58. Selamat pagi, Keysa

774 63 3
                                    

Keysa berdiri di depan meja rias nya sambil memoles lip mate warna peace ke bibir nya sambil berbicara di panggilan lewat loudspeaker dengan Mumu. Pagi ini Keysa tengah bersiap pergi ke Won and Food untuk menemui Nelsen sesuai ucapannya semalam. Entahlah, saat ini keberanian nya masih menyelimuti, tidak tahu nanti saat tiba di tempat. Apakah ia mengurung niat nya atau lanjut jika nyali nya masih tersedia.

[Gue nunggu lo di halte depan gang ya. Kalau udah dekat lo kabarin.]

"Iya-iya. Eh, Mu?"

[Hmm?]

"Gimana kalau gue nanya Airin dulu? Tanya Nelsen pagi ini sibuk atau nggak. Mana tau begitu gue kesana dia lagi meeting atau banyak kerjaan. Gue nggak mau ganggu."

[Yaelah, Key. Lo mau berontak masih aja berbelas kasih. Harap gue nih ya. Nelsen disana lagi sama Audrey.]

"Mumu! Ngasal aja kalau ngemeng." hardik Keysa yang kini tengah mengambil kardigan rajut warna hitam dari hanger kemudian memakainya.

[Pesan gue lo jangan sedikit pun goyah, Key. Jangan lagi lembut-lembut sama Nelsen. Datang, bicara, pulang. Jangan kasih dia kesempatan membela diri. Anggap apa yang keluar dari mulut dia itu semuanya alasan belaka. Oke?]

"Semoga aja ya, Mu. Yaudah gue udah siap nih. Otw kesana."

[Hmm. Gue juga udah siap. See you soon.]

Panggilan diakhiri Mumu.

Keysa memungut ponselnya di atas meja rias sambil menatap layar ponselnya yang menampakkan foto Keysa dan Nelsen di wallpaper. Bibir Keysa melengkung simetris. Bahkan ia masih bisa tersenyum melihat foto bahagia itu.

"Dasar kamu." ucap Keysa mengetuk bagian wajah Nelsen dengan jari telunjuknya.

Keysa memajukan tubuhnya ke kaca, memandangi pantulan dirinya di kaca. Ia memperhatikan lelukan wajah nya mulai dari ujung rambut sampai ke dagu kemudian menunduk. Tekad nya sudah bulat. Ia telah memutuskan akan mengakhiri semuanya hari ini. Bahkan, Keysa bangun lebih pagi untuk memakai riasan. Tidak seperti biasanya.

Bukan hari spesial untuk di senangi. Tapi Keysa juga tidak mau terlihat lusuh di pertemuan terakhir nya dengan Nelsen. Ia harus, harus terlihat siap dan normal. Harus! Setelah memantapkan hatinya, Keysa mundur dan mengambil tasnya di tiang bergantungan di sudut kamar.

"Lo bisa, Key."

****

Setelah pertemuan tidak terduga antara Nelsen, Audrey dan Elena. Tak segampang itu Elena membiarkan mereka lolos begitu saja. Dengan kekesalan yang merajai dirinya. Elena menyeret Audrey dan Nelsen ke ruangan Nelsen tanpa menerima penolakan kedua pihak. Ia harus menginterogasi langsung. Apapun itu.

"Duduk." suruh Elena yang tanpa segan duduk di sofa utama. Seharusnya itu tempat Nelsen.

Nelsen dan Audrey duduk bersebrangan di sofa lainnya. Elena menyilangkan kedua kakinya seraya melipat kedua tangan di depan dada. Matanya bergantian menyorot tajam dua orang itu. Lebih tajam saat ke Audrey.

Audrey seketika ciut berhadapan dengan Elena. Jiwa-jiwa keras dan ditakuti yang biasa Audrey gunakan untuk berhadapan dengan Keysa hilang entah kemana. Kini, ia hanya bisa menggigit bibir harap-harap Elena tak memutilasinya.

"Oke. Gue mau dengar penjelasan lo." tunjuk Elena menggunakan dagu nya.

"Penjelasan apa? Nggak ada yang perlu di jelaskan." sahut Nelsen acuh tak acuh.

Elena mengerutkan alisnya.

"Kenapa kalian bisa barengan pagi-pagi gini? Lo selingkuh?" tuduh Elena tanpa pikir panjang.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang