"Wow Nadira....."
Nadira mengusap air matanya. Ia mendongakkan kepalanya. Dan Ali masi berada di depannya. Tapi, suara itu bukan milik Ali. Sura itu milik tantenya. Dengan baju kurang bahan yang tidak pantas untuk di pakai.
"Kenapa harus jadi pelayan? Padahal enakan jadi kaya tante. Akhirnya apa kan? Kita sama-sama kotor. Makannya gak usah sok suci. Pake segala ngatain tante jalang. Padahal kamu sendiri bagian dari kerjaan ini. "
Setelah mengucapkan itu Siska meninggalkan Nadira. Perasaan puas juga tawa yang meremehkan keluar dari dalam dirinya. Kali ini Nadira kalah telak. Dan siska merasa menang. Bahwa bukan dirinya saja yang kotor. Keponakannya, sekaligus anak kesayangan dari almarhumah kakak perempuannya sama-sama kotor seperti dirinya.
"Kenapa enggak lo bales ucapannya kaya kemarin? "
Nadira menggeleng "Kali ini dia ngehina gue berdasarkan fakta yang ada. Gue kotor, gue... Sama kaya dia. "
"Dira!"
"Keluar dari kerjaan ini sekarang. Lo tau?
Allah mengutuk minuman keras, peminumnya, pemberi minum (orang lain), penjualnya, pemerasnya, pengantarnya, yang diantar kepadanya, dan yang memakan harganya. " Ujar Ali.Nadira terdiam, ia tertegun dengan hadis yang di ucapkan Ali. Hatinya mendadak ngilu. Seakan dirinya sendiri tidak menerima dengan pekerjaan ini. Seakan hatinya menolak dengan pekerjaan ini. Tapi, lagi-lagi logikanya berkata lain. Logikanya seakan berkata bahwa ia membutuhkan pekerjaan ini tidak peduli halal maupun haram.
Seakan juga ada dua orang yang saling berbisik dalam hatinya. Satunya seakan mengatakan tidak apa. Dan satunya lagi seakan mengingatkan ia bahwa semuanya bukan hal baik.
"Lo gampang bilang gitu! Lo gak ngerti! Lo gaakan paham! Berapa kali gue bilang Al. Meskipun kita sama-sama dilahirkan sebagai anak pertama tapi nasib kita beda. Nasib kita bagaikan bumi dan langit. Lo gak naggung beban yang gue terima. Dan lo gaakan paham Al! Lo gaakan paham. Gue butuh kerjaan ini! Gue bu... "
"Gue emang gak paham Dir! Gue juga tau lo butuh kerjaan, gue tau. Tapi, apa harus dengan lo nerima kerjaan sebagai pelayan yang menyajikan minuman haram? Lo pikir gue bakal rela ngeliat lo terjerumus kaya gini? "
Nadira terdiam, kali ini ia merasa di perhatikan. Kali ini ia merasa di khawatirkan. Rasa yang sudah lama tidak ia terima.
"Kalo lo sayang sama diri lo sendiri keluar dari kerjaan ini. "
"Tapi Al"
Ali menyerahkan kartu namanya. "Besok lo dateng ke kantor gue. Gue kasi kerjaan yang halal buat lo. Itu pun kalo lo mau. Dan itu pun kalo lo gak mau Keyla makan uang haram. " ujar Ali tajam.
Ia meninggalkan Nadira dengan perasaan yang mencekik. Perasaan bersalah kepada Keyla. Dia bodoh jika dia mau memberi makan Keyla dari uang haram. Uang yang sama sekali tidak pantas untuk di gunakan.
Perdebatan keduanya tersimpan rapih dalam memori Annisa. Ia memperhatikan mereka berdua. Annisa menatap Nadira. Dengan rambut yang di kuncir juga dengan baju kerjanya. Celana hitam pajang juga kemeja putih. Annisa meninggalkan Nadira yang menatapnya pilu.
Tatapan kekecewaan kembali Nadira terima. Belum lagi mungkin tatapan kekecewaan dari Keyla jika dia mengetahui. Perasaannya campur aduk. Ingin menerima tawaran Ali. Tapi, ia terlalu malu. Malu karna ia telah berdebat dengan pemuda itu. Pemuda yang masi mau berbaik hati dengan dirinya.
Nadira menatap pada selembar kain yang di berikan kepada dirinya. Di depannya Annisa tersenyum manis. Namun masi dengan sorot mata yang berkaca-kaca. Mendengar penuturan Nadira barusan mampu membuat Annisa menitikan air mata.
"Jangan lupa di pakai yah kak. Terima aja tawaran bang Ali. Annisa yakin, kakak di pilih dengan ujian ini karena kakak kuat. Jangan pernah nyerah, cape sebentar boleh. Tapi jangan sampai belok. Semuanya pasti baik yang penting kakak yakin dan tetep optimis. Mau ikut aku pulang? Lagian kita tetanggaan mana mungkin aku tega ninggalin kakak malem-malem gini. "
Nadira tersenyum ia mendekap Annisa. Ucapan Annisa yang lembut namun mampu menyayat hatinya. Mampu membuat ia merasakan penyesalan yang teramat sangat.
Kesalahan bodoh yang hampir membuat ia terjerumus dalam lingkaran setan.
Nadira melepaskan pelukannya. Ia menggeleng pelan. "Makasi ya Nis, tapi kakak masi banyak urusan. Kamu pulang yah, kasian abang kamu nunggu. Besok hijabnya kakak balikin. "
Annisa menggeleng "Gak usah kak Dira balikin. Ini hadiah dari aku supaya kakak tetep semangat. Kalo gitu Nissa pulang dulu ya. Assalamu'alaikum "
"Wa'alaikumussalam" Nadira menatap kepergian Annisa.
Ia mulai menggunakan hijab instan yang tadi Annisa berikan. Menghela nafasnya dengan ucapan syukur keluat dari mulutnya. Dia bersyukur, masi ada orang yang mau manasihati dirinya. Nadira sampai lupa. Kapan terakhir kali ia menerima nasihat seperti yang di ucapkan Annisa maupun Ali.
Nadira mulai berjalan kembali. Meninggalkan tempat yang baru saja menjadi saksi perdebatannya. Saksi bahwa hatinya juga merasa hangat.
Sementara kedua pasang mata menatap Nadira dengan senyum lega. Ali melihat itu semua. Ia tahu bahwa Annisa sedari tadi melihat mereka berdebat. Dan ia juga tahu bahwa Annisa kembali ke mobil hanya untuk mengambil hijabnya. Mereka berdua memang sering meninggalkan beberapa pakaian di dalam mobil. Entah hijab, jaket maupun pakaian untuk shalat. Katanya hanya untuk jaga-jaga. Buktinya mereka memang sering kali membutuhkannya. Seperti kali ini.
"Kita langsung pulang aja ya bang. "
Ali mengangguk, ia menatap pergelangan tangannya yang menunjukan pukul 22.00. Artinya sudah hampir dua jam ia berdebat dengan Nadira. Bukannya ia ingin menghakimi Nadira. Tapi, rasa tidak rela menyelusup jiwanya. Rasa kecewa juga singgah dalam hatinya.
"Abang suka sama kak Dira?"
Ali terdiam, ia tidak bisa mengatakan iya ataupun mengatakan tidak. Karena yang ia tahu untuk kali ini ia hanya merasa kagum pada Nadira. Hanya itu, tidak lebih.
Annisa yang tak kunjung mendapat jawaban hanya tersenyum. "Kak Dira baik, tapi menurut aku dia gak sekuat itu. Banyak beban yang dia simpan sendiri. Tatapan matanya kosong, banyak rasa sedih yang ia timbun. "
"Kamu gak usah so tau. "
"Aku gak so tau ya, lagian aku kuliah jurusan psikologi. Sedikit-sedikit aku paham. Dari sorot mata kak Dira aja udah keliatan. "
Ali terdiam, jangankan Annisa. Ia sendiri yang tidak mengerti dalam bidang sikologi paham. Sorot mata dengan tatapan sayu yang menyimpan banyak beban.
Sorot mata dan juga pundak yang seakan butuh sandaran. Tapi, Nadira sekaan selalu menghalau itu semua. Dan rasa ingin melindungi hadir dalam benaknya.
Rasa yang selalu ingin melihat Nadira baik-baik saja.
***
Jangan lupa vote + coment ><
Tetep saling menasihati yaaa. Semua orang akan selalu butuh nasihat. Sedewasa apapun dan setegar apapun. Dan setiap orang harus selalu mendengarkan nasihat. Peluk jauhhh🙆
Alhamdulillah
Purwakarta, 14-maret-2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebening Cinta
RomanceRahasia masalalu yang akhirnya terungkap. Menyisahkan tanda tanya besar juga rasa sakit yang sulit di sembuhkan. Kedua orangtuanya berhasil menyembunyikan hal yang tidak sepatutnya di sembunyikan. Tapi, ketika ia terlau larut dalam masalah membuat d...