-18

220 27 4
                                    

Nadira menatap tidak percaya pada dua gunukan tanah. Dia kehilangan dua orang yang ia sayang sekaligus. Kehilangan keduanya benar-benar membuat pertahanan Nadira runtuh. Mata yang sudah menangis sedari subuh tidak ia khawatirkan. Bahkan tubuhnya yang sama sekali belum terisi makanan tidak ia pedulikan.

Kabar duka ini benar-benar kabar paling duka yang pernah ia terima. Rasanya ia ingin menyerah.

"Dira, udah ya. Ayo pulang, kamu harus inget kalau masih ada Keyla. Aku dapet kabar kalau operasi Keyla berjalan dengan lancar. "

"Keyla baik-baik aja Rim? "

Rima mengangguk, meskipun ia tidak tahu keadaan Keyla yang sebenarnya. Yang ia tahu hanya operasi Keyla berjalan dengan lancar. Keluarga Ilham benar-benar menangani semua biaya rumah sakit.

"Permisi, apa disini ada anaknya bapak Anwar? "

"Kenapa pak? "

"Bisa bicara sebentar, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan terkait perusahaan bapak Anwar. "

Nadira mengangguk, ia segera mengikuti langkah kedua lelaki paruh baya di depannya. Mereka duduk di halaman depan milik Nadira. Rima pamit terlebih dahulu.

"Maaf bu sebelumnya, kami turut berduka cita." ujarnya yang di angguki Nadira. "Perkenalkan saya Ramdan dan ini rekan saya bapak Halim. "

Ramdan membuka tasnya. Ia mengambil sebuah map coklat. Ramdan membuka map yang dihiasi dengan angka angka. Nadira menerima selembaran yang di berikan Randan.

"Ini apa pak? "

"Itu, jumlah hutang milik bapak Anwar. Saya sekretarisnya bapak Anwar dan saya harus memberikan ini kepada ibu. Lima bulan yang lalu perusahaan orang tua ibu memang sedang tidak baik, akhirnya beliau mengajukan peminjaman modal pada pihak bank. Dimana jumlahnya tidak sedikit. Masalahnya bukan hanya hutang pada pihak bank. Perusahaan juga memiliki hutang terhadap perusahaan lain.  Dan sudah akan jatuh tempo seminggu lagi.  Sementara, keungan perusahaan sama sekali tidak memiliki dana sebesar itu. "

Nadira menghela nafas, mengapa ia baru tahu bahwa perusahaan ayahnya sedang anjlok bahkan hampir gulung tikar. Sekarang mungkin bukan hampir tapi pasti akan gulung tikar. Hutang yang ditinggalkan mampu membuat Nadira menghembuskan nafasnya. Menatap deretan angka yang tidak mungkin ia sanggup untuk membayar.

"Besok saya minta rapat dengan para atasan, sementara karyawan yang lain tolong diliburkan terlebih dahulu. "

Ramdan mengangguk, "Kalau gitu saya permisi bu, Assalamu'alaikum "

"Wa'alaikumussalam " nadira mengusao wajahnya gusar. Belum sembuh dukanya, sudah hadir duka baru. Dan mungkin duka-duka yang akan datang selanjutnya. Entah akan kuat, bertahan atau justru menyerah.

***

Nadira menatap pada rumahnya yang sudah lama ia dan keluarganya tempati. Rumahnya sudah terjual, rumah yang cukup berukuran besar. Dan mungkin akan sangat berlebihan jika hanya ia dan Keyla yang menempati. Perusahaan dan rumahnya sudah terjual. Semua hutang sudah terbayar. Setidaknya, Nadira bisa bernafas lega.

"Hutang sama tante kapan di bayar? "

"Emang ada ya tan? "

"Ada, bapak kamu tuh ngutang seratus lima puluh juta sama tante. Dia pinjem buat operasi Keyla sama buat berobat kanker dia. Tante gamau tau yah, itu juga harus di bayar. "

Sebening CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang