Dear Me 8. Cewek Aneh

8 4 2
                                    


"Vanilla, anyeong!"

Alana menghampiri Vanilla dan mengandengnya. Mereka berjalan di koridor sekolah dengan beberapa pasang mata yang menyorot mereka.

Baru beberapa hari di Merah Putih. Tapi nama mereka sudah menjadi perbincangan satu sekolahan.

"Eh, lo udah nentuin join club apa?"
Alana bertanya.

"Udah. Gue sih niatnya pengen gabung sama tim evanglisasi."

"Daebak. Lo bukan cuman cantik Van. Tapi religius juga! Walaupun beda keagamaan gue respect sama lo. Lo nggak fokus ama kecantikan yang lo punya, biasanya cewek cantik bakal join ke club yang famous."

"Justru itu. Gue mau fokus dan jadiin Tuhan gue sebagai prioritas utama. Karena apa yang udah dia berikan ke gue Na. Gue nggak mau cantik aja. Tetapi bisa jadi terang sebagai anak Tuhan." Ucap Vanilla.

Alana geleng-geleng. "Gue pengen bertobat deh, dengerin lo ngomong kek gitu." Alana tersenyum sedih.

"Eh tapi lo udah tau nggak? Ternyata si Erland itu peringkat kedua pararel. Nggak cuman ganteng, pinter pula. Tapi sayang ya dia dingin banget. Kayak es batu. Dia juga nggak ada ekspresi, kayak papan gitu. Awalnya gue juga kira dia itu bisu tau."

Vanilla tersenyum miris pada Alana. Tapi okelah, semua orang juga punya kekurangan. Dia juga hidup dalam kepalsuan. Memang salah, Alana mempunyai sikap suka menggosipkan. Tapi masih terlalu awal baginya untuk menegor .

"Lo jadi asistennya yah? Ih hati-hati. Entar lo diterkam sama dia. Jaga jarak na! Tampang bisa aja nipu. Bisa jadi dia itu psikopat. Tinggal tunggu waktu sampai dia... "

Tubuh Vanilla mulai bergetar. "Sampai dia.
?"

Vanilla terlonjak kaget ketika Alana tiba-tiba memasang gestur ingin mencekek. "Jadiin lo korban berdarah dingin~."

Vanilla menatap lurus. Benarkah? bagaimana ini. Dia tidak pernah bergaul, tidak pernah membaca juga. Vanilla benar-benar tidak tahu menau tentang karakter seseorang.

"Canda korban. Setidaknya itu yang gue baca di wattpad, soal psikopat ganteng. Kajja."

Alana menarik tangan Vanilla kembali berjalan memasuki aula. Namun Vanilla terus menerus terbayang dengan ucapan berbasiskan fantasi Alana.

Korban darah dingin?
Jangan sampai Tuhan!

***

Taman belajar.

Tidak. Dia harus positif thinking. Ia meyakinkan diri. Terus menerus meyakinkan diri bahwa Erland itu normal.

Melihat tingkahnya yang aneh, terus menerus mengangguk-angguk tanpa alasan. Alara bertanya. "Vanilla? Kamu nggak-papa kan?" tanya Alara.

"Enggak kok ra." Vanilla menggeleng dengan senyuman. "Mm. Gue pengen nanya sesuatu deh sama lo ra. Bolehkan?" Wajah Vanilla penasaran. Dengan segera ia harus mengetahui hal ini.

"Tanya apa?"

"Tentang kesehatan dan gangguan mental sesoerang." Ujar Vanilla.

"Oke. Boleh, gangguan macam apa?"

"Mm ciri-cirinya aja sih." Vanilla bersedekap. Meletakan kotak makannya di bangku taman. Terlihat serius memandang Alara. "Ciri-ciri psikopat."

"Psikopat?" Alara cukup tersentak dengan tema pembicaraanya. "Psikopat itu sepertinya orang yang berdarah dingin. Yang menjadikan derita seseorang sebagai alat pemuas. Ciri utamanya, yaitu dia menjauhkan diri dari lingkungan sama, menjadikan diri antisosial. Kayak menjauh dari circle sosial. Dan menentukan target-target tertentu."

Dear MEWhere stories live. Discover now