8 | That like a sitcom

249 23 86
                                    

Ketika benar adanya sebuah pepatah mengatakan bahwa pantas atau mungkin mengharuskan seseorang untuk selalu melakukan seluruh hal yang ia sukai, tak terkecuali jika badai besar nan sukar kini menerjangnya habis-habisan. Bukankah hidup ini terus berjalan, dan roda kehidupan terus berputar. Maka, jika itu benar. Jelas Han Taehyung dapat membanggakan dirinya sendiri—karena tidak salah memilih langkah. Tidak salah lagi, untuk kali ini.

Taehyung itu seorang workholic. Ada suatu hal yang mendasari hal itu. Mendasari seluruh kegiatan yang ia lakukan agar merasa sibuk dan tak memikirkan hal lain yang sebenarnya masih terus mengganjal di sebagian bilik kepala. Tetapi kali ini, kisahnya akan diceritakan dari sudut yang berbeda. Kali ini bercerita tentang si bungsu yang benar-benar melekatkan jiwa perfeksionis dan konglomeratnya di setiap jengkal kegiatannya. Namun di sisi lain, ia juga terlihat lebih berkarisma dari segi manapun. Tolong di maklumi, namanya juga si rupawan. Terkadang memang tingkahnya berbeda dari yang lain.

Menggeluti olahraga polo sejak lulus dari pelatihan Yudisialnya, ia kini rutin menyempatkan dirinya untuk berlatih setiap akhir pekan. Kadang juga hanya sekedar bermain dan menunggangi kuda putihnya—Yiro. Berlatih sampai petang tiba.

Peluh yang terkucur deras dari balik pelipis, dan menuruni setiap lapisan epidermis wajah dan rahang tegas itu. Tampak sangat mempesona dengan surai mint yang perlahan pudar warnanya, dan terlihat basah, lembab. Sejenak mengganti pakaiannya, dan memilih memakai turtleneck hitam dengan setelan jaket lether yang senada. Dan berakhir membereskan stik polonya ke dalam tas, lantas duduk seraya meneguk air di botol mineral itu. Memandang seseorang di ujung lapangan polo, yang sialnya semakin menarik lebih atensinya.

Seseorang dengan gaun sehitam malam—yang dengan enggan ia mengaku bahwa itu terlihat sangat cocok dan anggun. Memegang sebuah senapan panjang sambil menembakkannya di jajaran botol soju bekas yang sudah tersusun rapi. Raut yang berada di pahatan cantik itu jelas begitu kuat, dengan apa itu sebuah dominasi. Wanita itu benar-benar berbeda dan terlihat lebih berbahaya. Berbahaya jika hatinya langsung terjerat ke dalam pesonanya.

Di samping lapangan polo, memang ada tempat untuk latihan menembak juga. Tidak ada sekat apapun, kecuali pagar besi yang cukup tinggi. Taehyung enggan melirik kembali, tapi sialnya atensinya terus saja berada di sana bersamaan dengan suara peluru yang memecahkan botol soju bekas itu menjadi kepingan kaca yang tak lagi terjelas wujudnya. Dalam hati sudah berujar. Ah, ternyata dia orang yang cukup handal juga.

Tidak disangka, teman karibnya sudah hadir. Duduk tanpa ada jejak langkah yang terdengar. Tahu-tahu sudah berbisik tepat di sudut rungu Taehyung dengan suara rendah. "Bukankah dia sangat keren?" tanyanya. Itu Kwon Jimin. Pemilik griya tawang di lantai keseratus kawasan Luce Smeraldo.

Bukannya menjawab, Taehyung malah melemparkan ekspresi dinginnya dan tatapan datar tanpa ada suara yang terucap. Ia kemudian membuang muka—takut nanti ketahuan kalau diam-diam sedang mengamati juga. Tidak lama kemudian ia berucap dengan seruan bariton seperti biasa. "Jika kau sudah selesai, ayo pergi dan makan. Mendadak aku ingin steak dan anggur."

"Pergilah dulu, aku sedang ada pertemuan setelah ini. Bertemu dengan wanita cantik. Si putri es dari Ilsan." Mendengar itu membuat pria Seoul hanya mengernyitkan dahinya tak mengerti. Ilsan? Kenapa harus nama kota itu lagi. Ia jadi penasaran pribadi mana yang akan pria Kwon temui.

Jimin menyugar surai blondenya sekilas, lantas melirik singkat ke arah Taehyung dengan tatapan yang sulit ditebak. "Tapi entah kenapa, sepertinya wanita itu juga ingin menemuimu, Tae. Tidak tahu tujuannya apa, tapi ketika kemarin bertemu. Dia banyak menanyakan tentangmu."

The lethe ✔️Där berättelser lever. Upptäck nu