Bagian 24

1.7K 150 1
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

May melangkah dengan gontai ke arah ruang tamu saat ia yang tengah asyik menonton televisi mendengar suara pintu yang diketuk. Jika biasanya May akan berteriak agar seseorang membukakan pintu, tapi kali ini ia tak bisa seperti itu.

Ia sedang sendirian di rumah ibunya ini. Benar. May memang sekarang berada di rumah ibunya. Tadi pagi ia diantar Ardi ke sini dan akan dijemput suaminya itu sore nanti.

Namun, saat ini May sedikit menyesal datang ke sini karena ia ditinggal sendiri di rumah. Ibu dan Mbak Ismi sedang bantu - bantu di rumah tetangga yang terletak diujung gang sana yang nanti malam akan mengadakan pengajian.

Jika May tahu ia akan sendirian, pasti tadi ia akan memilih tetap di rumah saja. Di sana May dapat membantu Bu Yuni memasak. Memang ia bisa saja pulang ke rumah ayah mertuanya yang jaraknya tak begitu jauh, hanya berbeda RW saja dari sini, tapi ia begitu malas untuk berjalan kaki di tengah cuaca yang sepanas ini. Jadi, May lebih memilih menunggu Ardi menjemputnya nanti.

"Assalamu'alaikum, May." Budhe Parmi yang terlihat saat May membuka pintu. Melihat itu, ia membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Budhe Parmi untuk masuk ke dalam.

"Ibumu ada, May?" tanya Budhe setelah mereka duduk berhadapan.

"Ndak ada Budhe, lagi bantu - bantu di rumah Bu Darmi sama Mbak Ismi. Budhe ada perlu sama ibu?"

"Oh iya, Budhe lupa, nanti malam kan ada pengajian di rumah Bu Darmi ya, pasti ibumu bantu - bantu di sana. Sebenarnya Budhe ada perlunya sama kamu. Kebetulan kamu di sini jadi ndak perlu repot - repot ke ibumu."

Bukan kebetulan. Sebab, sejujurnya Budhe Parmi sudah tahu dari tetangga sebelah rumah May jika gadis ini ada di rumahnya. Syukurlah, ia tak perlu repot mencari May sampai ke rumah Pak Ridwan.

"Perlu sama May? Ada apa ya, Budhe?" May penasaran. Jarang - jarang ibu Erni ini ingin bertemu dengannya.

Budhe Parmi memiliki sifat yang sebelas dua belas dengan anaknya. Hanya saja, Jika Erni bermulut pedas dan blak blakan di depan orangnya langsung, sebaliknya Budhe Parmi senang sekali membicarakan orang lain dibalik punggung orang tersebut.

"Budhe mau minta kerjaan sama kamu," bisik wanita itu malu.

May melongo. "Kerjaan? Ke May?" Ia menunjuk dirinya sendiri.

Budhe Parmi mengiyakan.

"Kerjaan apa budhe? May sendiri kan ndak kerja. Kok malah minta kerjaan ke aku."

Nah! May jadi bingung sendiri. Ia ini pengangguran. Sejak sebelum menikah pun May tak pernah bekerja. Jadi, mana mungkin May tahu tentang lowongan pekerjaan. Bahkan, jika itu sekedar menjadi pekerja di sawah atau kebun milik Anwar.

"Jadi asisten rumah tangga juga ndak papa, May, asal Budhe kerja."

"Hah. Jadi asisten rumah tangga? Budhe yakin?"

May mengerjap - ngerjap tak percaya. Mana mungkin Budhe Parmi yang terkenal sombong seperti anaknya itu mau jadi asisten rumah tangga. Sungguh, sulit dipercaya.

"Beneran, May, Budhe mau. Budhe ndak punya penghasilan kalau ndak kerja. Dapur kan harus tetap ngebul," ungkapnya sendu.

"Kan Budhe masih punya sawah. Selama ini budhe makan dari hasil sawah Budhe yang di sewa itu kan?"

Setahu May, Budhe Parmi masih memiliki sepetak sawah peninggalan almarhum suaminya. Sawah itu disewakan pada orang lain sebagai sumber pendapatan mereka. Hasil sewa sawah itu juga lumayan cukup menghidupi dirinya dan Erni selama ini.

Selimut  Cinta Where stories live. Discover now