Chapter Delapan

134K 25.2K 21.2K
                                    

P E M B U K A A N

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Tokoh dalam cerita Toxic hanyalah imajinasi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan RL visualnya•

⚠️Bijaklah dalam berkomentar⚠️

***

"Saya anaknya! Suruh papa saya keluar sekarang! Kalau nggak bisa, biarin saya samperin dia!" teriak Mia seperti orang kesetanan saat kedatangannya ditolak oleh sekretaris ayahnya. Bahkan dua petugas sudah dipanggil untuk meringkus pergerakan brutalnya. Mia tidak mau mengalah. Tenaganya dikerahkan penuh untuk membebaskan diri. Ia terus berteriak meluapkan kemarahannya.

"Pak Pandji belum dateng, Dek. Mending adek berangkat ke sekolah dulu, nanti pulang mampir ke sini. Atau mau nitip sesuatu biar nanti saya sampaikan kalau Pak Pandji udah dateng."

"Saya mau ngomong sama papa! Lepasin saya!" jerit Mia menatap galak ke arah sekretaris ayahnya.

"Nggak ada yang boleh masuk ke ruangan Pak Pandji kalau beliau nggak ada. Kalau mau, kamu boleh tunggu di lobby. Saya tahu kamu anaknya Pak Pandji. Tapi tolong pengertiannya. Saya di sini hanya menjalankan tugas."

Akbar yang sedari tadi diam, mengambil peran. Cowok itu meminta dua satpam untuk melepaskan Mia. Begitu dilepaskan, Akbar menggenggam erat tangan Mia untuk berbagi ketenangan pada cewek yang berada di ambang kehancuran.

"Lo tenang. Bukan kayak gini ngadepinnya. Gue tau lo marah, bahkan kecewa. Tapi lo harus jaga sikap. Dewasa nggak kayak gini, Mi."

"Gimana gue bisa tenang kalau orangtua gue perlakuin gue kayak sampah, Bar?! Udah berkali-kali mereka nyakitin gue. Apa masih belum puas? Apa harus kematian yang nyelesein semuanya?!" teriak Mia. Muak. Mia sudah sangat muak dengan takdir yang tidak pernah berpihak padanya.

Air mata sialan yang membuatnya terlihat menyedihkan, diseka kasar. Mia menatap ke sekitar. Banyak orang yang mengerumuni dan sepertinya tengah membicarakannya. Sedikitpun Mia tidak peduli. Ia sudah di titik lelah diperlakukan seperti ini oleh orangtuanya. Kemarahan dan kecewanya sudah tidak bisa diajak berkompromi lagi.

Mia tersenyum sinis saat kerumunan dibubarkan begitu pria dengan stelan formalnya muncul. Pria yang sedang Mia tunggu kedatangannya. Amarahnya sudah memberontak ingin meledak saat melihat pria itu tersenyum seolah tidak merasa bersalah.

"Mia. Kenapa kamu di sini hm? Bukannya kamu harus sekolah? Ayo Papa anter ke sekolah, sekalian sama Akbar, ya?" ajak Pandji begitu lembut pada putrinya.

Tubuh Pandji hampir ambruk saat Mia tiba-tiba menubruknya. Tanpa ampun, putrinya memukul kuat dadanya. Pandji tidak keberatan dan membiarkan Mia memuaskan kemarahan lewat pukulan.

"Aku punya salah apa sama Papa mama? Kasih tau aku, Pa, biar aku perbaiki." Mia mencengkeram kuat kemeja putih Pandji. Sorot mata yang penuh luka, terus tertuju ke arah pria itu.

ToxicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang