Pertemuan

1 0 0
                                    

      “Mau bareng enggak?” Laki-laki bermotor ninja membuyarkan lamunanku.
      Ia berhenti di hadapanku. Menawarkan tumpangan untukku. Tanpa membuka helm, aku pun sudah tahu dia siapa. Satu sekolah juga sepertinya mengenali dia.
       
      “Enggak!” jawabku singkat. Berlalu kembali jalan meninggalkannya.
Tiba-tiba, hujan turun deras. Untung ada halte yang tak jauh dari luar sekolah. Kurang lebih hanya membutuhkan sepuluh langkah dari tempatku saat ini menuju halte.
       Aku berlari. Setiba di halte, ternyata cukup banyak orang yang berada di halte: entah untuk menunggu, meneduh, atau memakai jas hujan.

       Laki-laki itu juga ikut meneduh di halte. Mungkin ingin memakai jas hujannya. Ah! Entahlah, aku tidak peduli.
 
       “Mau pulang bareng enggak? Hujannya deras banget.”  dia berdiri di sampingku, dan menawarkannya lagi.
   
      “Enggak!” Aku menolak lagi.
Tidak terasa, mungkin sudah hampir tiga puluh menit aku di halte. Hanya menyisakan beberapa orang saja. Ada yang sudah dijemput, atau menerobos hujan dengan jas hujan. Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, hujan reda seketika. Orang-orang yang meneduh tadi, tanpa lamat-lamat langsung beranjak dari halte mengendarai motornya.
  
      “Pulang bareng yuk! Khawatirnya, hujan turun lagi.” saat aku ingin segera beranjak dari halte. Dia menawarkan kembali.
 
     “Bisa pulang sendiri kok.” Aku menolaknya lagi.
        Aku tidak suka didekati laki-laki. Niat dia baik dan tulus. Tapi akunya saja yang terlalu dingin pada laki-laki.














***

     

   





SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang