bagian 14

100K 5.3K 133
                                    

Kini Dira dan juga Liana tengah bersenda gurau di ruang keluarga sembari menonton film. Liana sendari tadi tampak banyak tertawa saat mendengar cerita Dira. Tentang masa kecilnya di desa.

"Bu saya mau masak buat ibu dulu ya,"ijin Dira kepada Liana saat ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB.

"Ibu bantu ya."tawar Liana.

"Eh jangan Bu, biar saya aja lagian saya udah terbiasa."

Liana mengangguk. "Kalau lelah berhenti aja ya masaknya terus minta gantiin ke bibi."saran Liana.

Liana tidak tega melihat Dira bekerja seperti ini dalam kondisi hamil pula ia kasian melihatnya.

"Iya Bu, kalau begitu saya ke dapur dulu."pamit Dira kemudian berjalan menuju dapur.

Setelah berkutat dengan bahan masakanya akhirnya 30 menit kemudian masakan sudah siap saji.

Dira menata makanannya di atas meja, setelah di rasa beres Dira berjalan ke ruang keluarga untuk memanggil Liana.

"Bu, makanannya sudah siap,"ucap Dira.

Tanpa sengaja Dira melihat iklan di televisi yang menampilkan martabak terang bulan yang di baluri susu kental manis dan entah kenapa air liurnya jadi semakin banyak, dia teringin sekali makan martabak itu. Tapi ia tidak punya uang untuk membelinya.

"Dira ayo ke dapur."ajak Liana. Dira tentu saja kaget karena tak mengetahui dari kapan Liana berdiri di sampingnya.

"Eh iya Bu,"ucap Dira kemudian mengikuti langkah Liana ke dapur.

*Di meja makan*

"Ayo dimakan Dira, kenapa kamu terlihat tidak selera untuk makan. Apa kamu ingin makan-makanan yang lain?"tanya Liana saat melihat Dira tampak belum memasukan sama sekali makanannya ke dalam mulutnya.

"Tidak Bu, saya ingin makan ini aja,"jawab Dira seraya memasukkan makanan ke dalam mulutnya, tapi entah kenapa makanan ini terasa hambar ia bahkan terlalu berat untuk menelannya.

"Kamu ingin martabak yang ada di iklan itu ya benar, kan?"tanya Liana.

"Em saya..."

Benar dugaanku, pantas saja dia tak selera makan, batin Liana.

"Nggak apa-apa Dira, kalau kamu pengin sesuatu harus segera di kabulkan nanti anak kamu ngences gimana kalau nggak dituruti. Biar ibu telepon Aldan dan menyuruhnya untuk beli,"ucap Liana sambil mengotak-atik ponselnya mencari nama Aldan.

Dira hanya bisa menghela nafas  pelan, ia yakin pasti nanti tuannya pulang-pulang dalam keadaan marah yang tertuju kepadanya.

Tamat sudah riwayatmu Dira, batin Dira mengasihani diri sendiri.

.
.
.

"Ini pak totalnya 225 ribu,"ucap seorang penjual sambil menyerahkan box berisi martabak kepada Aldan.

Aldan kemudian mengeluarkan uang tunai di dompetnya dan mengeluarkan 3 uang merah lalu menyerahkan kepada penjualnya.

"Kembalinya ambil saja,"ucap Aldan kemudian pergi dari sana.

"Terima kasih pak!"ucap penjualan sedikit keras, lumayan dapat 75 ribu.


*Di dalam mobil*

"Jika bukan karena mamah dan juga anak yang sedang di kandung oleh wanita itu, mana mau aku membelikan martabak ini yang membuatku menunggu hingga bermenit-menit,"gerutu Aldan yang tengah menyetir mobilnya untuk pulang ke rumah setelah membeli martabak sesuai keinginan Dira.

Saat di telepon oleh ibunya, Aldan merasa amat sangat kesal. Bayangkan saja dirinya sedang meeting dan Liana menelponnya hingga berkali-kali hanya untuk membelikan martabak. Memangnya tak ada sopir di rumah atau lewat go food kan bisa, tapi malah telepon dirinya karena Liana inginnya dia yang berangkat sendiri untuk membelikan martabaknya katanya supaya terjamin kualitasnya. Dan kekesalan Aldan semakin bertambah saat tau siapa yang menginginkan martabak ini yaitu gadis tak perawan yang lugu itu.

Hamil Anak Tuan Ku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang