Bab 4. Tentang Om Arga

111 61 4
                                    

"Apa telingaku nggak salah dengar tadi?" mata Arga menatap ke arah Arya dan juga Amara bergantian.

"Kakakku ini sudah punya pacar lagi, berarti aku akan punya kakak ipar terus keponakanku ini juga akan punya mama baru dong!" lanjut Arga sambil menepuk-nepuk pundak Amara masih dengan tawanya.

"Ya gitu deh Om!" jawab Amara dengan cepat tak mau keduluan papanya kali ini. " Tapi Ara nggak tahu deh kelanjutannya entar kayak gimana?" sambungnya terkekeh sambil melirik papanya nakal.

"Atau bisa jadi ada yang patah hati lagi," ledek Arga tak mau kalah dengan keponakannya itu.

"Kita lihat saja nanti!" Pak Arya melirik arloji di pergelangan tangannya. "Sudahlah bisa telat kalau ngeladenin kalian berdua, dasar!!! paman sama keponakan sama gilanya," omel Pak Arya berlalu keluar meninggalkan dua orang yang tengah menertawakan dirinya.

Kini tatapan Amara tertuju ke pamannya yang masih duduk disampingnya." Om dari mana saja baru pulang jam segini?" tanyanya sambil menyendokkan nasi ke piringnya.

"Dari butiklah memangnya dari mana lagi," jawabnya enteng lalu iapun mengambil sepiring nasi dan lauk yang ada sudah tersedia di hadapannya dan langsung memulai makan malamnya.

"Belum makan yah? laper bener kayaknya," goda Amara saat melihat pamannya yang makan dengan lahapnya.

"Hmm...." Arga mengangguk pelan tanpa menoleh sedikitpun.

Kalau sudah melihat Om Arganya itu, entah kenapa Amara selalu merasa kagum sekaligus kasihan juga, ia kelihatan banget kerja kerasnya walaupun kakeknya menentang keras, dan tidak suka dengan profesi pamannya itu tapi ia tetap keukeuh pada pendiriannya karena menjadi seorang fashion designer adalah cita-citanya, dan kini sudah jadi bagian dari dunianya.

Arga memang memiliki butik sendiri, dan ia sudah mempunyai brand untuk setiap hasil rancangannya, disamping itu hasil rancangannya sudah dipakai banyak selebriti terkenal dan dari beberapa fashion show yang sudah diselenggarakannya, penghargaan sebagai seorang desainer terbaik sudah diraihnya.

Jadi di mata Amara, Om nya itu benar-benar seorang pekerja keras yang tak pernah mengandalkan kakeknya dalam semua usahanya.

Mungkin kakeknya dulu sangat berharap bila Arga bisa meneruskan perusahaannya, tapi nyatanya Arga tak tertarik sama sekali, dan lebih memilih jalannya sendiri dengan menjadi seorang desainer.

Arga memang sangat berbakat dan cukup terampil, melaui tangannya ditambah ide-ide briliantnya sudah banyak gaun dan baju yang indah telah terpampang di butiknya, dari pakaian wanita sampai pria, bahkan semua size dari mulai anak-anak sampai dewasa ia bisa membuatnya.

Apalagi untuk gaun pengantin, Arga jagonya dalam hal mendesain, sehingga tak jarang banyak kalangan selebriti maupun sosialita kenamaan selalu memesan dan ingin memakai hasil rancangan darinya untuk mengenang sebuah moment paling penting dalam hidup mereka, yaitu ikatan suci dalam janji sehidup semati alias pernikahan.

Tak terhitung banyaknya yang memesan gaun pengantin hasil rancangan tangannya, karena Arga sangat pintar berkreasi dan berinovasi dengan gaun rancangannya, sehingga pernah ada seorang selebriti ternama yang memesan hasil rancangannya, dan gaun itupun dibuat khusus satu-satunya untuk limited edition atas permintaan sang seleb tersebut.

Amara selalu merasa sungguh beruntung memiliki paman sehebat Arga. Meski terkadang ia selalu geli sendiri, soalnya pamannya itu sudah banyak merancang gaun pengantin untuk semua orang, tapi entah kapan ia merancang sebuah gaun untuk pasangannya kelak, karena setahu Amara pamannya masih sendiri sampai saat ini walaupun usianya hampir mendekati kepala empat.

Yah, sampai sekarang di usia 37 tak pernah ia melihat pamannya itu mengenalkan seorang perempuan, walau banyak perempuan disekelilingnya nampaknya belum ada yang bisa menarik perhatiannya. Sungguh berbanding terbalik dengan papanya yang suka sekali mencoba mendekati perempuan, walaupun pada akhirnya selalu saja tak pernah mulus dalam setiap hubungannya. Dua bersaudara tapi berbeda karakter yang selalu menyayanginya selain kakeknya itulah papa dan Om Arganya.


*****

Pagi itu, Amara sudah bersiap berangkat ke sekolah saat tiba-tiba ponselnya berdering dengan nyaring dan terlihat di layar ponsel sebuah panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya.

"Siapa sih pagi-pagi gini udah ganggu aja. Huh!!! biarin deh males jawabnya," gerutunya sendirian, lalu dengan gerakan cepat ia mengubah mode ponselnya menjadi silent, karena itu cara paling aman supaya tidak terganggu dengan suara deringnya.

Bisa saja salah sambung atau mungkin juga orang iseng yang suka acak nomor secara sembarangan, biasanya untuk mengelabui korbannya seperti yang sudah-sudah, karena semua nomor di kontaknya sudah dinamainya meskipun ada satu kontak dengan beberapa nomor yang berbeda.

"Kenapa gak diangkat?" tanya Arga yang tiba-tiba sudah berdiri disamping Amara, dan terlihat masih dengan piyama tidur di badannya sepertinya ia baru bangun dari tidurnya.

"Gak penting Om," jawab Amara pendek sambil masih membetulkan tali sepatunya.

"Ara, ayo berangkat sayang!" ajak Arya melewati Amara dan Arga yang ada di depan rumah. Lalu masuk ke dalam mobil yang sudah tetparkir dari tadi dan menyalakannya.

"Ya, Pa!" jawab Amara lalu membuka pintu depan mobil dan duduk disamping papanya setelah sebelumnya ia berpamitan pada Arga. Terlihat disampingnya, sang papa yang sudah duduk di depan stir, karena kang Entis-supir pribadi Arya-sedang pulang kampung, soalnya istrinya baru saja melahirkan.

Setelah itu, mobil yang dikemudikan Arya melaju dengan cepat membelah jalanan yang masih sepi karena memang masih terlalu pagi, tapi akhir-akhir ini Amara selalu meminta untuk diantarkan ke sekolahnya lebih awal supaya terhindar dari kemacetan. Juga datang lebih pagi membuatnya tidak perlu diganggu gank anak cowok, yang paling suka godain para cewek saat melewati gerbang sekolahnya.

Walaupun ia bukan termasuk dalam deretan cewek cantik, dan populer di sekolah, tapi ternyata masih tak luput juga dari aksi-aksi kejailan mereka. Kurang kerjaan banget yah mereka itu, harusnya daripada nongkrong gak jelas, mendingan masuk kelas duluan siapa tahu ada PR yang kelewat, kan bisa nyalin dulu, ah itu berlaku buat Imel pastinya.

Namun yang jadi alasan utamanya kenapa lebih pagi datang ke sekolah, ialah ingin segera memeriksa lokernya, dan berharap menemukan sesuatu disana seperti sebelum-sebelumnya.

Selang beberapa lama kemudian, mobil yang dikemudikan Arya sudah berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Keadaan masih sangat sepi bahkan hampir belum terlihat seorang murid yang melewati gerbang sekolah.

Amara keluar dari mobil setelah berpamitan pada papanya terlebih dahulu, ia berjalan dengan penuh semangat dan sebelum menuju ke kelas ia menghampiri lokernya terlebih dahulu.

Dan setelah sampai di depan loker miliknya, matanya tampak berbinar-binar seperti menemukan sesuatu yang sangat dinantikan.
Dan benar saja di depan pintu lokernya, terlihat sebuah amplop berwarna biru cerah, terlihat rapi sengaja ditempelkan disana, dengan pelan ia meraih amplop tersebut dari depan pintu lokernya bersama dengan setangkai bunga mawar yang sengaja diselipkan dengan amplop tadi.

RAHASIA AMARA [Tamat]Where stories live. Discover now