First and Last Love (MidoKuro)

1K 94 4
                                    

Sepuluh tahun setelah ia mencapai puncak kebahagiaannya, ia tak lagi bisa berbahagia. Hari-hari Tetsuya hanya dipenuhi kesepian tak berujung yang membuatnya ingin mengakhiri hidupnya. Berkali-kali ia berusaha melupakan cinta pertamanya karena ia menyadari bahwa mereka tidak akan pernah bisa bersatu.

"Bukankah itu sebuah ironi?" kata Tetsuya sambil menumduk dan mengayunkan segelas bir beralkohol rendah miliknya.

Temannya, Aomine Daiki, memandangnya dengan ragu. Rasanya ia kasihan pada Tetsuya. Seandainya ada Taiga di sini, pasti akan lebih mudah menghibur Tetsuya. Sayangnya lelaki harimau itu berada jauh di Amerika.

"Kenapa kau tidak mencoba mengatakan padanya lebih dulu? Aku masih memiliki kontaknya," kata Daiki.

Tawa nyaring terdengar. Tetsuya menyentuhkan jemarinya ke pelipisnya sedikit merasa frustasi. Sepuluh tahun ia memendam semuanya sendirian, rasa sakit dan kesedihan. Ia berusaha menjalani hidupnya dengan baik dan bekerja dengan keras untuk melupakan lelaki jangkung itu.

"Ini sudah sepuluh tahun, aku bahkan ragu dia masih mengingatku," bisik Tetsuya pelan.

Tetsuya berdiri dari duduknya diikuti pandangan dari Daiki. Rasa sesak memenuhi dadanya. Ia tidak sanggup untuk menahannya.

"Aku akan ke kamar mandi dulu," kata Tetsuya.

Daiki hanya mengangguk untuk menanggapinya. Tetsuya melangkah menuju kamar mandi. Ia harus membasuh wajahnya, menghilangkan rasa letih di seluruh tubuhnya.

"Dia pasti sudah menikah dan bahagia sekarang. Apa yang kau pikirkan Tetsuya?" ujarnya di depan cermin sambil menepuk-nepuk pipinya sendiri.

Tetsuya memandang pantulan dirinya sendiri di cermin dengan fokus. Matanya yang biru bulat itu terus melihat ke cermin. Sampai ia menangkap bayangan sosok tinggi berambut hijau di belakangnya.

"Oh hebat, sepertinya aku mabuk dan berhalusinasi sekarang," kata Tetsuya, kesal dengan dirinya sendiri.

Iya bahkan tidak sadar lelaki itu sudah berbalik melihatnya dengan tatapan aneh. Tetsuya yang terus mengomel pada dirinya sendiri dan menepuk-nepuk pipinya. Itu... menggemaskan.

"Kuroko?" panggil orang itu.

Tetsuya berjengit kaget saat ia mendengar suara yang masih tetap tersimpan dalam otaknya selama sepuluh tahun

Apa ini henar-benar halusinasinya? Kenapa suaranya sama persis?

"Kuroko, itukah kau?" tanyanya sekali lagi.

"Ah bagus, sekarang ini lebih pa..."

"Kuroko!" serunya tiba-tiba.

Tetsuya meloncat kaget lalu berbalik. Matanya melebar saat ia mendapati mata hijau zamrud itu memandangnya dengan tatapan tak percaya.

"Kau..." bisik Tetsuya ragu.

Tetsuya mengulurkan tangannya menyentuh pipi tirus lelaki yang masih tetap dicintainya selama sepuluh tahun itu. Midorima... Midorima Shintaro.

"Apa kau benar-benar di sini?" lirih Tetsuya.

Tak lama, Tetsuya tertawa kecil. Ini pasti hanya mimpinya. Benar. Pasti hanya mimpinya.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi padamu-nanodayo?" tanya Shintaro.

Ia sangat kalut melihat kondisi Tetsuya saat ini. Ada apa dengan lelaki biru ini?

"Kau... kejam sekali..." bisik Tetsuya.

Tetsuya memukul pelan dada bidang Shintaro. Jalan yang ditapakinya selalu berbeda dengan Shintaro seberapa kerasnya ia berusaha. Tetap saja Shintaro akan berada jauh dari dirinya.

"Apa maksud..."

"Aku menderita selama sepuluh tahun apa kau tahu itu?" kekeh Tetsuya.

"Kuroko, kau mabuk-nanodayo," kata Shintaro.

Tak mengindahkan Shintaro, Tetsuya berjinjit dan menempelkan bibirnya pada bibir Shintaro, membuat Shintaro terkejut bukan main. Namun, ia dengan cepat menepis keterkejutannya itu dan menarik pinggang Tetsuya.

Sial. Dia sudah sangat sering berusaha menahannya di depan Tetsuya. Ia selalu mencari lelaki biru ini selama sepuluh tahun. Dia...

"Aku juga sama menderitanya denganmu kau bodoh," bisik Shintaro. "Kenapa kau selalu menghindariku?"

Seketika, Tetsuya menangis keras. Air matanya mengalir deras melihat mata hijau yang terlapisi kacamata itu mengarah padanya.

"Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?" tanya Shintaro sekali lagi.

Tetsuya menunduk. Ia meremas baju yang dikenakan Shintaro dengan erat berusaha menahan sesak di dadanya.

"Aku mencintaimu. Selalu..." lirihnya.

Shintaro tahu ini bukan tempat yang romantis. Tapi, setidaknya bersama dengan Tetsuya membuatnya senang. Ia menarik dagu Tetsuya dengam lembut. Ia sedikit membungkuk untuk melihat Tetsuya lebih dekat.

"Maka aku juga merasakan hal yang sama, Kuroko Tetsuya," bisiknya di depan bibir Tetsuya.

Ia menyapukan jarinya ke bibir ranum itu sebelum kemudian menciumnya. Melumatnya dengan halus menyalurkan seluruh rasa rindu yang dideritanya dan Tetsuya selama sepuluh tahun terakhir.

End

Yak sudah
Semoga terhibur

Aye aye

Kuroko no Harem (YAOI)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن