14

2.5K 238 11
                                    

"Alta bangun.. Ta! Lo mau nginep disekolah?!" Pekikan suara Wasa membuat Altasia terbangun dengan terkejut. Jantungnya berdegup dengan cepat akibat terbangun tiba-tiba.

Wajah Wasa dan Kevin seketika cemas saat Alta yang menyerngit kesakitan tanpa rintihan.

"Ta? Alta, lu gapapa kan?! Sa, gimana sih, jangan ngagetin orang dong!!"

"A-apa?! Gue gak—"

"Pfftt!!" Tawa menahan itu terdengar jelas di kedua telinga laki-laki yang cemas dengan keadaannya, berubah raut menyeramkan dan merasa kesal karena di jahili.

"Anj—!"



Ddrrtt!

Suara ponsel milik Altasia bergetar disakunya. Ia merogohnya, menatap layar yang memperlihatkan si penelepon.

"Halo, kak Harsa? Ada apa?" Tanya Altasia, Wasa dan Kevin yang awalnya berjalan beriringan, menghentikan langkahnya, namun mereka kembali melangkah saat Altasia memberi tanda untuk pergi lebih dulu.

"Ada yang harus kubicarakan..." Di sebrang sana, gadis itu merasa nada bicara Harsa yang serius. Membuatnya harus menghentikan langkahnya.

"A-apa?" Pertanyaan Altasia mengalun dengan rasa ragu, ia hanya takut jika ini berhubungan dengan Ayahnya.

"Paman, kepergiannya dipercepat besok malam."

Deg!!

Tidak, jangan!

"Alta, kamu gapapa kan??"  Di situasi seperti, Harsa memberi berita buruk pada Altasia, apa sungguh akan bertanya bahwa ia baik-baik saja?

"Ta? Halo? Halo?!—"

Tut

Sambungan itu ia matikan tanpa memberi salam, ada keretakan, lagi-lagi dihatinya.

Air matanya meluruh, tangan yang masih memegang ponsel itu menutup sebagian wajah untuk menyembunyikan kekecewaannya.

"Yah, apa sebegitunya kau ingin menjauh dariku?"

Ia berjalan melewati koridor sekolah yang sepi sendirian, Altasia sudah tak peduli jika teman-temannya menunggu atau tidak karena ia sudah memberi pesan untuk tidak menunggu.

Dihatinya kini, hanya terasa kesedihan juga rasa kecewa. Tapi ia bingung, untuk siapa ia kecewa, setelah tahu penyebab dirinya diasuh pamannya sendiri adalah hal yang membuatnya  merasa harus menebus kesalahan.

Gadis itu berjalan lambat dengan mata sayu yang kosong. Tidak peduli, sekalipun ada seseorang yang menabrak bahunya hingga ia terjatuh.

"Lo, gak papa?" Suara menanyakan keadaannya terdengar di telinga Altasia yang sebelumnya seolah tuli.

Altasia mendongak keatas kala matanya melihat uluran tangan seseorang yang tadi menabraknya.

Laki-laki yang tampak tak asing itu tersenyum diatasnya. Peka jika gadis itu habis menangisi sesuatu.

"Kayaknya lo butuh minuman."

Altasia duduk di bangku penonton lapangan basket yang sepi, ia hanya mengikuti langkah laki-laki tadi dengan pasrah.

"Nih." Sodoran air botol mineral itu ia tatap dengan wajah lelah.

"Ambil aja, pegel nih." Mau tak mau tangannya menerima pemberian dari laki-laki itu.

Kemudian ia duduk disampingnya, membuka botol minuman yang terasa sedikit lebih kuat dari biasanya. Meneguknya sampai tersisa setengah.

Angin sore berhembus kencang, dedaunan yang jatuh melambai layaknya terlepas dari kekangan ranting.

ㅣ Altasia ㅣTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang