Lima

447 62 11
                                    

Ares tidak menduga bahwa Yelina menolaknya beberapa saat yang lalu. Sahabatnya itu berkata bahwa dia sama sekali tidak ada rasa suka lagi dengan Ares.

Yelina terkejut mendengar pernyataan Ares. Tunggu... sejak kapan Ares tahu kalau Yelina pernah menyukainya? Yelina berusaha untuk tetap tenang—tidak memperlihatkan keterkejutannya atas pernyataan Ares.

"Maksud lo apa, bilang kayak gini sama gue sekarang?" Yelina berusaha melepas genggaman tangan Ares padanya, namun tidak bisa karena terlalu erat.

"Boleh gue berharap kalau lo nggak menikah sama orang lain?"

Yelina menghempas kasar tangan Ares, kemudian dia tertawa sumbang. “Terus... gue harus menikah dengan siapa? Elo??!”

"Lin, gue... "

Yelina tersenyum sinis. “Asal lo tahu, dulu emang iya gue sempat suka sama lo yang notabene-nya adalah sahabat gue sendiri. Tapi saat ini, semua perasaan gue buat lo udah hilang. Udah gue kubur dalam-dalam. Dan gue... akan tetap menikah sebentar lagi dengan orang yang mencintai gue sepenuh hatinya. Yang nggak pernah nyakitin hati gue. Sorry, pernyataan lo barusan nggak ngaruh bagi gue.”

Ares terdiam. Dia sadar betul bahwa Yelina berkali-kali terluka setiap kali dia berganti pasangan. Ares yang tahu Yelina menyukainya waktu itu, dia malah memilih untuk tidak menggubris perasaan wanita itu. Ares hanya takut hubungan persahabatannya akan rusak jika dia menjalin hubungan asmara dengan Yelina. Ares yang tidak pernah serius menjalin hubungan dengan wanita mana pun selama ini.

Untuk menikah, memang belum ada di pikiran Ares saat ini. Dia mengungkapkan perasaannya pada Yelina—berharap agar wanita itu mempertimbangkan untuk menikah dengan orang lain. Ares ingin menikahi Yelina, tapi nanti. Sekarang, ada beberapa hal yang ingin dia lakukan, salah satunya, yaitu memantaskan diri agar bersanding dengan Yelina. Ares sadar diri, dia tidak cukup baik untuk wanita itu. Belum lagi trauma akan kegagalan rumah tangga orang tuanya. Orang tua Ares sudah berpisah sejak pria itu SMA.

Mereka berdua sama-sama terdiam sampai mobil Ares tiba di depan rumah Yelina. Sebelum turun, Yelina mengeluarkan undangan yang berukuran tidak terlalu besar dari saku hoodie membalut piyama yang dikenakannya.

"Undangan pernikahan gue dengan Mas Arya. Gue harap lo bisa dateng."

"Gue nggak janji, gue— "

"Gue tunggu kedatangan lo," potong Yelina.

"Lin... apa lo mencintai calon suami lo itu?" tanya Ares ketika Yelina akan membuka pintu mobil.

"Apa pentingnya bagi lo, gue cinta atau enggaknya sama dia? Gue yang jalani ini.  Gue tekanin sekali lagi sama lo kalau keputusan gue untuk menikah dengannya, nggak bakal terpengaruh sama ucapan lo malam ini."

Ares memegang surat undangan yang diberi oleh Yelina pada kira-kira satu jam yang lalu. Sebelum turun, Yelina memberikan itu padanya. Ares tertawa sumbang, apa dia memang tak pantas untuk mendapatkan wanita seperti Yelina?

Di sela tawanya, air mata Ares menetes. Dia merasa begitu menyedihkan. Mempunyai keluarga yang broken home, sudah membuat hidupnya selama ini cukup tersiksa memendamnya. Papanya yang terang-terangan bermain wanita membuat mamanya sering menangis diam-diam. Belum lagi, perlakuan kasar papanya. Bodohnya, sifat Ares malah mengikuti jejak sang papa. Entah sudah berapa kali Ares bergonta-ganti pacar sejak duduk di bangku SMP. Tapi, tidak ada wanita yang benar-benar dicintainya. Hanya sebatas untuk have fun saja. Oleh sebab itu, dia merasa tidak pantas untuk disukai oleh wanita seperti Yelina. Namun, begitu tahu wanita yang dicintainya dari dulu itu ingin menikah, ada perasaan tak rela dalam diri Ares. Katakanlah dia egois ingin memiliki Yelina, tapi belum berani mengajak wanita itu untuk menikah. Ares takut, dia khawatir akan seperti papanya bila menikah. Padahal, Yelina adalah satu-satunya wanita yang dia sayangi setelah mamanya.

Someone Who Came From the Past (TAMAT) Where stories live. Discover now