Epilogue | Everythingoes

349 24 237
                                    

Kalau mampir jangan lupa vote ya, bestie.
play—to each his own by talos.
Btw, jangan terlalu berekspetasi sm ending.
Happy reading.


Lekas sembuh membaik pulih. Barangkali itu mudah untuk teraih, maka ayalnya aku tak perlu mengais setiap potongan kenanganmu dengan sukarnya setiap waktu. Tanpa sakit, sesal dan tangis. Ketahuilah bukan aku yang tak ingin bangkit, tetapi kau sendirilah yang membuat ini semakin sulit.

Ilsan, Ryu Namjoon.





Satu tahun kemudian.

Beberapa rintik hujan masih dengan giatnya membasahi bentangan aspal yang samar-samar sudah memelankan ritmenya—tak sederas sebelumnya. Menggantikan udara yang cukup terik tadi siang menjadi lebih sejuk menyegarkan. Ryu berjalan dengan langkah kaki seperti biasanya, tidak terlalu terburu-buru. Membawa payung sambil sebelah tangan yang sudah memegang mantel hitamnya dan menyisakan turtleneck coklat dengan rapian ikat pinggang seperti biasa. Menyusuri beberapa toko yang ada pada seberang jalan. Hingga langkahnya terhenti pada sebuah hunian dengan berbagai bunga yang harumnya sudah menyapa dari balik ambang pintu.

Ryu berhenti sejenak. Memastikan sepatunya tidak terlalu basah. Sebab tadi beberapa kali menginjak genangan air karena entahlah, Ryu memang suka ceroboh soal itu. Atau mungkin memang pikiran dan atensinya sedang tidak tertata dan tertuju pada hal sekecil itu.

"Tuan mau memesan seperti biasanya?" tanya seorang gadis berpita dengan nametag bernama Lunar, yang tampaknya sangat mengenali Ryu. Itu tentu bukan hal yang aneh karena memang sudah beberapa kali ia mengunjungi toko ini dengan pesanan yang nyaris sama. Ryu hanya mengangguk lirih dan pekerja itu langsung paham lantas sesegera mungkin menyiapkannya. Hingga sebuket bunga dengan warna yang senada—lilac, yang terisi beberapa tangkai bunga peony dan mawar itu sudah berada pada genggaman Ryu.

Digenggam dan dibawa dengan sepenuh hati, berharap nanti akan menjadi hal yang disukainya hingga berkenan mendatanginya ke alam mimpi. Iya, Ryu berharap seperti itu. Setidaknya menyapa dan memberikan seutas senyum untuknya yang beberapa bulan ini sudah tak pernah ia lihat lagi.

Kembali berjalan hingga langkahnya sampai pada rerumputan hijau lebat yang sedikit lembab menutupi pinggiran larik batu marmer hitam itu. Ryu duduk berjongkok dengan menghembuskan napas kasarnya sejenak dan berakhir menaruh bunganya di samping guratan nama itu. Tangannya selalu saja gemetar saat merangkak tepat pada nisannya. Diusap-usap seraya berujar dengan gugupnya dan tersenyum. "Hee-ya, aku sudah datang lagi. "

Ryu lantas beralih ngusap satu foto yang terbingkai bersama di sana. Masih dan selalu terlihat cantik hingga kini. Memandangnya tak kalah sayu. Menunjukkan luka yang hancur dengan kepingan-kepingan yang tak lagi terwujud bentuknya. Tetapi juga tidak pudar ataupun hilang. Walaupun Ryu tidak pernah berujar. Walaupun ia tidak pernah mengungkapkan secara terang-terangan tetapi memang pada dasarnya setelah kepergiaan Yunhee, hidupnya tidak lebih baik dari sebelumnya. Sangat kacau. Bahkan Ryu tidak tahu harus memulai dan mengakhiri darimana. Ryu seperti sepenuhnya kehilangan arah. Kehilangan semesta dan dunianya yang berharga.

"Aku akan menemanimu sore ini, agar kau tidak kesepian lagi. Jadi, ayo lihat senja bersama."

"Kau mau?" Ryu seperti biasanya, bermonolog sendirian sambil sedikit mengulum senyum tipisnya. Tidak peduli pengunjung lain akan mengatakannya tidak waras atau lainnya. Sekali lagi Ryu hanya ingin kembali kepada sebuah tempat yang pernah ia anggap sebagai rumah. Tatapannya lantas berpindah sejenak, mengamati sekitar nisan Yunhee yang terlihat sedikit basah dengan sisa rinai air yang mengenainya.

Lantas mengusap rintik itu perlahan dengan tangan kosongnya. Disingkirkan dengan lembut seakan tidak ingin melukai sambil kembali berkata. "Ah, ya tadi hujan. Kau suka hujan?"

The lethe ✔️Where stories live. Discover now