📚 Side Story : Kim Dokja 📚

783 71 8
                                    

15 Februari...

Tanggal yang paling dibenci Kim Dokja seumur hidup nya.

Karena, di tanggal kelahiran nya itu, kesialan terus saja menimpa nya.

Bahkan, ia berpikir bahwa kelahiran nya pun merupakan salah satu bentuk dari kesialan. Dan sekarang....

"... dingin..."

Sosok pria muda berumur sekitar 27 tahun berjalan dengan kepala menunduk dan tangan yang memeluk dirinya sendiri. Ia nampak kumal sekali. Dengan penampilan yang nampak kacau.

Rambut yang memanjang, tak di tata rapi, pakaian yang begitu tipis dan lusuh, celana panjang yang cukup tipis dan lusuh, keduanya tak mampu melindungi nya dari hawa dingin kota Seoul saat itu. Belum lagi ia hanya memakai sandal. Padahal cuaca hari itu begitu dingin.

Kruyuuukk

Perut nya terus saja berbunyi. Ia memegangi perut nya yang terasa kosong dan terus berbunyi minta diisi. Sudah seminggu ini, dia hanya terluntang-lantung tak jelas di jalanan.

Setelah orang tua nya meninggal dan ia ditinggal sendirian disini. Tak ada yang tersisa. Bahkan rumah pun raib dibawa penagih hutang, karena Ayah brengsek nya, sempat menggadaikan sertifikat rumah demi uang untuk berjudi. Dan sekarang?

Ia sengsara.

Pengangguran.

Pendidikan nya terbuang sia-sia.

Saat ini, ia hanyalah gelandangan.

Ia merogoh saku celana nya. Sebuah ponsel mati dengan charger. Sudah lama sekali ia tidak memainkan benda pipih itu. Sudah lama sekali...

Ia terkadang ingin memainkan nya. Namun, karena ponsel nya mati, dimana ia bisa mengisi daya? Bahkan jika menumpang ke restoran atau minimarket sekalipun, yang ada dia di usir.

Ia memasukkan dua benda itu ke saku celana nya dan terus melangkah dengan kepala menunduk dan keputusasaan. Bibir nya mengerut halus. Dingin, dingin sekali....

Hingga ia berhenti tepat di sebuah jembatan yang menghubungkan sisi sungai yang satu dengan yang lain nya.

Ia mendekat, menepi ke sisi jembatan itu. Ia menunduk. Melihat pantulan buram dan kelam langit sore itu dan sosok nya yang kurus, kering dan sangat lemah.

"... aku lelah..."

Dia berpikir, apa jika ia mati... semua penderitaan nya akan berakhir? Ia tak perlu terluntang-lantung tak jelas seperti ini, ia tak perlu khawatir akan keadaan esok hari nya. Bahkan, jika ia mati disini pun, pasti tak akan ada yang peduli atau bahkan menyadarinya, kan?

Entah ada dorongan dan naluri apa yang merasuki sosok pria muda itu. Ia secara perlahan naik ke area pembatas itu. Ia memejamkan mata nya erat. Hembusan angin yang menggigilkan tubuh dan jiwa nya terasa begitu jelas.

Disini begitu hening dan tenang. Tak ada seorang pun yang lewat!

Ini kesempatan bagus! Yah, ini kesempatan bagus-

Srattt

"Hei, kau sungguh mau mati?"

Pria muda itu tercengang saat sebuah tangan mungil yang halus namun hangat, menarik lengan nya kasar, sehingga, ia tertarik ke belakang dan karena terkejut, berpegangan erat pada lengan seseorang itu.

"Oh... lihat, kau masih memiliki rasa takut itu"

Suaranya datar dan tanpa emosi. Malahan penuh kemalasan dan ejekan kuat.

Mengerutkan kening nya, pria muda itu, secara perlahan, kembali ke tempat aman dan mendongak. Menatap orang kurang ajar yang mengejek nya barusan.

"...."

All About Us (ORV Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang