35. BILL

849 183 55
                                    

Aku terbangun di atas kasurku, di asrama Hufflepuff. Di luar sunyi, sangat sunyi hingga rasanya tidak wajar. Hal terakhir yang aku ingat adalah Ruang Kebutuhan, di mana aku melihat Draco di sana. Aku tersadar sepenuhnya bahwa akan ada sesuatu terjadi di dalam kastil, segera aku mengambil cerminku dan memanggil nama Fred berkali-kali. Namun Fred tidak juga muncul, bahkan cermin itu pun tidak berubah sama sekali, masih memantulkan wajahku di sana.

 
Aku beralih ke benda lain yang memungkinkanku mendapat bantuan. Koin DA. Pasti aneh masih berharap pada koin ini, namun aku tidak boleh putus harapan. Aku segera merogoh koper dan mencarinya. Benar saja, koin itu menghangat. Mungkin Hermione atau Harry telah menyadari sesuatu yang aneh akan terjadi.
 
Koin itu telah menuliskan lokasi pertemuan berikutnya, itu berarti ada pertemuan penting untuk anggota DA. Aku melihat Susan yang tengah bergelung dengan selimutnya, mungkin akan berbahaya jika aku membangunkannya, dia masih mengalami trauma berat karena Pelahap Maut membunuh bibinya.
 
Aku melewati ruang rekreasi yang sudah senyap, tidak ada siapapun yang mengerjakan PR hingga larut kali ini. Pertemuan kali ini di ruang bawah tanah, tempat di mana Firenze mengajar. Satu-satunya tempat di mana para guru tidak ingin menghabiskan waktu di sana dan sangat kecil kemungkinan Filch akan berpatroli di sana.
 
Ron, Hermione, Neville, Luna dan Ginny sudah berada di sana, Nampak terkejut melihatku muncul dari balik kegelapan.
 
“apa hanya kita yang menerima panggilan dari koin itu?” Tanya Neville.
 
“ini kelompok yang sama seperti terakhir  kali kita pergi.” Kata Luna.
 
“kemana Harry?” Tanya Neville.
 
“Harry pergi menemui Dumbledore.” Jawab Hermione.
 
“aku bertemu Harry di depan Ruang Kebutuhan sebelumnya.” Jawabku membuat semua orang melihatku ingin tahu.
 
“apa yang kau lakukan di sana?” Tanya Ron.
 
“aku dan Fred berencana melakukan sesuatu di sana,” jawabku mengangkat bahu, “namun aku bertemu Trelawney di sana, dia sepertinya ingin menyembunyikan botol-botol cherry-nya di Ruang Kebutuhan namun seseorang mengusirnya keluar dari sana.”
 
“Siapa?” Tanya Ginny.
 
“Draco.” Jawabku.
 
“KAU BERTEMU MALFOY?!” kata Hermione dan Ron bersamaan.
 
“Ssst!”
 
“apa Harry juga melihatnya?” Tanya Hermione.
 
“tidak, hanya aku.” Jawabku. “Harry pergi ke ruang Kepala Sekolah bersama Trelawney, dan aku berjaga di sana, di Ruang Kebutuhan.”
 
“kau bertemu langsung dengan Malfoy?” Tanya Neville.
 
“Ya,” kataku. “Sialnya, aku bertemu Draco, sepertinya dia sedang bahagia, entah apa yang dilakukannya di dalam sana. Anehnya, setelah itu, dia menarikku ke asrama memintaku untuk tidak keluar sampai matahari terbit dan setelah itu aku sudah berada di kamarku.”
 
“jadi, dia memang sudah merencanakannya.” Kata Ron.
 
“Baik semuanya,” kata Hermione. “kita harus bergerak cepat. Malfoy mungkin sedang melakukan sesuatu saat ini. Kita harus membagi tim. Ron, Ginny dan Neville, kalian akan berjaga di ruang kebutuhan. Ron, kau akan membawa Peta Perampok untuk memantau Malfoy. Aku, Luna, dan Safera akan berjaga di dekat kantor Snape.”
 
“kenapa harus Snape?” Tanya Neville.
 
“karena dia satu-satunya Pelahap Maut di dalam kastil ini.” Jawab Hermione cepat.
 
“Baik, bergerak sekarang!” kataku.
 
Kami segera perpencar menuju tempat kami masing-masing. Aku, Hermione dan Luna berdiam di luar kantor Snape. Tidak ada satu suara pun yang muncul di dalam sana. Entah Snape sudah tertidur di balik selimutnya atau memang ia sudah mengetahui rencana kami untuk berpatroli di sekitar ruangannya.
 
Lama kami menunggu di dalam kegelapan, tanpa adanya cahaya karena ruang bawah tanah Snape tidak memiliki jendela yang ramah seperti milik Hufflepuff. Ada suara tetesan air yang jauh entah dari mana. Tidak ada yang bersuara bahkan kali ini Luna tidak menggumamkan lagunya. Kami hanya merapatkan diri kami ke dinding sebisa mungkin tidak terlihat oleh siapapun yang akan datang.
 
Sudah hampir tengah malam sampai akhirnya kami mendengar langkah kaki kecil yang berlari dengan sangat tergesa-gesa ke ruang bawah tanah, melewati kami seakan kami hanyalah patung Gorgoyle dan menerjang masuk kantor Snape.
 
“Severus!” teriak Profesor Flitwick. “Cepat! Ada Pelahap Maut di dalam kastil! Kau harus ikut, jumlah mereka cukup banyak.”
 
Tidak ada balasan yang berarti dari Snape.
 
BAM.
 
Kami mendengar bunyi debam keras dan Snape berlari keluar ruangan dan tepat saat kami ingin mengintip apa yang terjadi di dalam sana.
 
“Aha!” kata Snape datar seakan sudah sadar bahwa kami selama ini ada di balik dinding kantornya. “Bagus kalian ada di sini. Aku ingin kalian mengurus Profesor Flitwick yang pingsan dan aku akan membantu melawan Pelahap Maut. Aku yakin kalian mendengar teriakannnya.”
 
Snape pergi begitu saja sementara kami menyerbu masuk ke dalam kantornya di mana Profesor Flitwick terbaring di lantai.
 
“Safera, kau bisa membangunkannya?” Tanya Hermione.
 
“Entahlah,”
 
Aku mencoba berbagai mantera, kepada Profesor Flitwick yang pingsan namun tidak satu pun yang berhasil membangunkannya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke atas meja Snape.
 
“aku akan mencari bantuan.” Kataku segera berlari menaiki anak tangga namun berhenti saat aku tepat mencapai puncaknya.
 
Pertarungan sedang terjadi di kastil. Secara besar-besaran, dari jendela kastil dibawah langit bertabur bintang, menggantung di langit atas sekolah, tengkorak hijau menyala dengan lidah ular, tanda yang ditinggalkan Pelahap Maut setiap kali mereka memasuki suatu bangunan atau setiap kali mereka habis membunuh. Seakan semua ini hanya khayalan dan semua suara teredam.
 
“SAFE!” teriak Lupin yang tengah melewatiku saat berduel dengan seorang Pelahap Maut berambut pirang dengan tubuh sangat besar. “BERGERAK!”
 
Dan saat itu juga aku menyadari tindakan bodohku yang hanya melihat pertaruangan ini. Aku segera berlari ke arah mana saja yang membuatku melihat Pelahap Maut. Neville tengah berjuang melawan satu diantara mereka dan aku segera bergabung.
 
“di mana yang lain?” Tanya Neville.
 
“menolong Flitwick pingsan.”
 
Neville terus menangkis sedangkan aku menyerang. Musuh kami berhasil terpental sementara aku mencari Pelahap Maut lain yang berada di kastil.
 
“COLATE!” teriak suara seperti gonggongan serak.
 
Aku mengalihkan pandangan mencari seseorang yang memanggil namaku. Seorang laki-laki tinggi besar dengan rambut dan kumis kelabu berantakan, jubah Pelahap Maut-nya tampak sesak dan tidak nyaman.
 
“Aku selalu menginginkan keluarga Colate yang angkuh menjadi salah satu kaumku.”
 
“Siapa kau?” tanyaku dengan tongkat mengarah padanya.
 
Dia berjalan mendekatiku, tanpa tongkat namun tangannya sangat kotor berkuku runcing dan panjang. Greyback. Dialah yang mengubah Lupin menjadi manusia serigala.
 
“aku akan menunjukkan siapa aku.” Katanya lalu berlari menujuku.
 
Tidak ada satu mantera pun yang dapat terlintas di otakku saat melihat gigi runcing muncul di balik senyumnya.
 
“NO!” teriak seseorang.
 
Greyback sudah sangat dekat denganku sebelum akhirnya pria seorang dengan rambut merah menghalanginya dengan tubuhnya sendiri. Tanpa ampun, Greyback menyerang pria itu dengan cakarnya tepat di wajah, membuat pria itu tersungkur sehingga aku dapat mengenalinya dengan jelas.
 
Greyback mengalihkan targetnya menuju pria itu yang terlihat jelas tidak dapat bergerak lagi. Greyback menarik kerahnya dan menggigit lehernya.
 
“BILL!” teriakku. “ALARTE ASCENDARE!”
 
Greyback terlempar tinggi ke langit-langit kastil, mencoba menggapai udara dengan percuma sebelum akhirnya dia terjatuh dengan bunyi debam yang sangat keras.
 
“KAU!” teriak Greyback saat akan berdiri untuk berlari menujuku.
 
“Everte statum!”
 
Greyback tertarik menuju dinding seakan ada seseorang yang melemparnya dengan sangat keras ke sana.
 
“Aku bersumpah akan membunuhmu saat aku sudah cukup umur untuk membunuh.” Kataku dan berlari ke arah Bill.
 
Bill sudah sangat parah, darah telah menutupi seluruh tubuhnya dan ia tidak bergerak.
 
“Bill, dengar aku!” aku berteriak memukul dadanya, mencoba membangunkannya.
 
“Kau tidak akan bisa membunuh Alpa klan-mu, Colate!” kata Greyback dari kejauhan. Dia sudah kembali berdiri dan menghampiri kami.
 
“Berhenti!” teriak suara lain. Draco berjalan mendekati aku dan Bill, menjadikan dirinya penghalang antara aku dan Greyback. “Kau bersumpah tidak akan menyerang Safera.”
 
“Tetapi aku diperbolehkan menyerang murid Hogwarts dan dia adalah salah satunya.”
 
“Tidak Safera.”
 
“apa yang menyebabkanmu menghalangiku?”
 
“Pangeran Kegelapan berjanji tidak akan membunuh Safera Colate jika aku brgabung dengannya.”
 
“Kau—“ aku menahan keterkejutanku. “Draco, tidak—“ aku meraih tangan Draco.
 
“Oh, yeah?” kata Greyback menunjukkan gigi runcingnya. “sayangnya, bukan aku yang berjanji.”
 
“Dia akan menjadi istriku saat Peangeran Kegelapan berkuasa dan tidak ada yang boleh membunuhnya karena itu.” Kata Draco membuat tubuhku lemas.
 
“dan saat dia menjadi istrimu, dia akan membunuhku karena itu aku akan mengubahnya.”
 
“kau juga tidak diizinkan untk mengubahnya.”
 
“baiklah, baiklah, lovebird.” Kata Greyback mengangkat kedua tangannya seakan menyerah. “kau yang harus menjaminnya, memastikannya tidak akan membunuhku suatu saat nanti.”
 
“Tidak akan.”
 
“Semua orang menginginkan gadis Colate ini.” Kata seorang perempuan kecil dengan tubuh kekar. “biarkan aku mengamankan calon istri dari satu-satunya penerus keluarga Malfoy yang berharga ini.” Dia mengarahkan tongkatnya padaku. Sebuah angin yang sangat kencang mendorongku menuju dinding.
 
“NO!” teriak Draco.
 
Aku memuntahkan segumpal darah dari mulutku, merasa bodoh karena terluka hanya dengan menghantam dinding.
 
Aku melihat perempuan itu mendorong tubuh Draco untuk menyuruhkan berjalan. Draco merubah wajahnya menjadi bengis dan perih, menginjak tubuh Bill sebelum menaiki tangga menuju Menara Astronomi. Dia melihatku sejenak.

I will neve to be your f*cking wife.

ACCISMUS Where stories live. Discover now