BONUS CHAPTER IV: Memilikinya

370 78 9
                                    

Draco sadar betul seharusnya ia mengurung Zacharias Smith di Lemari Penghilang yang sedang ia perbaiki. Seharusnya ia menjadikan Smith percobaan hidup pertamanya, atau setidaknya ia harus memberikan kutukan mulut bebek pada anak Hufflepuff satu itu. bagaimana ia memberikan komentar negatif kepada tim Quiddicth asramanya sendiri?
 
Draco menggeleng tidak mengerti, mengalihkan pandangan yang tadinya menatap Smith menjadi ke lapangan. Tidak, matanya tidak berusaha mencari Quaffle yang sekarang entah berada di mana, bukan juga mencari Snicth yang keberadaannya tidak diketahui bahkan oleh kedua Seeker asrama. Ia hanya melihat Safera yang sekarang sibuk meneriaki Beater timnya, yang Draco lupa siapa namanya. Sepertinya kedua Beater timnya akan setuju dengan Draco jika ia mengusulkan memukul Smith dengan Bludger.
 
Safera seperti biasa, sangat berkarisma di lapangan. Ia memimpin Chaser timnya untuk melakukan Hawshead Attacking Formation, namun sapu salah satu temannya melambat, kembali membuat Draco mengutuk dalam hati. Hufflepuff tidak boleh kalah.
 
Satu setengah jam kemudian, peluit berbunyi menandakan pertandingan telah usai. “Shit!” Draco tidak dapat menahan umpatannya. Dia mencari-cari siapa yang berhasil menangkap Snicth karena dia sendiri hanya sibuk memperhatikan Safera dan ia tahu Safera belum cukup memasukan banyak Quaffle agar Hufflepuff dapat memenangkan pertandinagn ini. Dua ratus delapan puluh banding dua ratus empat puluh. Ravenclaw memenangkan pertandingan kali ini.
 
BUGH.
 
Sebuah hantaman keras terdengar di tribun komentator. Smith terkena hantaman keras Bludger yang dipukul oleh kedua Beater Hufflepuff secara bersamaan.
 
Draco hanya melihat Smith sekilas tersenyum bangga, walaupun yang menyerang Smith bukanlah dia sendiri. Mata Draco kembali mencari Kapten Hufflepuff, ia melihat Safera turun dari sapunya setelah semua anggota timnya mendarat, punggungnya merosot kecewa. Gadis itu melihat keliling lapangan, ke arah dua tribun berwarna kuning, para pendukungnya.
 
Draco menaikkan Omniocular ke matanya untuk melihat Safera lebih jelas. Memperbesar wajah gadis itu seorang. Safera tersenyum ke tribun penonton, para pendukungnya masih berteriak padanya, memberikan luapan semangat yang membuatnya tidak putus asa. Gadis itu tersenyum, dengan pelan bibir Safera mengucapkan sesuatu sebelum akhirnya ia masuk ke ruang ganti Hufflepuff.
 
Draco memencet tombol putar ulang pada Omniocular-nya untuk melihat gerakan bibir Safera, lalu mengaturnya dalam mode lambat.

“Terima kasih sudah mendukung kami.”

Draco yakin itulah maksut dari gerakan bibir Safera tadi. Entah mengapa tubuhnya mulai menghangat, kupu-kupu beterbangan di dada Draco, dan senyum mulai menghiasi bibirnya.
 
“aku benar-benar ingin mendapatkanmu, Safera.”
 

***


Draco membuka ruang ganti tim Quiddicth Hufflepuff  pelan, ia yakin Safera masih ada di sana. Ia mengintip dari sela pintunya. Benar saja, masih ada dua gadis di sana. Mereka mengulurkan kedua kaki mereka di atas kursi panjang yang dapat menampung empat orang. Salah satu dari gadis itu membelakangi pintu, sepertinya tidak perduli atau tidak sadar jika pintu ruangan mulai terbuka. Sedangkan gadis lainnya, sudah menatap Draco bingung. Draco dengan percaya diri melangkahkan kakinya masuk.
 
“aku kira kau salah masuk pintu.” Ucap gadis yang menatap Draco. Draco menatap punggung Safera yang membelakanginya. “ruang ganti Slytherin ada di seberang lapangan.”
 
Safera membalik punggungnya, menatap Draco dengan penuh tanda tanya dan keterkejutan. Draco masih terdiam tidak mengalihkan pandangannya.
 
“Aku akan membawa sapu Gordon ke Profesor Sprout.” Kata teman Safera yang lagi-lagi Draco lupa namanya, sepertinya gadis itu mengerti maksut pandangannya pada Safera. Dia mengambil sapu yang bersandar di dinding ruanganan, sapu itu bergetar tidak jelas walaupun tidak ada yang menyentuhnya, kemudian ia dan sapu bergetar itu melewati Draco dan meningalkan ruang ganti.
 
“kau ingin bertemu denganku?” tanya Safera tidak merubah posisi duduknya.
 
“Ya.” Jawab Draco menutup pintu di balik punggungnya. “kau sudah berkerja keras hari ini.” Kata Draco lagi sambil mendekati Safera dan menyodorkan botol Butterbeer pada gadis itu.
 
“kenapa kau selalu datang dengan botol Butterbeer?” canda Safera dengan tawa renyahnya.
 
Jantung Draco kembali  tersengat mendengar tawa Safera, kupu-kupu beterbangan di perutnya memberikannya rasa nyaman yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ah, sial. Pikiran Draco akan buyar hanya dengan mendengar tawa itu.
 
Tiba-tiba Safera menghentikan tawanya lalu melihat Draco dengan terkejut. “apa baru saja… kau…”
 
“kau yang membuatnya goyah.” Kata Draco, entah mengapa dia bangga dengan reaksi yang terjadi pada tubuhnya hanya karena Safera.
 
“oh, thanks,” Safera mengambil botol Butterbeer di tangan Draco dan meminumnya dengan cepat, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Dia hanya Draco, tapi mengapa bisa segugup itu?
 
“jangan khawatir, aku tidak akan merebutnya.” Kata Draco, menahan tawa melihat Safera yang salah tingkah. Ia melihat ruang kosong di belakang gadis itu, masih ada dua slot kursi dibalik punggung Safera membuatnya tergoda untuk duduk di belakangnya. “aku tidak akan meminumnya, jadi kau bisa minum dengan tenang.” Kata Draco lagi, tidak sadar bahwa Safera terkejut melihatnya duduk di belakangnya alih-alih di barisan kursi kosong di depannya.
 
“apa yang kau lakukan di sini?” tanya gadis itu. entah kemana maksut pertanyaannya namun Draco tetap mengerti maksut Safera.
 
“aku ingin melakukan ini.” Draco menaikkan kedua kakinya ke atas kursi, tepat seperti apa yang Safera lakukan saat ini. Kemudian, ia menyandarkan punggungnya ke punggung gadis itu membuat Safera menunduk untuk menahan berat tubuhnya.
 
“apa yang kau lakukan?” tanya Safera panik.
 
“lemaskan punggungmu.”
 
“Jangan seperti ini!” Safera menggerakkan punggungnya ke kanan dan kiri, berusaha membuat Draco terlepas dari punggungnya.
 
“sekali saja,” kata Draco pelan, entah kenapa hatinya teremas menerima penolakan Safera. “...please.”
 
Safera membeku dalam usahanya menolak Draco. Perlahan tapi pasti Draco dapat merasakan bahu Safera melemas dan mulai menyandarkan punggungnya ke punggung Draco.
 
“apa aku harus terus memohon agar kau melakukan yang aku mau?” tanya Draco. Ia bahkan rela memohon pada gadis itu untuk terus di sampingnya, menguatkannya.
 
“kau tahu? Aku rasa kau  sudah berubah banyak sejak kita memutuskan  untuk memanggil nama akrab satu sama lain.”
 
“begitukah?” tanya Draco, menyandarkan kepalanya terlalu ke belakang sehingga ia bisa bersandar di bahu kanan Safera. “senang rasanya memiliki sebuah sandaran.” Gumamnya lebih untuk dirinya sendiri.
 
Hening. Baik Draco maupun Safera tidak mengatakan apapun, sibuk dengan pikirannya sendiri. Draco memenuhi kepalanya dengan rasa nyaman yang ditimbulkan oleh punggungnya dan punggung Safera yang saling menopang, serta kenyamanan kepalanya yang bersandar di bahu kecil gadis itu.
 
“aku dengar kau masuk ke dalam Klub Slug.” Kata Draco memecah keheningan.
 
“Ya.” Jawab Safera singkat.
 
“Slughorn akan mengadakan Pesta Natal dan para anggota diperbolehkan membawa teman mereka.”
 
“Yeah, aku hampir melupakannya.” Draco mengingatkan Safera kembali tentang keharusannya membawa teman untuk Pesta Natal. Safera harus merencanakan sesuatu untuk menghindari pesta itu.
 
“kau sudah menemukan pasanganmu?”
 
“belum,” jawab Safera, Draco menghembuskan napas lega. “untuk saat ini.” Sambung Safera lagi. Yeah, untuk saat ini, karena ia tidak berencana datang ke pesta itu.
 
“kau tidak berniat mengajak siapa pun?”

Tidak ada nama yang terlintas di pikiran Safera. Entah siapa yang mungkin akan ia ajak. Mungkin teman satu asrama dengannya. “untuk saat ini, mungkin Ernie atau Justin.” Kata Safera akhirnya. “atau kau mau pergi denganku?” tanya Safera ringan, mengajak teman terdekat adalah pilihan terbaik.

“kau mengajakku?” tanya Draco tidak percaya. Sebuah rasa bahagia menguar dari tubuhnya tanpa bisa dicegah.
 
“Yeah, aku belum tahu apa aku bisa mengajak seseorang di luar kastil.” Ralat Safera. Di luar dari teman-temannya, Safera tidak boleh lupa untuk mengajak Fred atau Fred akan mengamuk sepanjang liburan musim dingin.
 
“Maksutmu?” tanya Draco berpura-pura bodoh untuk mengerti maksut Safera.
 
“Yeah, aku ingin mengajak Fred, maksutku, dia mungkin akan bersikeras untuk memasuki kastil jika tahu aku membutuhkan pasangan untuk Pesta Natal.”
 
Bahu Draco melorot kecewa. “aku hampir saja melupakan itu.”
 
“Apa?”

“bahwa Fred memilikimu.”

Draco menyesalinya, ia menyesali kehidupannya selama enam tahun di Hogwarts. Apa yang ia lakukannya selama enam tahun sehingga ia membiarkan Fred memiliki Safera? Bisakah ia menggantikan posisi Fred walau hanya sementara?

*******

Kalian nggak pusing kan sama bonchap? Maksut aku, biasanya kan bonchap kayak cuplikan selanjutnya setelah buku tamat, tapi kalo ini kayak BTS dari sudut pandang Draco gitu walaupun tetep nggak akan ngerusak bonus cerita.
Tapi, sepertinya aku juga bikin bonchap ada kejutannya, hehe.

ACCISMUS Место, где живут истории. Откройте их для себя