0.1

3.3K 234 8
                                    

Keadaan didalam ruangan itu mencekam, Julian sudah tidak bisa menahan lagi kesabaran dan uneg-uneg dihati, yang selama ini dirinya simpan sendiri, tanpa seorang pun tahu bagaimana apa yang dirasakan selama ini.

"Kenapa kalian benci sama aku? Aku juga anak ayah sama bunda! Bunda yang lahirin aku! Kenapa bunda lakuin ini ke aku!" suaranya menggelegar memecah keheningan malam, ketiga orang didepannya pun sampai dibuat kaget oleh perkataan tersebut.

"Anak k*rang ajar! Turunkan nada suaramu itu! Kita lebih tua darimu." Suara sang kepala keluarga tidak kala menggelegar, sangat tidak menyukai saat salah satu anaknya meninggikan nada kepadanya.

"Bahkan ayah nggak bisa jawab. Aku cuma mau kebenaran dari kalian... Kenapa kalian benci sama aku..." Air matanya kini bahkan sudah berlomba-lomba keluar, sudah tidak bisa menahan bendungan di pelupuk matanya.

Tidak ada yang menjawab, lekas tangannya ia gunakan untuk menghapus air matanya yang masih keluar deras, dan kembali menatap semua anggota keluarganya satu persatu.

"Apa kalian benci aku karena aku cacat? Kalian benci aku yang cacat? Pasti kalian pikir kalo aku deket kalian pasti akan nyusahin, ngerepotin. Tapi apa kalian sadar, aku nggak pernah nyusahin dan repotin kalian dengan kecacatanku ini, aku mandiri dari kecil, aku kerja buat bisa makan enak. Aku nggak pernah minta bantuan dari kalian setiap aku kesulitan dengan keadaanku seperti ini, aku cuma minta kalian satu. Pengakuan. Apa itu sulit bagi kalian?"
Julian tertawa sumbang setelah mengatakan sebagain uneg-unegnya tersebut. Melihat anggota keluarganya yang terlihat tidak mau menjawab segala perkataannya, Julian memutuskan untuk pergi dari sana.

Julian duduk ditepi ranjangnya perlahan dan meletakkan kedua kruk sikunya disebelah nakas, dirinya kembali tertawa sumbang. "Tunggu aja, gue bakal buat kalian semua hancur. Gue nggak bakal biarin kalian bahagia!"

Antagonis

Keluarga adalah harta yang paling berharga, remaja yang memiliki nama lengkap Julian Antagara salah satu orang yang percaya tentang pepatah tersebut. Tidak perlu naif, Julian sangat menyayangi keluarganya walau terkadang hatinya sakit mendapatkan perlakuan mereka, ayah dan ibunya membedakan dirinya.

"Jul, cepetan nanti mbak tinggal!" suara itu berasal dari luar, mendengar suruhan itu Julian dengan cepat mengambil sepasang kruk sikunya serta tas yang ditenteng ditangannya, memposisikan dengan nyaman terlebih dahulu sebelum melangkah keluar, agar dirinya tidak limbung.

Tidak ada orang lain selain Kaira, kakak perempuannya itu sudah terlihat menyiapkan roti bakar untuknya, sudah rapi dengan balutan seragam kemeja putih serta hitam, tidak lupa jilbab yang berwarna senada dengan rok. Setelah sampai dimeja, Julian segera melahap roti dengan selai strawberry itu dengan lahap.

"Kenapa sih mbak, kok kayaknya buru-buru. Ini juga belum ada belum ada jam 7." Heran Julian sembari menggigit roti ditangannya, jam masih terlalu pagi untuk berangkat sekolah.

"Mbak hari ini ada tes, jadi nggak masuk sekolah" jawabnya mengambil duduk didepan adik bungsunya.

"Owh hari ini ya tes nya, Julian do'ain semoga lulus mbak."

Kaira sendiri adalah seorang guru honor setelah menempuh pendidikannya selama kurang lebih 4 setengah tahun dan mendapatkan gelar sarjana pendidikan, dirinya mengajar di sekolah dimana Julian juga sekolah disana. Kaira baru 1 setengah tahun lebih mengajar disana, dan kali ini dia mencoba untuk mengikuti tes CPNS.

Antagonis (Pindah Ke Joylada)✓Where stories live. Discover now