Happy ReadingChika baru turun dari mobil Papanya yang mengantarnya ke sekolah saat seseorang menyapanya.
"Ngapa tuh muka dilipet kek duit kotak amal?" cetus Vivi, teman sekelasnya yang memang selama ini selalu senang menggodanya.
"Haha..." Chika tertawa sesaat lalu diam lagi. "Mobil gue nabrak."
"Minta ganti baru atau gimana dah?"
Chika tertawa lagi, padahal Vivi sedang tidak melucu. "Padahal aku ngga mabok, Vi," keluh Chika.
"Gimana kalo mabok ya?" sindir Vivi.
"Jatuh ke pelukan lo!" sergah Chika tertawa lagi. Gummy smile-nya selalu membuat Vivi terpesona.
"Anjiir...dah pro gombalnya."
"Lo suhunya weh!"
"Eh, pulang bareng gue ya, Chik?" Vivi mulai melancarkan salah satu jurus pamungkas. Setelah selama ini tidak mungkin menawarkan hal itu ke Chika karena gadis itu selalu membawa mobil sendiri. "Yaa naik motor sih..." Vivi melirik wajah cantik Chika.
Kemudian melintas Mira yang baru saja turun dari boncengan motor bersama Dey. Cewek itu tak memedulikan kehadiran Chika dan Vivi yang berada di jalur langkahnya. Chika cukup kesal Mira tak sedikitpun menoleh. Cuma Dey yang menyapanya "Chik!"
"Iya, Vi. Gue mau kok dianter elo!!" sahut Chika sengaja agak keras. Biar terdengar Mira. Dan cukup berhasil. Mira menengok sedetik lalu berjalan lagi ke kelas. Dalam hati Chika menjura, merasa membuat Mira – cemburu (mungkin).
Vivi mengepalkan tangan. Gembira. Akhirnya bisa dekat dengan Chika. Ia sadar sulit sekali mendekati gadis itu. Jurang sosial pergaulan Chika dan Vivi terasa jomplang. Vivi merasa ia naik satu level pergaulan ketika Chika mengapit lengannya melangkah ke dalam kelas. Di dalam sudah ada beberapa siswa termasuk Lala.
Posisi duduknya pun sama seperti jurang pemisah mereka selama ini. Vivi duduk di pojok belakang kanan ruangan bersama Flora. Chika bersama Lala di tengah kiri.
"Chikaaa jangan lepaskaaan akuuuuu...!" pekik Vivi tetap merengkuh tangan Chika yang merentang di depan kelas.
"Tapi aku harus lepaskaaaan Vi vi vi vi vi vi...." Suara Chika ala ala menggema.
"Aku takkan melepaskanmu Chi ci ci ci ka ka ka..." Rengkuhan telapak tangan Chika dan Vivi mulai merenggang dan terpisah.
Flora melintas melewati mereka, "Lo berdua gila!" Ia meroll matanya, memiringkan telunjuknya di kening sambil memegang es cekek.
Spontan Chika dan Vivi melepaskan pegangan tangan mereka. Mereka buru - buru duduk. Chika menjatuhkan tubuhnya di kursi. Lla sudah menunggunya.
"Lo ngga kenapa - kenapa kan semalem?" tanya Lala menyanyakan soal tabrakan. Ia baru dikabarkan tadi pagi.
"Jidat gue doang rada jenong kena air bag."
Lala menyingkirkan rambut di kening Chika, "Memar dikit, Chik..."
"Yang banyak ya mobil gue weh. Parah." Chika geleng - geleng.
"Bokap sama nyokap lo ngamuk tuh mobilnya rusak?"
Chika ngakak, "Kalo gue yang lecet, baru gue yang diamuk."
"Masuk akal sih. Anak kesayangan. Lagian lo ngapain sih tiang listrik diem ditabrak?" tukas Lala tanpa maksud bercanda.
"Abis gue kezel banget zuzur weeh..." Wajah Chika berubah serius.
"Kesel sama siapa, Chik?" Lala kepo. Mengubah posisi duduk. Ingin mendengar cerita Chika. Sepertinya akan panjang curhatnya.
"Gue tungguin kaga nyebrang - nyebrang tuh tiang listrik. Gue kesel, gue tabrak aja weeh!" Chika puas terkekeh menampakkan gummy smile-nya. Dari jauh seseorang yang melihat makin terpesona akan hal itu.
"Gue yang kesel sekarang, Chik. Sumpah!" Lala mendengus. Alisnya berkerut. Chika belum selesai kekehannya. Meski begitu, Chika adalah teman yang menyenangkan.
°°°
Chika menyambangi kelas Mira saat istirahat. Dari kejauhan Mira dan Dey sedang ngobrol berdua. Tapi saat Chika mendekat, Mira beranjak pergi tanpa melirik dan tak membalas sapaan Chika saat berpapasan. Mata Chika mengikuti arah pergi Mira. Raut wajahnya sedih.
"Amir, mo kemana lo?!" panggil Dey, membetulkan letak kacamata.
"Berak!" jawab Mira ketus.
Chika duduk di kursi depan Dey, wajahnya jadi sedih mendengar intonasi bicara Mira, "Mira masih marah ya sama aku?"
"Kaga, biasalah dia. Gengsian," Dey mengelak, menyandar di tembok, kakinya dinaikkan di kursi, "Eh, keadaan lo gimana?"
"Baik kok." Wajah Chika tetap menghadap keluar, berharap Mira kembali, "Makasih ya, Dey, semalam udah ditolongin. Ngerepotin."
"Santuuuy," Dey menaik turunkan alisnya, "Eh, Chik..."
"Iya, Dey..." Chika mengangkat wajahnya menghadap Dey.
"Maklumin Mira. Di bar kadang tingkah ciwi - ciwi seumuran kita banyak yang ngeselin."
"Chika ngeselin ya?" Wajah Chika kembali menunduk sedih. Menuduh diri sendiri.
"Bukan gitu. Yang namanya dihina, direndahin, ditaksir, diremehin, digrepe itu biasalah. Orang kalo dah hang over mana bisa mikir sih? Mira-nya suka sama ratain. Kebawa emosi."
"Tapi Chika ngga ngeselin kan? Chika udah minta maaf ke Mira." Chika terdengar seperti anak kecil yang merengek ketakutan.
"Mira sih yang ngeselin, asli. Marah - marah ga jelas bet." Dey berdecak.
"Aku harus gimana biar Mira baik?" Chika menggoyang - goyangkan telapak tangan Dey di meja.
"Diemin aja lah. Tar juga baik sendiri," jawab Dey meringis.
"Gitu ya?"
"Iyee..." Dey memberi penekanan.
Bel masuk berbunyi. Anak - anak kembali ke dalam kelas. Chika lekas mengubah posisi duduk menghadap papan tulis. Ia keluarkan sebuah buku dan tempat pensil dari dalam sebuah tas di atas meja.
"Chika?" Dey mencolek bahu Chika.
"Hah?" Chika menoleh ke belakang, "Apa?"
"Kelas lo sebelas A. Lo keluar pintu itu, jalan dikit ke sonoan lagi!" Dey menunjuk pintu keluar.
Chika menjidatkan telapak tangan, "Astaga, Chika lupa..." buru - buru ia beranjak berlari meninggalkan kelas Dey.
"Chika ngapa dah. Mabok Mira tanpa s kali yee?" Dey menggelengkan kepala.
°°°
Tbc
Siapa yang suka lupa?
Draft sudah di part 17 per hari ini, kalau vote bagus pasti saya lanjut terus mumpung on fire. Saya cuma butuh apresiasi vote dan komen. Terima kasih.
(^~^;)ゞ
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia [ChiMi] [END]
FanfictionDia yang mencari teman, cinta, dan keluarga. Bisakah dia menemukan ketiganya? Start : Wed, Feb 17, 2021