Prolog

12 1 1
                                    

   Senia Helzaura, perempuan  riang nan aktif yang masih menikmati masa kanak-kanaknya. Kini berubah menjadi pemurung dan pendiam. Dunianya duka lara yang tersisa. Ia tak mau lagi merasakan jatuh cinta pada laki-laki. Setelah ditinggalkan Papahnya, selang beberapa tahun Reynaldi—sahabat laki-lakinya ikut pergi dari hidupnya.

      “Rey, aku pikir kamu adalah sosok laki-laki seperti pengganti Papahku. Ternyata kamu sama saja seperti Papah. Meninggalkan aku.” Senia bergumam lirih. Hatinya berkecamuk. Untuk ke sekian kalinya ia merasakan kehilangan seseorang dalam hidup.
 
     Saat menginjak masa putih abu-abu, Senia begitu tak mengacuhkan laki-laki. Sikapnya yang dingin membuat tak seorang pun berani mendekatinya—kecuali Nandieni—sahabatnya saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Satu-satunya sahabat yang selalu menemaninya hingga kini. Mungkin dia juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Senia masih ingin memperjuangkan hidupnya—setelah Mamahnya. Kedua perempuan itu—Nandieni dan Mamahnya adalah orang yang berarti dalam hidup Senia. Mereka seakan menopang hidupnya; memberi secercah binar dalam dunianya yang kelam; menjadi penyemangat untuk menjalani kehidupan. Luka lama itu sudah terpendam dalam-dalam.
 
     Namun hukum alam, siapa yang bisa menerka? Semua terjadi tanpa diduga. Papahnya Nandieni ditugaskan di Kalimantan. Dengan berat hati, Nandieni pun harus ikut pindah. Sungguh berat sekali menerima kenyataan ini. Nandieni masih ingin tetap bersama dengan Senia, entah hingga kapan. Namun hidup, tidak selalu bersama bukan?

    
 
     “Apakah semua yang datang hanya untuk singgah?” —Senia

SinggahWhere stories live. Discover now