BAB 2

5 0 0
                                    

"Tiga Bulan Sebelum Mereka Bertemu"

Diana membawa nampan berisi minuman dan makanan melewati beberapa meja, rambut ekor kudanya ikut bergerak mengikuti irama tubuhnya. Langkahnya terhenti di meja nomor empat. Dengan senyum ramah dan sopan, dia menyapa sepasang muda-mudi yang duduk di meja tersebut sembari menaruh seluruh makanan beserta minuman di atas meja. Ketika selesai menata pesanan, tubuhnya sedikit menunduk dan meninggalkan meja tadi, kembali ke belakang mengambil pesanan lainnya.

Inilah pekerjaannya. Menjadi pramusaji di restoran terkenal yang diisi oleh orang-orang berkantong tebal. Sudah setahun lebih Diana menjalani kehidupannya seperti orang mati. Dia berjuang membayar hutang dengan bekerja di tiga tempat sekaligus, dan ketahuilah pekerjaan itu tidak akan bertahan lama. Selama ini dia hanya mampu bertahan di tempatnya bekerja hanya tiga bulan.

Diana tipe bawahan yang tidak diharapkan. Ceroboh dan sering bolos. Bukan, gadis itu bukan orang malas. Dia sering bolos untuk menghindari rentenir yang selalu siap menagih hutang. Karena itu dia sering berganti tempat kerja.

"Jangan melamun terus, Anak Baru!" Diana mendongak, terkejut dengan hardikan seorang wanita pendek berbadan gempal.

"Maaf, saya tidak akan mengulanginya lagi," ucap Diana dan berlalu membawa pesanan ke depan.

"Hey!" Wanita itu terlihat kesal melihat Diana yang tak acuh dan meninggalkannya begitu saja. "Kalian lihat, kan, dia tidak memiliki sopan santun!" Wanita itu berkacak pinggang, mengajak bicara dua pramusaji lainnya.

"Aku heran, kenapa dia masih bisa bekerja di sini. Jika diingat-ingat dia sudah melakukan kesalahan lebih dari tiga kali. Padahal dia masih sebulan bekerja." Wanita satunya juga sama tidak sukanya pada Diana. Mereka melirik Diana yang tampak tergopoh-gopoh dari satu meja ke meja lain.

"Aku setuju denganmu. Kurasa dia memanfaatkan kecantikannya untuk merayu si Bos." Kini, seorang koki ikut dalam perbincangan itu.

"Kemarin aku melihat dia jalan dengan si Bos saat restoran baru ditutup."

Diana menyadari arti tatapan dari senior-seniornya. Dia adalah bahan pembicaraan yang menarik selama sebulan ini.

Gadis itu menghela napas, mencoba tidak peduli dan kembali fokus pada pekerjaannya, namun kecerobohannya membuat kakinya terjegal meja, hingga meja di sebelahnya yang penuh dengan beraneka makanan serta minuman ikut terseret bersama alas meja yang tidak sengaja Diana tarik saat terjatuh.

Suara piring pecah beradu lantai membuat keributan. Semua mata tertuju pada Diana. Gadis itu merutuk dalam hati, menahan malu serta ketakutan. Beberapa pramusaji ikut membantu Diana berdiri, membersihkan pecahan kaca dan lantai yang dipenuhi tumpahan saus berminyak, serta sisa makanan.

"Maaf ... maaf, kan, saya." Diana membungkuk meminta maaf pada semua pelanggan yang sebagian mentapnya iba, sebagian lagi mencibirnya seolah terganggu dengan insiden itu, bahkan ada yang memandang sinis padanya.

"Kembali ke dapur. Tunggu di sana!" Raut marah tergambar di wajah wanita pendek gempal yang tadi membicara-kannya. Diana mengangguk dan berusaha berjalan tegap, berpura-pura tidak ada yang terjadi.

................................................

Di dapur Diana mengigit kukunya hingga pendek, terlalu takut dan gugup menghadapi nasibnya ke depan. Dia yakin kali ini tidak bisa menghindar dari ancaman pemecatan.

"Lagi," bisiknya. Dia tidak mengerti mengapa sulit baginya untuk bekerja dengan benar. Selama ini dia berusaha sebaik mungkin, tapi tetap saja sikap cerobohnya selalu membawa dia pada satu kata "dipecat" dan ini sudah lebih dari sepuluh tempat sejak dia kehilangan ayahnya.

My TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang