12: Boleh, Ya?

99 22 7
                                    

"Weh, mau ke mana, Bang?" Rania kaget karena Aksa yang muncul lagi dengan setelan berbeda. Jika tadi cowok itu mengenakan kemeja formal untuk kantor, kini Aksa mengenakan kemeja flanel dan kaus putih. Rania yakin Aksa bahkan belum sempat mandi sore karena hanya masuk ke rumah selama beberapa menit.

Aksa sibuk mengenakan jam tangan sebelum beralih mengikat tali sepatu. Dirinya hanya menoleh sekilas pada Rania.

"Ganteng amat, padahal belum mandi, 'kan?" Rania bicara lagi sambil membalik halaman novelnya.

"Abang keluar sebentar, ya. Nanti bilangin ke Ibu."

Rania menoleh lagi. "Mau ke mana? Barusan juga pulang, mau langsung pergi lagi, nih?"

Aksa mengenakan helm."Ketemu temen sebentar. Udah, ya, Abang pergi. Assalamu'alaikum."

Mata hitam Rania menyipit curiga sambil terus mengikuti punggung Aksa yang akhirnya menghilang di balik gerbang. "Wa'alaikumsalam," lirih Rania. "Tapi ... kayaknya Abang belakangan ini jadi agak aneh, deh."

Angin menyambut kedatangan Aksa di halaman rumah sakit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Angin menyambut kedatangan Aksa di halaman rumah sakit. Cowok itu menoleh ke sekitar sebelum memutuskan untuk berjalan tergesa-gesa mencari keberadaan Arunika. Aksa pikir, mungkin dirinya akan menemukan sosok gadis itu di kamar rawatnya. Langkah Aksa dipercepat lagi mengingat sore yang semakin larut. Di persimpangan antara IGD dan jalanan menuju kamar rawat, langkah Aksa melambat karena jauh di depan sana ia sudah menemukan keberadaan Arunika. Langkah Aksa melambat, lantas dirinya mundur dan memilih bersembunyi di balik dinding.

"Dia masih di kursi roda?" Meski sejenak, Aksa tetap dapat melihat gadis itu tertawa di kursi rodanya, melirik ke belakang untuk menatap seorang perawat laki-laki yang mungkin baru saja memberi lelucon. Di sebelah cewek itu juga ada seorang wanita paruh baya yang tersenyum sambil memegang sebelah bahu Arunika. Aksa diam, tekadnya untuk maju mendadak terasa pudar. Apa jika dirinya maju, Arunika akan menangis lagi?

"Besok pagi udah boleh pulang. Tadi Dokter Fadil ngomong sendiri, 'kan?"

Ekor mata Aksa menangkap keberadaan Arunika yang didorong menuju salah satu bangku besi panjang di halaman rumah sakit. Sejenak Aksa diam, lantas tersenyum kecil karena ucapan perawat laki-laki tadi. Khawatir yang ia rasakan akhirnya dapat berkurang.

Begitu Aksa lihat perawat tadi pergi meninggalkan Arunika di bawah salah satu pohon, Aksa pun ikut bergerak. Langkah cowok itu konstan mendekati punggung Arunika. Namun, ketika memori kejadian di Sabtu kemarin mendadak muncul di benak Aksa, langkahnya pun kembali terhenti total.

"Memangnya bener, dia suka gue?" Aksa bergeming, menatap punggung Arunika yang berada beberapa langkah lagi di depan sana. Apa benar? Aksa khawatir bahwa semua ini ternyata hanya perkiraan dirinya dan Wira, sedangkan realitasnya gadis itu malah serius ingin Aksa pergi.

Senja untuk KamuWhere stories live. Discover now