6. Alasan

18.9K 1.4K 4
                                    

Dear diary,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dear diary,

Langit bawel, kesal aku melihat muka Langit ditekuk terus. Bosan aku mendengar keluhan Langit yang tidak ada habisnya. Pengen aku hih rasanya. Katanya Mentari berubah, aduh berubah menjadi apa? Memangnya Sailor Moon bisa berubah?

-Utari-

------------------------------

-flashback-

Mei 2007, Akhir Kelas 3 SMA

"Assalamualaikum," sahutku kencang di depan rumah Mentari.

Rumah mungil bercat putih dan berpagar hijau. Tidak terlihat tanda-tanda kehidupan dari dalam rumah itu, bahkan tirainya tertutup.

"Assalamualaikum, Mentari!" ucapku lagi, tidak menyerah.

"Assala..."

"Tari benci Ibu!" sayup kudengar suara orang berteriak dari dalam rumah.

"Anak durhaka kamu Tari. Menyesal Ibu melahirkan kamu!"

"Biar saja Tari jadi anak durhaka. Tari juga gak mau jadi anak Ibu! Tari benci sama Ibu, Tari gak suka sama Om Budi itu!"

Kulihat pintu depan rumah Mentari yang tiba-tiba terbuka."Utari?" kata Mentari kaget.

"Ayo ikut aku, kita pergi dari sini!" sahut Mentari sambil menarik tanganku.

----------------------------

Setelah berjalan tak tentu arah beberapa saat, Mentari mengajakku duduk di sebuah bangku taman dekat rumahnya. Lama kuamati wajah cantik Mentari yang saat ini ditutupi kegelisahan. Tidak ada semangat di mata itu, hanya kesedihan dan keputusasaan.

Aku tetap menatap Mentari dalam diam. Menunggu dia untuk membuka percakapan terlebih dulu.

"Utari, sudah lama di depan rumah?" tanya Mentari lembut.

"Eh, iya. Belum lama, baru salam tiga kali saja. Hehehe," jawabku mencoba bercanda.

"Tadi kamu dengar waktu aku bertengkar sama Ibu?"

"Iya, kedengaran sedikit tadi. Lo gak apa-apa?" tanyaku khawatir.

Mentari hanya terdiam, memandang tanah kosong di hadapannya, sambil memutar-mutar cincin pemberian Langit.

"Aku takut Utari," ujar Mentari lemah.

"Takut? Kenapa?"

"Aku takut tinggal di rumahku sendiri."

Aku hanya terdiam, tidak berani menanggapi perkataannya. Kubiarkan alunan cerita tersampaikan dari bibir lembut Mentari.

"Kamu tahu kan aku pindah dari Semarang ke sini, hanya berdua dengan ibuku, karena Bapak mengusir Ibu dari rumah. Ibu selingkuh, jadi Bapak marah besar dan mengusir Ibu dari rumah. Sebenarnya Bapak tidak memperbolehkan aku ikut Ibu, kata Bapak aku ikut Bapak sama Kakak saja di Semarang. Tapi aku tidak tega sama Ibu. Jadi aku putuskan ikut menemani Ibu ke Jakarta."

Langit Untuk Utari [END, KK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang