🌸|Mohon Beri Vote|🌸
Ardi mulai membuka matanya dengan perlahan, sayup - sayup ia mendengar suara seseorang yang sedang mengaji.
Memandang sekitar, ia menemukan ruangan yang dipenuhi warna putih dan seorang pria asing dengan peci serta baju koko sedang duduk di atas sajadah membelakanginya.
Mencoba bergerak, Ardi mengerang seketika saat hantaman rasa sakit menyerang kakinya. Suara erangannya ternyata mampu menarik atensi pria asing di ruangan itu.
Menghampiri Ardi, pria itu memperlihatkan wajah cemasnya.
"Saya di mana?" tanya Ardi pelan. Tubuhnya masih lemas dan sakit dibeberapa bagian. Namun, ia rasa kakinya lah yang paling parah.
"Mas di rumah sakit. Maaf, kemarin malam saya ndak sengaja nabrak mas," jelas pria itu dengan takut. "Tapi Mas ndak dapat luka yang serius. Cuma lecet sedikit dan kakinya terkilir saja kata dokter." Buru - buru ia menambahkan.
Ardi tersenyum, lalu mengangguk yang membuat pria tersebut tanpa sadar menghela napas lega.
"Nggak papa, saya yang salah karena melamun di jalan. Nama Mas siapa?"
"Saya Anwar, Mas Ardi."
Ardi mengernyit, heran. Darimana dia tahu namanya?
"Maaf! Saya buka tas, Mas. Saya cuma ambil KTP buat proses administrasi di sini."
Seolah mengetahui pikiran Ardi, Mas Anwar menjelaskannya. Ia tak mau Ardi berpikir yang buruk tentang dirinya. Biar bagaimana juga ia tetap bersalah karena menabrak Ardi? Meski pemuda itu berkata ia lah yang bersalah.
Tadi malam Anwar akan kembali ke kampung tempat ia tinggal setelah menjual hasil panen ke kota ini. Ia merupakan seorang petani. Anwar akan menjual hasil panennya ke kota untuk mendapatkan harga yang jauh lebih menguntungkan.
Biasanya, Anwar akan pergi bersama Rozak, salah satu pekerja yang membantunya di sawah. Namun, kemarin Rozak mengeluh perutnya sakit. Anwar jadi tak tega mengajak pemuda itu pergi ke sini.
Sehingga, Anwar menyetir mobilnya sendirian. Ia kelelahan. Ditambah jalanan yang gelap membuatnya tak dapat melihat seseorang yang melintas di depan mobilnya.
Semuanya terjadi begitu cepat. Hingga Anwar tak dapat menghindari kecelakaan itu. Anwar yang panik memutuskan turun dari mobil untuk mengetahui kondisi sang korban.
Ia nyaris pingsan saat melihat seorang pemuda tergeletak tak berdaya di depannya. Untung saja, akal sehatnya berjalan hingga Anwar buru - buru sadar bahwa ia harus membawa pemuda itu ke rumah sakit terdekat.
Untungnya, pemuda tersebut tak mendapat luka yang serius. Dokter berkata hanya kakinya saja yang terkilir. Pemuda itu pingsan karena syok serta kelaparan.
Ah, mengingat itu semua, Anwar buru - buru mengambil makanan yang ada di atas nakas samping ranjang pasien.
"Mas Ardi makan dulu, kata dokter Mas pingsan karena syok dan lapar," kata Anwar menyerahkan styrofoam ke pangkuan Ardi.
Ardi meringis malu. Ia ingat kemarin memang seharian dirinya belum makan. "Terima kasih," ucapnya tulus.
Anwar membantu Ardi bangun dari tidurannya. Menata bantal, ia membantu Ardi bersandar agar pemuda tampan itu nyaman untuk makan.
"Mas, panggil saya Ardi saja. Saya rasa usia mas lebih tua dari saya," pinta Ardi sopan.
Anwar mengangguk mengiyakan. "Kata dokter, hari ini juga kamu sudah boleh pulang," jelasnya. "Nanti saya antar kamu pulang," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selimut Cinta
General Fiction(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA) Ardi tahu hidupnya akan semakin sulit saat ia memutuskan pergi dari rumah. Namun, memilih tetap tinggal di rumah pun bukan keputusan yang benar menurutnya. Lalu, takdir mempertemukannya dengan Samayra. Gadis muda yang t...