Ekstra Part I

212 20 2
                                    

Wajahnya tampak anggun dengan balutan dres berwarna biru laut. Tampak indah menyatu dengan tubuhnya. Senyum Nadira tidak bisa lepas. Meski kedua pipinya seakan terasa kaku. Ia, sama sekali tidak keberatan untuk terus melebarkan senyumnya.

Tidak berbeda dengan laki-laki di samping Nadira. Tuxedo dengan warna persis seperti dress Nadira. Bibirnya pun, tetap melebarkan senyum. Menyambut kedatangan para tamu yang kian mengucapkan kata selamat.

"Nadira, gue gak nyangka lo bakal nikah duluan. Ternyata ditinggal sahabat nikah itu, jauh bikin gue patah hati daripada ditinggal mantan nikah. Dira, gue pasti kangen lo." Dinda memeluk Nadira erat.

Sandra yang tak mau kalah, ikut bergantian memeluk Nadira. Ketiganya, menangis haru. Tangis bahagia yang bercampur dengan tangis kesedihan. Ditinggal sahabat menikah, memang patah hati paling hebat.

"Tetep luangin waktu buat kita ya, Dir." ujar Sandra.

Nadira mengangguk, dia menyeka sudut matanya. "Pasti."

"Pak Al, kalau Nadira kumpul sama kita, ijinin ya?" pinta Dinda.

Ali tampak memperlihatkan wajah berfikir. Cukup lama ketiga wanita itu menanti jawaban Ali. Namun senyum ketiganya, tampak kembali merekah. Ali mengangguk, iya berjanji tidak akan menghalangi Nadira untuk bertemu mereka berdua. Meski dengan berbagai syarat.

Sandra dan Dinda memeluk Nadira bersamaan. Nadira gadis baik, pantas untuk Nadira bersanding dengan Ali. Ali pemuda baik, Sandra dan Dinda percaya itu. Mereka percaya bahwa menitipkan Nadira pada Ali adalah pilihan yang tepat.

***

"Azka, sejak kapan Ali deket sama Nadira? Waktu SMA aja, gue jarang liat mereka ngobrol." tanyanya.

Azka mengangkat bahunya, dia orang terdekat saja tidak tau. Nadira dan Ali adalah orang terdekatnya sewaktu SMA. Nadira adalah sekretarisnya semasa ia SMA dan Ali adalah sahabatnya. Tapi ia tidak tau apa-apa.

Kesal? Jelas Azka merasakan itu. Tapi ia senang kedua orang yang ia kenal dengan baik menjalin hubungan yang halal.

"Do'a-in aja mereka, jodoh gak ada yang tau. Kan gak tau juga kalo ternyata lo yang jadi jodoh gue." Azka tertawa dengan ucapannya sendiri.

Perempuan di sampingnya mendelik, Azka memang buaya darat. Ia berjalan menjauhi Azka. Menutup kupingnya rapat-rapat dari rayuan Azka.

"Godain Tasya lagi?"

"Udah lama gak ganggu dia." Jawab Azka.

Ali mendengus, "Anak orang, baper tau rasa, Ka."

"Tinggal gue nikahin, gampang kan?"

Ali melotot dengan ucapan Azka. Menikah tidak segampang ucapan Azka. Bahkan, Ali sendiri cukup merasakan itu semua. Dari mulai menyiapkan acara hingga sedikit perbedaan pendapat dengan keluarga. Ali mencoba mengabaikan Azka. Matanya kini tertuju pada pintu masuk. Gerombolan orang yang sangat ia kenali tengah berjalan mendekat. Ali menghembuskan nafasnya pelan, ia menarik pinggang Nadira.

"Wardan dan Ilham, datang bareng anak-anak."

Nadira menatap objek yang sedang Ali tatap. Ali mengajaknya menghampiri mereka yang baru saja datang.

Pandangan mereka saling bertemu. Mencoba saling melempar senyum. Meski hati entah terasa bagaimana.

Langkah Nadira dan Ali terhenti, mereka berdua menerima pelukan dari anak-anak didiknya. Nadira terkekeh, tubuhnya hampir saja terhuyung. Mungkin, jika ia tidak memegang tangan Ali, ia akan terjatuh.

Sebening CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang