19: Cuma Kita

80 18 1
                                    

"Hari apa, Pak?" Aksa memasuki rumah dengan smartphone di sisi telinganya. "Senin pagi? Kalau begitu Minggu malam rancangannya akan saya kirim, Pak. Progress saat ini sudah 90 persen."

Rania menyapa Aksa dengan lambaian tangan lantaran si Sulung kelihatan sedang sibuk. Senyum Rania terukir karena Aksa balas melambaikan tangannya. Sejurus kemudian, gadis itu kembali sibuk mengolah tugasnya sebagai mahasiswi.

"Baik, Pak, nanti akan saya revisi sekali lagi." Aksa masih bicara bahkan hingga memasuki kamar dan duduk di kursi kerjanya.

Begitu selesai dengan teleponnya, Aksa pun merapatkan punggungnya pada kepala kursi. Cowok itu melirik kalender yang menunjukkan tanggal terkini. Kemarin dirinya sudah mengembalikan buku pinjamannya ke Arkais. Jadi, hari ini ia benar-benar pulang ke rumah seusai kerja, tak ada agenda mampir ke Arkais untuk sekadar cari kesempatan bertemu dengan Arunika. Aksa tersenyum kecil menyadari kondisi Arunika yang tetap stabil dari hari ke hari, juga hubungannya dengan gadis itu yang terpantau baik-baik saja.

Niatnya Aksa ingin mandi sore secepatnya. Namun ketika kemeja yang tadi ia kenakan ke kantor berhasil cowok itu lepaskan, ketukan pintu pun mendadak terdengar.

"Aksa?"

Aksa urung meletakkan kemejanya ke keranjang pakaian kotor. Itu suara Arkana.

"Lagi sibuk?"

"Nggak, Yah. Masuk aja kalau Ayah mau."

Begitu Arkana menunjukkan dirinya dari balik pintu, Aksa pun menoleh penuh pertanyaan. "Kenapa, Yah?"

Arkana mengamati anak sulungnya selama beberapa saat sebelum memberikan gelengan pelan. Ada senyum kecil di wajahnya. "Nggak ada apa-apa, kok. Kamu lanjutin aja kalau mau mandi."

Aksa mengernyit kasar karena barusan Arkana pergi begitu saja dari kamarnya. Arkana memang punya kebiasaan untuk secara rutin mengunjungi kamar Aksa dan memeriksa perkembangan anak lelakinya itu. Namun kali ini, kunjungan Arkana yang hanya sebentar tentu bukan bertujuan untuk memeriksa kamarnya. Aksa meletakkan kemejanya di keranjang pakaian kotor, berpikir tentang keanehan sang Ayah.

"Raka manggung di mana, sih? Jadi penasaran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Raka manggung di mana, sih? Jadi penasaran." Aksa menatap Arunika yang lengan kirinya sedang dibersihkan oleh seorang perawat.

Arunika membuka matanya. "Di beberapa kafe, Aksa, makanya aku nggak tau pastinya dia lagi di mana. Dulu setiap Sabtu dia pasti usaha buat nemenin aku ke sini, tapi semenjak kamu ngasih bunga matahari itu, dia cuma nanya aja kalau Aksa kira-kira bisa nemenin aku atau nggak."

Aksa menatap jarum yang barusan dicabut dari tangan Arunika. "Pantas kadang dia telepon aku, nanya aku bisa jagain Kakaknya atau nggak. Selagi dia ngasih izin, ya, aku pasti bakal jawab bisa. Terus-eh, Mbak, itu kenapa berdarah?"

Arunika lekas ikut menatap lengan kirinya, di mana bekas dari jarum yang dicabut terlihat mengeluarkan darah.

"Cimino-nya nggak bermasalah, 'kan, Sus?" Aksa merapat untuk ikut menatap cimino yang ditanam di tangan Arunika. Dahinya mengernyit bingung sekaligus khawatir. Selagi cowok itu menunduk, rambutnya yang lurus pun berjatuhan menutupi pelipisnya.

Senja untuk KamuWhere stories live. Discover now