dipanggil Juan itu mendekat, lalu mata elangnya menatap tajam ke arah cewek berambut pirang serta teman-temannya. Hal itu membuat nyalinya ciut, cewek itupun berusaha untuk tetap tersenyum ke arah Juan.

"Eh, Kak Juan," sapa cewek itu dengan cengirannya.

Juan tidak memedulikan itu, dengan cepat ia menarik tangan Firen, membawanya pergi dari sana. Membelah kerumunan siswa-siswi yang menonton dengan antusias. Sedangkan Firen, cewek itu hanya bisa menurut dengan apa yang akan dilakukan oleh kekasihnya.

"Rasain lo!" ucap Sonya lalu pergi menyusul Juan dan Firen.

Cewek berambut pirang itu menggeram, ia mengepalkan telapak tangannya lalu menghentak-hentakkan kakinya ke lantai pertanda tidak terima dengan apa yang baru saja terjadi.

"Tunggu pembalasan gue, Cewek jelek!"

🟡🟡🟡

Di sinilah kedua sejoli itu berada, di bawah pohon rindang yang terletak di samping sekolahnya. Kebetulan di sana terdapat bangku panjang yang menjadi tempat favorit mereka berdua untuk bersantai.

"Mereka apain kamu?" tanya cowok yang masih mengenakan seragam basketnya itu.

Kini mereka tengah duduk berhadapan, Juan yang memandang lekat wajah sang pacar, sedangkan Firen hanya menundukkan dengan sesekali melirik.

Juan menghela nafasnya. "Udah berapa kali aku bilang, kalau lagi bicara sama aku itu kepalanya jangan ditunduk."

Tangan Juan bergerak mengangkat dagu cewek di depannya. Menatap lekat wajah penuh jerawatnya, lalu mengunci pergerakan mata Firen.

"Mereka apain kamu?" Juan mengulangi pertanyaan.

Firen menggeleng cepat. "Nggak kak, aku nggak papa."

Juan lagi-lagi menatap Firen penuh seledik, mencari kebohongan dari mata hitam cewek itu.

"Beneran, Kak. Aku nggak papa."

Juan menghela nafasnya lagi, menurunkan tangannya dari dagu Firen lalu menghadap ke depan.

"Kalau diapain orang jangan diam aja!"

"Iya, Kak," cicit Firen pelan.

"Kamu punya hak untuk bersuara."

"Iya, Kak."

"Jangan biarin mereka injek harga diri kamu."

"Iya, Kak."

Juan menatap ke arah cewek di sampingnya, merasa kesal karena jawaban yang didapat hanya iya-iya saja. Sedangkan Firen, cewek itu hanya nyengir kuda.

Juan mengambil telapan tangan Firen, lalu menggenggamnya erat. "Jangan takut, ada aku di samping."

Juan tersenyum hangat ke arah Firen, membuat cewek bersurai panjang itu tidak bisa untuk tidak menyembunyikan senyum manisnya.

"Kak," panggil Firen membuat sang empu menoleh ke arahnya.

"Kenapa kakak mau sama aku?"

Seketika raut wajah Juan berubah, ia pun menghirup nafasnya dalam. "Nggak ada pertanyaan lain apa?"

🟡🟡🟡


"Oh my God, Firen!" pekik Sonya saat Firen memasuki kelas, membuat fokus para murid beralih padanya.

"Jangan teriak-teriak," bisik Firen pada sahabatnya. Lalu ia meletakkan tasnya di atas meja dan mendudukkan bokongnya di kursi dekat dinding.

"Lo nggak diapa-apain sama kak Juan, kan?" tanya Sonya yang duduk di belakang Firen dengan histeris.

"Nggak usah lebay deh, aku baik-baik aja kok."

"Demi apa?"

"Sonya Sanjaya, kak Juan nggak mungkin apa-apain aku," ucap Firen yang kini telah memutar posisinya menghadap Firen.

Sonya menyengir, menampilkan deretan gigi putihnya yang rapi. "Ya 'kan gue khawatir sama lo."

"Lagian kamu sih, tadi ke mana aja waktu pertandingan?" tanya Firen yang mulai mengintrogasi sahabatnya itu.

Lagi-lagi Sonya menyengir. "Eh itu, tadi gue ke toilet."

"Tau gitu mending tadi aku ke perpus aja baca buku. Itu jauh lebih aman," jelas Firen.

"Sekali-kali lihat pacar tanding nggak papa-lah, Ren." Sonya mulai mengeluarkan bedaknya dari dalam tas. Seperti biasa, cewek cerewet itu tidak akan pernah lupa memoleskan wajahnya dengan bedak kapanpun itu.

Firen menghela nafasnya berat. Bukannya tidak mau melihat pertandingan sang pacar. Tapi datang ke sana, di mana para siswi yang mengidolakan pacarnya juga ada di sana. Itu membuat Firen dalam bahaya. Seperti tadi contohnya.

Sadar akan perubahan pada raut wajah Firen, Sonya pun beralih fokus dari cermin bedaknya ke Firen. "Lo sekali-kali lawan mereka bisa nggak sih, Ren?"

"Jangan diem mulu pas mereka dengan terang-terangannya ngehina lo," lanjut Sonya.

"Udah ya, So. Aku tadi juga udah diceramahin kak Juan." Firen bener-bener heran dengan mereka berdua. Bisa-bisanya menyuruh dirinya untuk melawan, jangankan melawan, menatap mata tajam mereka saja sudah membuat nyali Firen ciut.

Selemah itukah mentalnya?

"Ya makanya, dengerin tuh kata pacarnya," ujar Sonya lalu kembali memoles wajahnya dengan bedak.

Firen tak merespon lagi, kini fokusnya beralih ke Sonya yang tengah asik memoles wajahnya. Ada sedikit rasa iri dalam hatinya saat melihat wajah mulus Sonya, tidak ada jerawat atau bruntusan seperti di wajahnya.

Sonya yang sadar tengah diperhatikan pun menoleh. "Kenapa? Ada yang salah dengan wajah gue? Atau ada apa?"

Firen menggeleng cepat. "Kamu cantik banget, So."

"Ya ampun Firen, gue pikir tadi apaan," ucap Sonya lega. "Kalau lo rajin skincare-an sama atur pola makan juga wajah lo juga bakal cantik."

"Makanya, ngemil tuh dikurang-kurangi," lanjut Sonya.

Ah, sudah kali ke berapa sahabatnya itu menasehati agar Firen mengurangi ngemil dan harus lebih fokus ke tubuhnya. Tapi Firen hanya mengabaikan itu.

Bagaimana bisa seorang Firen yang sangat hobi beli jajanan bisa berhenti ngemil?
Karena bagi Firen, perut adalah nomor satu.

Firen pun menghela nafasnya berat, lalu menunduk dalam. "Kapan ya aku bisa cantik kayak kamu?"

🟡🟡🟡

Secuil jejak kalian sangat berarti untukku:)

Please comment about this part!

Masukin cerita ini ke reading listnya ya.
Share juga ke teman-temannya.

Salam hangat,
Fuji

Glow Up With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang