Bagian 28

1.8K 157 0
                                    

🌸|Mohon Beri Vote|🌸

Hari ini, Ardi ikut Anwar pergi ke kota untuk menjual hasil panen mereka yang berupa padi dan jagung. Kini, setelah sekian lama Ardi bisa kembali menghirup udara kota yang sangat berbeda dengan di desa.

Rasanya, Ardi seperti keluar dari tempat persembunyiannya. Terasa mendebarkan. Meski ia sudah menyakinkan dirinya bahwa ia tak akan bertemu dengan orang - orang di masa lalunya.

Seruan copet terdengar di telinga saat Ardi berada di dalam mobil pikap milik Anwar. Ia menunggu kakak iparnya yang sedang berbicara dengan juragan beras di pasar kota.

Ardi keluar dari mobil. Ia melihat seorang copet yang wajahnya tertutupi topi berlari ke arahnya. Suami May itu menjegal sang copet hingga terjatuh. Buru - buru Ardi meraihnya, memegang dengan erat kedua tangan pemuda itu. Menghindari agar warga tak main hakim sendiri.

Pemuda tersebut memberontak, membuat topi yang ia pakai terjatuh. Ardi tersentak. Rupanya, copet itu merupakan seseorang yang sangat dikenalnya.

"Bastian!" lirihnya memanggil.

Mendengar itu pemuda yang ia sebut Bastian terdiam. Lalu, Bastian menoleh pada seseorang yang telah menangkapnya. Wajahnya tak kalah kaget dengan Ardi.

"Dia copetnya," seru seorang ibu menyadarkan Ardi.

"Hajar saja dia. Beraninya bikin rusuh di sini." Lelaki seumuran Anwar berbicara dengan lantang.

"Sabar! Sabar! Tolong jangan main hakim sendiri!" Ardi berusaha melerai.

Lelaki itu meraih dompet dari tangan Bastian tanpa melepaskan pegangan tangannya. "Ini dompetnya," katanya seraya menyerahkan pada ibu yang berseru tadi. Ibu itu membukanya, memastikan isi dompet miliknya.

"Ada yang kurang, Bu?" sambungnya memastikan.

Ibu tersebut menggeleng. "Nggak ada, Mas. Terima kasih," ujarnya tulus.

"Biar saya yang urus orang ini," yakin Ardi. Semua orang membubarkan diri.

"Ada apa, Di?" tanya Anwar cemas. Lelaki itu menghampiri Ardi setelah orang - orang bubar. Tadi dari dalam toko ia melihat banyak orang yang mengelilingi adik iparnya.

"Ada copet, Mas," jawab Ardi lesu. Ia masih tak percaya Bastian yang dikenalnya akan melakukan tindakan buruk seperti ini.

"Ini copetnya?" tunjuk Anwar pada pemuda yang tampak diam menunduk.

Ardi mengangguk.

"Mau dibawa ke kantor polisi?"

Ardi menggeleng.

"Kenapa?" Anwar penasaran.

"Dia Bastian." Ardi menghela napas berat. "Adikku."

Mata Anwar melotot. Sekian lama Ardi menghindari kota besar, sekalinya datang ke sini adik iparnya itu malah bertemu dengan seseorang di masa lalunya. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, adik Ardi menjadi seorang copet.

"Lepas, Mas!" Pemuda yang berada dalam gandengan erat tangan Ardi akhirnya berbicara. "Tolong! Lepas Mas! Aku nggak mau di penjara. Tolong pikirkan ayah dan bunda!" pintanya mengiba.

"Kalau kamu nggak mau di penjara, harusnya kamu nggak nyopet. Kamu yang harusnya pikirin ayah sama bunda kalau tadi kamu sampai dipukulin warga," tekan Ardi seraya memandang tajam sang adik tiri.

"Mas nggak tahu apa - apa. Mas nggak ngerti apa - apa," teriak Bastian. Ia memberontak kembali. Ardi semakin erat memegang tangannya.

"Ardi tadi bilang ndak akan bawa kamu ke kantor polisi, jadi tenang lah." Anwar ikut memegang sebelah tangan Bastian yang bebas.

Selimut  Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang