Bagian 2

19K 2.5K 365
                                    

Mulutmu memang mengatakan tidak. Tapi jauh di dalam lubuk hatimu, sangat ingin kan?

Saat ini, Belvina berada di dalam toilet. Ia berdiri di depan cermin besar menatap dirinya sendiri dengan tatapan miris. Ia mengingat perkataan Echa pada saat mereka di kantin tadi. Alasan mengapa Echa tidak pernah memihak terhadap perasaannya.

"Maksud Echa di kantin tadi apa ya. Be ... beda?" Monolog Belvina. Ia masih setia menatap pantulan dirinya di cermin besar tersebut.

"Beda agama mungkin," ucapnya lalu terkekeh pelan. Ia membasuh mukanya di wastafel kemudian melapnya menggunakan tissue lalu kembali menatap ke arah cermin. "Kalo emang gue sama Daniel beda agama, harusnya Daniel bilang dari awal dong. Biar gue gak terlalu berharap, dan bisa pergi dari dari kehidupannya. Karena kalau emang gue sama Daniel beda agama, ujung-ujungnnya semua usaha dan perjuangan gue sia-sia." Lagi dan lagi, cewek itu berbicara pada dirinya sendiri.

Belvina memutuskan untuk keluar dari toilet karena bel masuk sebentar lagi berbunyi. Pada saat ia membuka pintu toilet, pintu yang ada di depannya juga ikut terbuka. Ternyata ada Daniel yang keluar dari pintu tersebut.

Pandangan Belvina lurus menatap Daniel. Rambut basah milik cowok itu semakin meningkatkan kadar ketampanannya membuat Belvina tidak fokus dan tersandung oleh kakinya sendiri.

Refleks, Daniel menangkap tubuh Belvina yang jatuh ke arahnya. Jarak keduanya sangat dekat. Jantung Belvina yang seakan ingin melompat dari tempatnya. Pasalnya, ini adalah pertama kali ia bisa sedekat ini dengan Daniel. Sedangkan Daniel, jelas ia sangat bahagia bisa sedekat, dan bisa menatap mata indah milik Belvina. Mata yang sudah mengeluarkan ribuan tetes air mata akibat dirinya. Namun, kebahagiaan itu pupus ketika ia mengingat kenyataan.

Daniel melepaskan tangannya saat Belvina bangun dari pelukannya. Ia hanya menatap gadis itu sekilas lalu pergi dari sana.

"Ih Daniel tungguin!" teriak Belvina lalu menyusul Daniel.

Belvina berusaha menyeimbangkan langkah kakinya dengan langkah kaki milik Daniel. Gadis itu kewalahan. Langkah kaki Daniel sangat lebar dan cepat.

"Daniel jalannya pelan dong. Kan aku capek ngejar kamu. Kaki aku juga masih sakit gara-gara kesandung tadi," ucap Belvina yang masih mengejar Daniel.

Daniel berhenti, ia menatap Belvina yang kini sudah ada di hadapannya dengan nafas yang sedikit ngos-ngosan.

"Yang nyuruh lo buat ngikutin gue siapa emang? Mending lo pergi!" ketus Daniel, lalu kembali melangkahkan kakinya.

Belvina menghela nafas, masih ingat kan? Belvina bukan gadis yang cepat menyerah. Walaupun sudah di suruh pergi, gadis itu tetap mengikuti Daniel. Lagian juga, ini 'kan jalan menuju kelasnya.

"Daniel nanti pulang bareng mau enggak?" ajak Belvina.

"Gak," tolak Daniel.

"Ih kok gitu! Nanti mama enggak bisa jemput, soalnya mama mau ke kondangan temannya," rajuk gadis itu. Ia memanyunkan bibirnya.

Daniel menoleh, menatap Belvina dari samping.

'Imut banget jodoh orang' batin Daniel. Tanpa sadar, sebuah senyum kecil terbit di wajahnya. Namun, dengan cepat ia kembali mendatarkan ekspresinya sebelum Belvina melihatnya.

"Terserah gue gak peduli," ujar Daniel.

"Daniel kok gitu sih. Jahat banget sama aku. Daniel tega sama aku!" Belvina mendengus. Ia sangat kesal dengan cowok yang berada di sampingnnya saat ini.

Daniel kembali berhenti. Ia memojokkan Belvina di dinding samping tangga. Tangan kanannya mengurung tubuh Belvina. Sedangkan tangan kirinya, menekan kedua pipi gadis itu.

BEDA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang