-Part 4

1K 149 11
                                    

Dia menoleh kebelakang. Tidak ada siapapun. Perasaan tadi ada yang mengatakan sesuatu padanya. Dia sangat yakin kalo tadi ia mendengar suara seorang pria. Suara yang dingin dan serak. Dan suara itu juga membuatnya mematung, diam sesaat tanpa berani menoleh.

Jennie menggelengkan kepalanya pelan. Mungkin ia terlalu lelah, dan mungkin suara tadi merupakan halusinasinya saja. Jennie berharap begitu.

Ia bangkit. Mulai kembali melangkah untuk keluar dari ruangan itu. Sedangkan boneka yang tadi dipegangnya sekilas dibiarkan tetap dalam posisi yang sama. Jennie mematikan kembali lampu yang berada diruangan itu sebelum langkahnya mengajak untuk segera masuk kedalam kamar. Ketika lampu itu sudah padam. Sebuah sosok hitam tiba-tiba muncul dan tengah duduk menyender pada jendela yang kebetulan terbuka. Jennie tidak menyadarinya. Namun Jennie merasakan suasana di ruangan itu berbeda.

Dengan cepat Jennie berlari menaiki tangga untuk sampai di kamarnya. Sosok hitam itu menarik sebelah ujung bibirnya. Matanya yang berwarna biru gelap terlihat menyorot dalam pada tubuh Jennie. Dia sangat suka dengan roman ketakutan wanita itu. Dia ingin melihatnya lagi. Dirumah ini tidak ada siapapun, jadi dia bisa bebas melakukan apa saja. Termasuk mengerjai wanita yang sekarang sedang mengunci dirinya didalam kamar.

Suara keras degupan pintu terdengar. Jennie ketakutan, memilih memaksakan dirinya untuk tidur. Ia tidak ingin mendengar suara atau aura-aura aneh lagi. Lebih baik berpura-pura tidur daripada mendapatkan hal yang lebih aneh dari semua itu. Pintu kamarnya sudah terkunci, jendela juga sudah tertutup sebelumnya. Jennie menarik selimut merah muda dan menyembunyikan seluruh tubuhnya di dalam selimut itu. Kali ini ia tidak berani lagi untuk keluar kamar atau mandi di malam hari.



Pukul 11:45 PM

Jennie sudah tertidur nyenyak diatas kasur. Tujuan awalnya memang untuk bersembunyi, tapi lama kelamaan ia malah tertidur tanpa sengaja. Dengkuran halus yang ke luar dari mulutnya yang sedikit terbuka dan juga mata kucing yang sudah terpejam dengan wajah damai, ia terlihat sangat menarik. Terlebih posisi tidurnya terlentang, menampilkan tubuhnya yang tidak tertutupi selimut karena selimut yang ia pakai tadi terjatuh dibawah kasur.

Jendela kamarnya terbuka dengan keras, bersamaan dengan angin malam yang masuk tanpa izin kedalam kamar Jennie. Tiba-tiba suhu didalam ruangan itu menjadi dingin. Tapi tidak mengusik seseorang yang sedang tertidur didalamnya. Jennie terlihat masih nyenyak meskipun angin malam sudah memenuhi sudut kamarnya.

Didepan jendela yang terbuka dan dibawah sinar bulan yang tidak terlalu cerah, sesosok bayangan hitam muncul secara perlahan. Mulai dari ujung kakinya hingga merambat naik keatas, bagaikan seperti asap yang menyatu membentuk tubuh manusia. Bibirnya tersenyum miring. Setelah benar-benar seluruh tubuhnya terbentuk seperti seorang pria, dia langsung menghampiri wanita yang sedang tertidur tidak jauh darinya.

"Aku datang. Honey." Bisik pria itu masih berdiri didepan tubuh Jennie. Mata tajamnya mengoleksi setiap inci tubuh Jennie tanpa ada yang terlewat. Bahkan pemilik tubuh itu tidak mengetahui bahwa sekarang ia sedang diperhatikan.

Pakaian yang dipakai Jennie masih jubah mandi, sehingga pemandangan kaki jenjangnya terekspos sangat jelas. Apalagi posisi tidurnya yang terlentang, membuat belahan dadanya juga ikut terlihat tanpa sadar. Dan ia sekarang membuat pria dihadapannya menjilat bibirnya sendiri. Pemandangan yang menakjubkan.

Tangan pria itu mulai menyetuh permukaan kasur lalu disambung dengan lutut kakinya. Dia merangkak lamban untuk sampai diwajah damai milik Jennie. Dia sengaja melambatkan gerakannya karena ingin melihat dengan jelas pemandangan tubuh Jennie dari bawah hingga atas. Dia sangat menyukai tubuh wanita ini, lebih indah dari tubuh-tubuh wanita yang pernah dilihatnya.

Setelah sudah sampai diwajah Jennie. Dia tersenyum, lagi. Tangannya menyentuh pipi gadis itu, sedikit tembam dan mulus bagaikan bayi. Lalu tangannya naik ke rambut hitam milik Jennie, tanpa ragu dia mengelus rambut gadis itu. Astaga, ini manusia atau boneka, semuanya sangat sempurna. "Kau milikku." Bisiknya lagi ditelinga Jennie dilanjutkan dengan penyatuan bibir yang dimulai secara sepihak.

Lembut untuk awalnya. Dia bermain dengan bibir Jennie, meraupnya dengan salah satu tangan yang sedang asik mengusap-usap rambut panjang gadis itu. Si pemilik masih belum tersadar. Dia malah semakin mempercepat kegiatannya. Dia ingin menatap bola mata gadis itu sekarang juga.

Dan sekarang dia mulai berutal. Bibirnya yang semula bermain santai dengan bibir pink Jennie, kini tidak lagi. Dia menggigit bibir bawah gadis itu. Tangannya merambat turun untuk mencari pengikat jubah yang sedang Jennie pakai. Kali ini Jennie tersadar.

Jennie merasa bibirnya sedang dimainkan bahkan digigit kecil oleh seseorang. Dengan cepat ia langsung membuka kelopak matanya, berharap kalo semua yang ia rasakan sekarang itu hanya halusinasinya semata. Tapi takdir berkata lain. Mata cokelatnya berpapasan dengan mata biru milik pria itu. Ia kaget bukan main. Rasanya ingin teriak, tapi bibirnya sedang dimainkan oleh pria itu. Kedua tangannya mencoba melepaskan penyatuan bibir ini. Jennie memberontak dengan berbagai cara.

Akhirnya pria itu yang melepaskan penyatuan bibirnya. Wajah merah padam milik Jennie sudah tercipta, wanita itu marah bercampur takut. Tapi bagi pria yang sedang menindihnya saat ini, ekpresi Jennie malah dianggap menggemaskan. Pria itu tertawa kecil, sedangkan Jennie sedang menggapai benda-benda keras yang berada didekatnya.

"Kau takut?" Tanya pria itu setelah berhenti tertawa. Manik matanya memandang lekat wajah Jennie, sementata yang sedang dilihatnya membuang muka.

"Lepaskan aku! Kau siapa! Jika kau berani macam-macam, akan aku panggilkan polisi!" Sentak Jennie tinggi padahal keadaan hatinya sedang ketakutan.

Pria itu mengetahui bahwa Jennie sedang berusaha menggapai benda-benda. Dengan cepat dia mengikat kedua tangan Jennie diatas kepala pemiliknya dengan salah satu tangan. "Bagaimana kau bisa memanggil polisi kalo sekarang saja kau tidak bisa untuk berjalan." Ucap pria itu, Jennie semakin kesal dibuatnya.

Mata Jennie memanas, genangan air sudah terlihat dipelupuk mata gadis itu. "A-apa yang kau inginkan?" Tanya Jennie ragu. Sekarang ia sangat takut. Ucapan pria itu benar. Bagaimana ia bisa memanggil polisi kalo sekarang saja ia susah untuk bergerak. Semua tubuhnya sudah dikunci oleh pria itu.

"Tubuhmu."

Tubuh? Apa maksudnya nyawa? Tidak-tidak, Jennie tidak ingin mati secepat ini. Dengan cepat Jennie menggeleng, "kumohon, jangan sakiti aku, aku tidak ingin mati dalam keadaan seperti ini." Rengeknya berusaha untuk melepaskan kedua tangan yang sudah terkunci diatas kepala.

Pria itu menaikkan alisnya sebelah. "Tidak, bukan nyawamu, tapi keperawananmu." Pasti gadis itu sudah salah paham. Dia sama sekali tidak menginginkan nyawa Jennie, dia hanya ingin menikmati tubuh indah gadis itu saja.

Mata Jennie melebar, diluar dugaan. "Tidak! Tidak akan aku berikan!" Tegasnya dengan sorot mata tajam. Jennie tahu, pasti pria itu ingin mengambil keperawanannya terus membunuhnya dengan sadis.

"Aku tidak peduli pendapatmu. Yang aku inginkan akan selalu menjadi kenyataan." Pria tersenyum licik. Mengecup ringan bibir Jennie yang masih memberontak. "Jika aku menginginkan dirimu, maka kau akan menjadi milikku, tanpa pengecualian."

_________

Kangen sama cerita ini:')

Married With A Porcelain DollWhere stories live. Discover now