Bab 40. Akhir perseturuan

47 8 0
                                    

"Ra, lo tadi sama Rayn lama banget nganterin bukunya, atau jangan -jangan ngomongin gue dulu yah?" Luna secara tiba- tiba mencondongkan wajahnya ketika Amara baru saja duduk di kursinya, suaranya agak pelan tapi dari nadanya terdengar sangat penasaran.

"Ih, ngapain juga ngomongin lo," tampik Amara sambil tersenyum mengejek.

"Ya siapa tahu," Luna mengangkat bahunya sekilas melirik Rayn yang duduk tepat dibelakangnya.

"Nggak lah Lun, yang Rayn itu cuma ngomong katanya lo tuh cantik banget," ucapnya tersenyum penuh arti.

Amara sengaja berbohong, sebenarnya Rayn tidak berkata seperti itu, ia hanya ingin tahu saja bagaimana reaksi Luna, karena menurutnya sahabatnya itu selalu saja kepo tentang Rayn, dan itu artinya kemungkinan besar saat ini Luna sedang sedang naksir Rayn.

"Yang benar, Ra!" jerit Luna histeris, sehingga tanpa sadar Maya yang sedang menulis di sampingnya langsung menoleh terkejut.

"Lo kenapa sih, Lun?" Maya menepuk pipi Luna sambil memelototinya dengan gemas.

Amara terkekeh sambil menutup mulutnya dan berkata, "Luna lagi kesambet, May."

"Kesambet apa, Ra?"

"Kesambet cowok ganteng."

"Oh ya... ck..ck.. sejak kapan Lun?" Maya berdecak sambil mengeleng -gelengkan kepalanya.

"Mau tahu aja lo," Luna dengan ketus langsung menjawabnya sambil membuang muka.

Melihat tingkah Luna, dengan kompak kedua sahabatnya tak bisa lagi menahan tawa mereka.

"Hei kalian kenapa sih ketawa - ketiwi gitu?" Imel yang dari tadi sibuk mencatat tiba -tiba menoleh dari samping Amara.

Namun, sayang sekali pertanyaan Imel tidak akan pernah terjawab, karena saat ini Bu Ratih sudah berdiri di depan kelas dan bersiap memberikan materi pelajaran.

---------

"Eh, gue punya gosip baru nih! Katanya sebentar lagi Bu Nindi mau nikah?" ucap Luna ketika mereka sedang berjalan menuju kantin.

Luna memang selalu saja tahu gosip terbaru di sekolah, karena itulah Maya selalu menjulukinya sebagai cenayang, semua yang update selalu berasal darinya, dan darimana ia bisa tahu semuanya, darimana lagi kalau bukan dari teman -teman cheerleadernya yang terkenal dengan kekepoan mereka akan gosip terupdate.

Maya dan Imel yang berjalan disisi kiri dan kanan langsung menoleh kaget menatap wajah Luna. "Hah lo tahu dari mana?" seru Imel dan Maya dengan kompaknya.

"Ya, lo tahu dari mana," Amara juga merasa penasaran darimana Luna bisa tahu jika Bu Nindi akan segera menikah, apalagi dia belum memberitahu ketiga sahabatnya soal hubungan papanya dan guru kelasnya itu.

"Gue juga dari Tasya sih dapet infonya, waktu itu si Tasya sama teman sekelasnya lagi ngerapihin ruang penyimpanan alat -alat olahraga, mereka nggak sengaja nguping obrolan beberapa guru yang lagi gosipin Bu Nindi, terus katanya lagi Bu Nindi sama pacarnya akan segera menikah nggak lama lagi," tutur Luna agak pelan.

"Wah! kira - kira siapa yah calon suaminya Bu Nindi, gue penasaran nih," ucap Imel sambil mengerutkan keningnya.

Amara yang mendengarkan hanya diam tak berkata apa - apa, hatinya benar- benar ingin tertawa sepuasnya melihat ketiga sahabatnya yang memang tidak tahu apa- apa, sepintas ia ingin menceritakan semua tentang Bu Nindi dan papanya, tapi tetap ditahannya biar jadi kejutan buat mereka nantinya.

Tiba - tiba dari arah taman belakang terdengar teriakan beberapa orang murid, sepertinya mereka sedang menyaksikan ada keributan di sana.

Pada akhirnya mereka pun segera berlari ke sana karena penasaran.
Ketika mereka tiba di sana, terlihat kerumunan yang terdengar riuh membentuk sebuah lingkaran, dan saat mereka melihat ke tengah- tengahnya, di sana tampak Riki dan Panji tengah bersitegang, tangan mereka saling mencengkram kerah baju satu sama lain.

Amara yang melihatnya terbelalak kaget, sedangkan Maya langsung berlari sambil berteriak dan memegangi tangan Panji, dan secara repleks tangannya mendorong tubuh kakaknya dari tubuh jangkung Riki.

"Kak... stop kak, udah," Maya mencoba melerai dan menjauhkannya dari Riki.

Entah apa yang sudah terjadi di antara mereka berdua, yang jelas keadaan keduanya benar -benar terlihat kacau dan berantakan, dari sudut mulut Riki menetes darah segar, sepertinya akibat kena pukulan yang cukup keras. Sementara Panji mendapat luka yang juga sampai berdarah di pipi kiri tepat di bawah matanya.

"Kalian berdua kenapa bisa ribut begini? atau kalian mau jadi jagoan hah," Pak Wisnu selaku wakil kepala sekolah tampak berteriak menghentikan keduanya.

"Kamu juga, sebagai ketua OSIS, bukannya ngasih contoh baik malah terlibat perkelahian," masih dengan berteriak Pak Wisnu kemudian menggiring keduanya ke ruangan kepala sekolah, dan pasti akan memberi hukuman yang setimpal akibat membuat keributan di lingkungan sekolah.

Maya mengikuti dari belakang, wajahnya yang biasanya selalu ceria kini terlihat murung dan dipenuhi kekhawatiran, karena sudah pasti kakaknya akan menerima teguran dan juga hukuman.

Amara yang merasa bahwa sebab dua cowok tadi sampai berantam pastilah kelanjutan dari kejadian pagi tadi, karena pagi tadi itu kalau saja Panji tidak langsung mengajaknya pergi, pasti diantara keduanya akan terjadi saling pukul seperti sekarang ini.

Dia tidak menduga sama sekali, jika adu mulut di antara keduanya pagi tadi akan berlanjut menjadi baku hantam seperti sekarang, sampai membuat ribut satu sekolahan. Apalagi ketika melihat luka di bawah mata kiri Panji, ia jadi merasa sangat takut dan dihantui rasa bersalah, pastilah keduanya berantam karena dirinya. Memangnya apalagi permasalahan diantara kedua cowok itu jika tanpa ada alasan yang jelas.

Selanjutnya kerumunan pun satu persatu membubarkan diri, dan tinggallah Amara yang masih berdiri di sana bersama Luna dan Imel, yang terlihat masih diam di tempat mereka berdiri. Setelah menyaksikan apa yang sudah terjadi barusan, sepertinya mereka bertiga masih belum pulih dari rasa terkejutnya.

"Gue nggak nyangka kenapa yah Kak Panji sama Riki bisa sampai berantem kayak tadi," Luna tampak berpikir serius sambil menggigit jari telunjuknya.

"Iya gue juga kaget banget, kira -kira mereka berdua kenapa yah? ributin apa coba?" Kali ini Imel menimpali ucapan Luna tadi, juga dengan raut wajah penuh keheranan.

Amara tak tahu harus berkata apa, ia yang paling tahu permasalahannya, tapi dengan keadaan mereka seperti sekarang ini bagaimana ia bisa menjelaskan semuanya.
Sekarang ini hatinya tidak bisa tenang, ia tak bisa membayangkan hukuman apa yang akan diberikan untuk kedua cowok itu.

--------

Setelah jam istirahat berakhir, Maya sudah terlihat kembali lagi ke dalam kelas, jika dilihat dari wajahnya yang sudah kembali ceria, sepertinya ia tidak terpengaruh sedikitpun dengan keadaan Panji saat ini, seolah tidak pernah terjadi apa-apa dengan kakaknya itu.

"May, lo udah ada di kelas lagi, eh... tadi itu kenapa sih kakak lo sama Riki kok bisa berantam kayak gitu? Mereka itu punya masalah apa sih?" Luna yang sangat kepo langsung memberondongnya dengan pertanyaan. Ketiganya baru saja masuk ke kelas dan melihat Maya sudah duduk di kursinya.

Maya hanya memasang ekspresi datar, lalu mengangkat kedua bahunya dan berkata, "gue juga nggak tahu apa masalah mereka, gue sampai bingung kenapa kak Panji sampai berantem sama Riki, tadi waktu di interogasi sama Pak Wisnu juga mereka tuh nggak ada yang ngomong alasannya kenapa mereka sampai berantam kayak tadi." 

"Terus kak Panji kena hukuman apa?" kali ini Amara yang begitu khawatir dengan Panji tak bisa lagi menahan hatinya untuk bertanya tentang cowok itu.

"Mereka berdua kena skors selama tiga hari," jawab Maya sambil menghembuskan napas pelan.

"Oh...." ketiganya hanya menganggukkan kepala secara bersamaan, mungkin Luna dan Imel sedang membayangkan hukuman yang akan dijalani kedua cowok tadi, sedangkan dalam kepala Amara hanya membayangkan betapa sedihnya hati Panji mendapat hukuman tersebut.

"Oh iya, apalagi Riki, kan dia tuh ketua OSIS pasti dia kena hukuman tambahan deh," gumam Imel pelan.

Pada akhirnya Maya diam -diam menarik napas dalam -dalam dan berkata dengan serius, "tapi biarin deh, lagian ngapain pake berantam segala, tanggung sendiri risikonya."

Akhirnya tak ada lagi yang bertanya tentang kejadian tadi, sepertinya mereka sudah harus fokus dengan pelajaran selanjutnya. Akan tetapi itu tidak berlaku bagi Amara, saat ini hatinya masih terus memikirkan Panji.

.

.

RAHASIA AMARA [Tamat]Where stories live. Discover now