-42

120 17 0
                                    

Ia tersenyum lebar menatap tangannya yang menggenggam satu buah undangan. Perasaan senang benar-benar terasa, apalagi membayangkan namanya terpampang di sana. Undangan yang berwarna putih dengan hiasan sederhana. Tidak menyangka bahwa mereka akan bersatu. Ia akan segera menjadi seorang istri.

"Gimana, kamu suka motifnya kaya gini?"

Nadira mengangguk sembari tersenyum. "Tapi, boleh warna tulisannya di ubah?"

"Kamu mau warna apa?"

"Silver, boleh gak tan?"

Wanita paruh baya di sampingnya cemberut. Ia menatap Nadira tidak suka. Nadira yang melihat itu merasa sungkan. Ia segera berkata untuk tidak perlu mengubah warna tulisannya. Sampel undangan itu memang terlihat elegan, dengan di dominasi berwarna putih, tulisan dan hiasan berwarna emas. Memang terlihat cantik, tapi Nadira hanya ingin berbeda.

"Bukan gak boleh ganti warna, Ummi gak suka kamu masih panggil tante." ujar Aiza.

Nadira tersenyum mendengar penuturan Aiza. Ia mengangguk dan berjanji untuk tidak memanggilnya tante. Merasakan perhatian dari Aiza dan Reina membuatnya benar-benar terharu. Sudah lama ia tidak merasakan kasih sayang seorang ibu. Tapi sekarang, ia bisa langsung menerima kasih sayang seorang ibu dari dua orang yang selalu membuatnya terinspirasi.

Nadira dan Aiza menatap layar komputer. Mereka mengangguk dengan semangat serta senyum yang kian tidak hilang. Melihat desain undangannya membuat Nadira tersenyum haru. Tidak pernah berfikir ia akan menikah dengan laki-laki seperti Ali. Rasanya, ia harus benar-benar bersyukur kepada Allah.

"Ada yang kurang gak, bu?" tanya orang yang membuat desain undangan.

Aiza bertanya kepada Nadira, Nadira menatap kembali layar komputer. Melihat bagaimana desain undangan yang membuat dirinya tersenyum lebar. Nadira menggeleng, ia cukup puas dengan desain tersebut.

Setelah semuanya selesai, mereka berdua segera keluar dari percetakan undangan. Aiza terus menggenggam tangan Nadira. Ia bangga Nadira menjadi menantunya. Ali tidak salah pilih pendamping dan ia cukup puas dengan pilihan Ali. Nadira gadis baik, ia yakin Nadira akan bisa bersikap baik sebagai istri. Aiza juga berharap agar Ali tidak membuat Nadira kecewa. Satu yang amat Aiza harapkan, yaitu agar Ali tidak pernah berfikir untuk berpoligami. Bukan ia tidak ingin membantah tentang sunnah. Tapi, ia mengerti bagaimana baik dan buruknya tentang poligami.

"Ummi, kenapa?" tanya Nadira yang melihat Aiza diam melamun.

Aiza menggeleng, ia segera berjalan kembali dengan menggenggam tangan Nadira. Kisah masalalunya sudah berakhir dan Reyhan sudah berubah. Tidak seharusnya ia masih mengingat kisah kelam dirinya. Lagian, ia dan Reina sudah menjadi teman baik. Masalalu hanya akan menghambat mereka jika masih di ingat-ingat.

"Sekarang kita ketemu WO nya, ya . Mereka udah nunggu." ujar Aiza.

Nadira hanya bisa mengangguk ia mengikuti langkah Aiza. Hanya berjalan sedikit, mereka sudah sampai di tempat berjanjian.

Keduanya melangkah pada meja yang memperlihatkan dua orang wanita yang sedang tersenyum menatap kedatangan keduanya.

Mereka berdiskusi tentang pernikahan, dari mulai gaun, gedung hingga ketring. Nadira maupun Aiza mendenger penjelasan dari staff wedding organizer. Mereka menjelaskan secara detail kepada Aiza dan Nadira. Keduanya mengangguk mengerti tentang penjelasan staff wedding organizer.

Nadira menerima album foto yang berisi contoh gaun dan gedung. Ia menatap harga paket yang tersedia. Matanya melotot melihat harga yang tertera. Ia tersenyum canggung kepada Aiza. Nadira mencoba berbisik kepada Aiza.

"Ummi, ini kemahalan. Bukannya mau buat acara sederhana, ya?" bisik Nadira.

"Acaranya sederhan kok, ini gak kemahalan, kamu boleh pilih apa yang kamu suka." bisik Aiza kembali.

Nadira hanya mengangguk pasrah. Sebelumnya, mereka sudah sepakat untuk mengadakan resepsi yang sederhana. Ia pikir, dengan resepsi sederhana tidak akan mengeluarkan banyak biaya. Sederhana saja sudah membuat Nadira beristigfar dengan harganya, apalagi jika diadakan meriah. Mungkin, uang segitu tidak keberatan untuk keluarga Ali keluarkan. Mengingat Ali adalah anak pertama dan penerus perusahaan keluarganya. Tapi menurut Nadira, uang tersebut amat banyak. Bahkan, ia harus bisa menjual ribuan kue nya dahulu untuk mengeluarkan uang sebanyak ini.

Setelah melihat foto-foto tersebut, Nadira menutup albumnya. Ia tersenyum melihat Aiza yang memintanya penjelasan.

"Kita, diskusi dulu sama Al boleh Mi?"

Aiza mengangguk, segera ia meminta waktu kepada staff Wedding Organizer. Mereka pun mengangguk dan segera berlalu dari pandangan Aiza dan Nadira.

Setelah kedua staff Wedding Organizer berlalu, Nadira kembali melihat-lihat album yang sengaja mereka tinggalkan.

"Nadira, pilih yang kamu suka. Ummi yakin, kalau Ali akan setuju dengan pilihan kamu." ujar Aiza.

Aiza sedari awal memang menatap Nadira yang terus membolak-balik album. Ia menatap gambar satu dengan gambar yang lainnya. Aiza tau kalau Nadira pasti akan sulit memilih. Tapi sepertinya Nadira lebih khawatir dengan harga yang tertera. Beberapa kali Aiza katakan tidak apa-apa dengan harga tersebut. Tapi tetap saja Nadira tidak ingin.

"Kamu pikirkan baik-baik, ya. Ini, lihat gaunnya bagus, gak terlalu ramai hiasan. Gedungnya juga sederhana, kamu tinggal pilih mau indor apa outdor?"

Aiza menunjukan sebuah gambar gaun berwarna putih dengan renda-renda sebagai hiasan. Berbagai, pernak-pernik tertata rapih dan terlihat elegan. Apalagi dengan balutan hijab syar'i yang jelas akan membuat Nadira tampak cantik. Tangannya juga menunjuk pada gedung yang berada di indor maupun outdor dengan hiasan sederhana juga bernuasa putih.

"Ummi suka warna putih?" tanya Nadira.

Aiza terkekeh pelan, matanya terlihat indah bagai bulan sabit. Cadarnya tidak menghalangi kecantikan yang terpampang dalam mata Aiza. "Keliatan, ya?" ujarnya.

Nadira mengangguk, "Pilihan Ummi, semuanya bagus-bagus."

"Harus kamu yang pilih pokoknya. Kamu pilih indor atau outdor?"

Nadira berfikir sejenak, ia kembali melihat perbandingan dari resepsi di outdor maupun indor. Semuanya tampak terlihat mewah. Bahkan, bagi Nadira ia jatuh cinta dengan kedua desain tersebut. Hingga pilihannya jatuh pada resepsi outdor. Ia menunjukan gambar kepada Aiza. Gambar dengan resepsi outdor.

Memperlihatkan hiasan bunga dengan warna-warna nude serta daun-daun di sekeliling bunga tersebut. Semuanya bernuasa putih dengan hiasan bunga berada di tengah pelaminan, juga nama mempelai yang berada paling atas. Sofa pelaminan terlihat cantik di mata Nadira.

Tangannya pun tertuju pada gaun berwarna putih dengan hiasan renda-renda sederhana. Gaun dengan model yang tidak ketat, terlihat menjuntai sampai ujung kaki. Serta hijab yang menutup dada dan makeup yang tidak berlebihan. Begitupun dengan tuxedo untuk Ali. Terlihat senada dengan gaun yang ia pilihkan.

"Pilihan kamu, memang bagus, ummi juga suka!" ujar Aiza bersemangat.

Nadira tersenyum senang mendengar jawaban Aiza. "Tapi, harganya gak masalah Ummi?"

Dengan tegas, Aiza menggeleng kembali. Tidak bermaksud menghamburkan uang, tapi memang ia menginginkan yang terbaik untuk pernikahan anaknya. Ali harus bahagia pada saat pernikahannya. Lagian, Ali pun tidak akan keberatan. Meski diadakan sederhana, Aiza hanya berharap pernikahan mereka membuat keduanya terkesan.

Nadira tersenyum dengan pilihannya. Pilihannya adalah harga yang sedang. Tidak terlalu mahal ataupun terlalu murah. Tapi bagi Nadira, ini semua terlalu mahal. Mengingat ia tidak di perbolehkan menambah uang sepeserpun. Katanya, biar mereka yang mengurus semua. Tetap saja Nadira merasa tidak enak dengan kebaikan keluarga Ali.

Entah mimpi apa ia bisa berjodoh dengan Ali. Serta keluarga Ali yang menerimanya dengan kebahagiaan, bahkan Aiza dan Reina sudah menganggapnya seorang anak. Nadira benar-benar bersyukur dengan hal yang terjadi kepadanya.

****

Alhamdulillah
Purwakarta, 01-Desember-2021

Sebening CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang