0.7

3K 439 23
                                    

Rahang Cleo menegang, tangannya terkepal, entah mengapa; dia sangat membenci kehadiran Ella. Terutama Ella sedang membela Adhisa.

Ella mendecih, melipat tangannya, “Gue paham, lo sulit percaya ke Adhisa karena emang dia selalu berurusan sama pacar lo. Tapi kali ini Adhisa bareng gue, lo gak ada alasan buat nuduh dia.”

Belum sempat Cleo berdalih, Ella melemparkan bom lain pada Aluna, “Buat lo, jangan naif. Lo bisa jelasin kejadian asli tanpa buat orang lain jadi korban dari keegoisan lo.”

Sebagai penonton, Ella sangat muak, memang sedari awal membaca novel pun——Ella membenci kehadiran Aluna, tidak realistis, Aluna bukan putri negeri dongeng dengan kepribadian naifnya, novel juga bergenre modern, tidak logis ada manusia semunafik dan naif seperti Aluna.

Beberapa kali memperhatikan potongan alur secara nyata pun, Ella sudah menarik garis, novel sampah dengan alur sampah. Ella memang sama sekali tidak menganggap bahwa orang-orang di sekitarnya adalah orang asli, Ella beranggapan mereka semua hanya sekedar karakter tidak bernyawa.

Namun kini, Ella merasa sangat tidak adil jika Adhisa mendapat gunjingan lain padahal tadi mereka baru saja bertemu. Sedikit kemungkinan Adhisa sudah terlebih dahulu merundung Aluna.

Di belakangnya, Adhisa tercenung, menggigit bibir, baru kali ini, untuk pertama kali Adhisa mendapat pembelaan. Melihat punggung Ella, Adhisa merasa sedikit aneh. Mengapa Ella mau repot membantunya? Mereka, kan, baru kenal? Atau jangan-jangan sama sekali tak saling mengenal?

Bukan itu saja, kemarin Ella memberikan nasihat yang selama ini tidak pernah Adhisa dengar. Banyak orang menyuruhnya untuk merebut kembali apa yang harus menjadi miliknya, mereka semua bilang bahwa Adhisa harus memiliki Cleo, Aluna tak pantas untuk Cleo.

Ella malah berkata sebaliknya.

“ ... Cleo, aku---aku udah gak apa-apa.” Gumaman Aluna terdengar, suaranya lirih.

Alis Ella menukik, dia berdecak, “Lo gak bisa jelasin? Jangan buat salah paham terus, lo tega ngelihat saudara kandung lo di gunjing satu sekolah? Padahal bukan salahnya, lo emang munafik, ya?” Ella menyerang, belum selesai sampai situ, “Bahkan kejadian lo nabrak gue dan berakhir gue di maki pacar lo aja, lo gak ada minta maaf, gila ya.”

“Beberapa waktu lalu juga, saat lo di rundung——bisa-bisanya gue yang gak ada sangkut paut kena maki juga, lo suka lihat orang lain jadi pelaku padahal sebenernya korban, ya? Gak waras.” Cercaan Ella membuat dengungan bisikan terdengar, banyak para siswi berbisik-bisik menyetujui perkataan Ella.
Cleo meradang, dia menatap tajam wajah Ella, “Jaga mulut lo, Kalingga!”

Ella membalas tatapan Cleo, berdecih sekali lagi, tanpa menjawab perkataan pemuda itu; Ella menarik Adhisa menjauh. Percuma saja.

Dan akhirnya, Ella menyesal.

Ella sangat amat menyesal, suasana tidak nyaman, keduanya sama-sama diam membisu. Adhisa menikmati keheningan sedangkan Ella menyumpah serapahi dirinya sendiri, lagi-lagi melakukan hal bodoh tanpa perhitungan. Jika begini; Ella ingin tidur di bawah ketek Raven saja rasanya.

Adhisa melirik Ella, dia memandangi wajah gadis itu, “Sok pahlawan, lo.” Sungutnya. Mendengar hal tersebut, Ella mengerutkan wajah, “Dasar, gak tau terima kasih!” balasnya.

Setelah mendengar jawaban Ella, Adhisa berdiri, menuding wajah Ella, “Gak usah sok kenal lagi, lo!” pekiknya marah kemudian Adhisa pergi. Membiarkan Ella tercenung heran dan lumayan kesal.

Nemesis [Hiatus]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن