/40.00/

172 87 100
                                    

Happy reading 💜
Siap-siap semua faktanya bakal aku ceritain di dua chapter kedepan. Stay tune!

---

"Bukankah ini sedikit tidak adil? Terlalu sempurna, " Ae-ri meracau pelan kemudian kembali memfokuskan diri ke bacaanya.

"Ha, sempurna? Siapa yang sempurna? " ulang Taehyung penasaran, rasanya tadi ia mendengar secuil racauan Ae-ri.

"Ani, bukan siapa-siapa. Aku hanya asal bicara," elak Ae-ri dengan nada canggung.

Sebenarnya ia sedang membicarakan Taehyung, hanya saja Ae-ri tidak mungkin mengatakan sejujurnya. 'Kau pria yang sempurna, aku yakin semua ingin berada di posisimu' Ae-ri bahkan tidak bisa membayangkan ekspresi Taehyung nanti.

"Kau terlihat sangat senang sepertinya, apakah perpustakaan ini bermanfaat untukmu? " cibir Taehyung memperhatikan Ae-ri yang sibuk dengan dunia imajinasinya.

Ae-ri menghentikan aksi bacanya, berpaling menatap Taehyung berbinar,"Sangat bermanfaat," seru Ae-ri senang.

"Gomawo namjachingu," spontan  Ae-ri memeluk Taehyung untuk menyalurkan rasa terima kasihnya. *pacar laki-laki

Taehyung tersenyum, mengelus lembut surai milik Ae-ri, "Sama-sama baby," bersyukur keputusannya kali ini tepat.

Baru saja ingin mengecup puncak kepala gadis itu, bibir Taehyung berakhir mencium udara yang hampa. Taehyung melipat bibirnya, menahan rasa dongkol karena diabaikan. Ternyata Ae-ri, gadis itu sudah kembali ke dunia novelnya. Kalau begini Taehyung malah merasa sedikit menyesal membuatkan rak buku khusus ini.

"Hidupmu hanya seputar dunia tulisan. Bekerja sebagai penjaga kafe buku komik, menulis cerita, membaca novel. Tidakkah terlalu  membosankan? " komentar Taehyung, menumpahkan beban kepalanya ke senderan sofa. Menatap langit-langit ruangan redup yang minim cahaya itu. Hanya satu lampu gantung di tengah sebagai objek penerang. Walapun minim, cahaya remang itu tidak menghambat kegiatan dua manusia di bawah sana.

Ae-ri menolehkan kepalanya, menatap Taehyung seakan tidak setuju dengan ucapan pria itu.

Bukankah pendapat Taehyung benar, hidup Ae-ri terlalu monoton. Membosankan. Taehyung sendiri akan muak jika berlama-lama dalam lautan abjad. Mulai dari rasa kantuk melanda, kepala pusing dan efek samping lainnya. Menurutnya membaca bukanlah kegiatan yang menyenangkan.

"Menurutku tidak, lagian kafe buku komik adalah kewajibanku, lebih tepatnya pekerjaanku. Aku mendapat penghasilan dari sana, makan dari sana. Dan menulis adalah hobiku. Itu kegemaranku. Tidak ada alasan untuk aku bosan," jawab Ae-ri santai tanpa beban, seolah yang ia katakan memang benar adanya.

"Lagian bukannya kita mempunyai hobi yang sama? Kau suka membaca juga kan? "

"Siapa bilang? "

Dahi Ae-ri mengerut mendengar jawaban Taehyung. Barangkali terkaan Ae-ri salah.

"Lantas ini semua? Perpustakaan dalam apartemenmu? " Ae-ri menunjuk jejeran buku yang tertata rapi di sekelilingnya.

Taehyung menarik nafas pelan sebelum mulai berbicara, "Berhubung aku selalu dituntut untuk unggul dalam segala bidang, buku-buku ini adalah salah satu jalan keluarnya bukan? " Walaupun nada bicara Taehyung terdengar stabil, Ae-ri dapat melihat sirat kesedihan dan amarah di waktu yang bersamaan dalam manik Taehyung. Emosi yang sudah terpendam lama, ingin diutarakan namun tidak tahu harus kepada siapa ditujukan. Semacam teman pendengar atau sahabat , Taehyung juga tidak mempunyai keduanya.

"Lampiaskan kepadaku hari ini."

Kedua mata Taehyung yang tadinya terpejam terpaksa terbuka, mendengar kalimat penuh antusiasme itu.

Destiny√Where stories live. Discover now