Nabila 13 • Teman Lama

5.8K 848 6
                                    

Come as a guest, left as a frend - adalah beberapa kata yang aku ingat tertulis rapi di joger ketika beberapa waktu lalu aku pergi berlibur ke Bali. Bagiku ini bukan hanya slogan saja, but more and more itu bermakna begitu besar dalam perspektifku.

Kehidupan yang kita jalani memang tidak akan terlepas dari transisi antara hal-hal lama yang menghilang dan hal baru lain yang akhirnya datang. And in this point, aku menyadari jika kita harus selalu bersikap baik kepada orang yang ada disekeliling kita selagi masih ada kesempatan menyapa.

Dari sebuah buku yang aku baca, katanya tidak ada yang namanya kebaikan yang biasa atau kecil. Kebaikan selalu menjadi hal yang besar karena orang yang mendapat kebaikan itu juga pasti ingin orang lain percaya bahwa masih banyak orang baik di luar sana, hingga dari situ akhirnya dia juga melakukan kebaikan ke orang lainnya lagi. Artinya, kebaikan apapun itu akan terus menyebar dan akan memberikan ke bermanfaatan kepada lebih banyak orang.

Dan siapa yang menyangka jika teori itu akan berlaku dan benar-benar aku alami di kehidupan singkatku.

"Dompet gue ketinggalan, astaga." Gumamku ketika aku berencana membayar boba yang sedang dipres oleh si mbak penjualnya.

Tanganku terus saja bergerak lincah mengubek-ubek totebag untuk mencari benda berbentuk persegi itu yang akan menyelamatkan harga diriku, "Sial," Gumamku saat tak kunjung menemukan dompet yang sedari tadi aku cari.

"Sebentar ya mbak," Ucapku pada mbak-mbak yang akan memberikan cup bobaku yang telah selesai dikemas.

Segera kuambil ponselku untuk menghubungi siapa pun yang sekiranya akan menyelamatkanku dari situasi genting ini.

Nomor yang Anda hubungi sedang tidak bisa menerima panggilan...

Kenapa di situasi darurat seperti ini tidak ada seorang pun yang mengangkat teleponku?

Percobaan kedua, ku hubungi Aldo untuk datang dan membantu. Tetapi belum juga panggilan ku diangkat, suara mbak boba sudah menginterupsi ku kembali, "Gimana, Mbak?"

Aku menurunkan ponsel yang tadinya masih ku tempelkan di telinga, lalu menoleh ke arah si mbak dan tersenyum tidak enak. "Kalo saya bayarnya transfer aja bisa nggak, Mbak? Dompet saya ketinggalan," Jelasku tidak enak karena wajah si penjual sudah berubah masam.

"GO-PAY aja mbak," Tawarnya berusaha memberikan jalan keluar.

Lagi-lagi aku hanya meringis, "Boleh, tapi saya belum download aplikasinya. Mbak nggak papa kalau harus nunggu?" Takut-takut aku meminta kesediaan mbak boba memahami keadaanku.

Lagi-lagi belum juga si mbak menjawab, seorang laki-laki mengangsurkan uang pecahan lima puluh ribuan ke depan mbak-mbak didepanku yang langsung membuat wajahnya kembali bersinar, "Ini biar saya aja mbak yang bayar," Ucapnya dengan nada yang super datar.

Seketika aku menoleh ke arah pemilik tangan tersebut. Dan demi apapun aku ingin sujud syukur karena Tuhan telah mengirimkan satu mahluknya untuk menyelamatkanku.

***

"Thank you, Mas. Entar gue ganti ya, atau mau gue transfer sekarang?" tanyaku ketika urusan bayar membayar itu udah selesai.

"Nggak usah, Na. Gue ikhlas kok bantu lo. Lagian timbang duit segitu doang masa gue minta balikin," Responsnya sambil berjalan.

Dengan reflek aku mengikuti langkah kaki pemuda berkaus putih ini, "Lo tau gue, Mas?"

Si mas kaus putih tiba-tiba berhenti, lalu menoleh ke arah kiri- which is itu adalah arah pandangan yang sama dengan tempatku berdiri, lalu berakhir dengan menyunggingkan senyum ramahnya. "Lo nggak inget gue, Na?" Tanyanya sambil menaik turunkan alisnya.

Seketika mataku membulat sempurna, "Radit?" Tanyaku ragu-ragu

Laki-laki ini mengangguk. Lalu tertawa dan mengangsurkan telapak tangannya mengajakku salaman. "Yes, Na. I'am Radit. Si gendut yang suka jadi bahan buly pas SD dulu."

Gilak, aku hampir tidak percaya dengan apa yang ada didepanku sekarang. Teman SD ku yang dulunya berbentuk buntelan itu kini telah menjelma menjadi seorang pangeran yang ketampanananya tidak diragukan. Jika diibaratkan dengan kata, maka bisa disamakan dengan si itik buruk rupa yang telah berubah menjadi seekor angsa.

"Kenapa lo? Nggak percaya sama perubahan gue?" Tanyanya setelah tak kunjung mendapati ku merespon uluran tangannya .

"Kok lo bisa berubah gini sih, Dit?" Ucapku tanpa mengindahkan perkataannya.

"Ya bisa lah, Na. Gue kan rajin olahraga." Jelasnya menjawab keherananku.

Radit lalu menarikku menyingkir agar tidak berada di tengah orang berlalu lalang, dan menuju sebuah bangku yang bisa kami duduki untuk beberapa saat mendatang.

"Sumpah ya. Lo berubah seratus delapan puluh derajat kalo dibandingin sama yang dulu. Gue bahkan hampir nggak ngenalin elo!"

Radit hanya tertawa mendengar pengakuan ku. "Lo inget nggak pas dulu gue dibully pas jaman-jaman SD?"

Aku hanya mengangguk merespon perkataannya, "Disaat yang lain nggak ada yang peduli, cuman elo Na yang mau belain gue sampe berkelahi sama anak-anak itu. Dan dengan tubuh mungil lo itu, lo adalah orang terakhir yang gue duga akan nolongin gue."

"Tapi siapa sangka lo justru jadi orang pertama yang pasang badan buat ngebela gue."Aku terdiam, berusaha mengingat kenangan yang baru saja dibicarakan.

Meski aku tidak ingat secara pasti, aku percaya jika dulu aku memang melakukan hal-hal yang seperti dikatakannya. Aku adalah tipe yang tidak bisa melihat peringsakan sehingga pasti akan melawannya. "Lupa-lupa inget sih Dit, udah lama banget soalnya itu. Kalo nggak salah pas waktu kita mau kelulusan bukan?" Tanyaku untuk memastikan.

"Betul. Dan asal lo tau ya, tindakan lo itu udah bikin gue termotivasi untuk berubah semenjak itu." Lanjutnya menjelaskan.

"Memasuki dunia SMP gue mulai rutin olahraga dan jaga makan. Gue pingin berubah karena gue nggak mau lagi mengalami masa-masa yang sama ketika gue masih SD. Dan kata-kata lo waktu itu yang ngomong kalo everyone is special for their own life bener-bener ngebuat sadar. Gue jadi selalu ngerasa kalo gue berubah karena emang itu adalah efforts yang udah seharusnya gue lakukan buat nunjukin self love gue pada diri sendiri." Ucapnya panjang lebar yang membuatku langsung merasa speechless mendengarnya.

Point OutWhere stories live. Discover now