🌄 HAL. 05 || Derita Abadi

78 18 1
                                    

Selamat Membaca


*


*


*

Entah yang ke berapa kali dalam sebulan. Lagi-lagi, aku dihadapkan dengan keadaan yang membosankan. Ya, harus menunggu Kak Dhafin dihalte bus. Apakah dia tidak bisa menjadi seperti Quicksilver? Kak Dhafin lebih cocok jika disejajarkan denga siput. Aku lelah harus menunggu seperti ini secara terus-menerus. Seakan-akan aku tidak mempunyai kesibukan lain yang menunggu.


Sekolah sudah mulai sepi, hanya tinggal beberapa anak yang melakukan ekskul. Salah satunya adikku, Yuda. Katanya, dia ikut ekskul basket yang kebetulan Bima menjadi salah satu pengajar disana. Sekaligus wakil dari guru pjok yang mengajar. Ya seperti asisten dosen gitu.

Aku menghela nafas kasar dari mulut. Nanti sampai rumah aku berencana untuk meminta ayah membebaskan aku pergi maupun pulang sekolah dengan transportasi umum. Pokoknya aku mau itu.

Ciiittt

Aku melihat ke arah sumber suara, yang kebetulan tepat berada didepanku. Suara rem sepeda Saka.

"Hai, Ka." sapaku.

Saka duduk disebelah kiri setelah memarkirkan sepedanya. "Masih menunggu jemputan, lagi?" tanya-nya melalui voice text.

"Iya, nih."

"Mau aku temani sampai kakakmu datang?"

"Kamu gakpapa?"

"Aku tidak merasa keberatan."

"Boleh."

Ya, hanya menemani. Saka bahkan tidak menunjukkan gerak-gerik apapun sebagai isyarat ingin ngobrol denganku.

Aku ingin sekali melihat Saka bercerita, sama seperti kemarin di tepi sungai. Meskipun ceritanya terhalang bahasa isyarat, tapi ceritanya bisa membuatku tertawa lepas. Tangannya memperagakan setiap kata yang ingin ia katakan dengan begitu jelas, sehingga aku mengerti maksudnya. Sedikit.

Aku tersentak ringan, saat tiba-tiba telingaku tersumpal dengan earphone. Aku menoleh ke arah Saka. Ternyata dia yang memasangkannya.

Alunan lagu mulai terdengar. Musik pop era 2000-an yang masih enak didengar.

... I'll never ask for too much
Just all that you are
And everything that you do. ...

Aku tersenyum tipis, setelah mengetahui arti lagu ini. Lantas, aku menoleh ke Saka. Tubuhku sedikit membatu, memperhatikan cara Saka mendengarkan musik melalui earphone.


Kenapa dia tidak memasangkan ke telinganya? Tapi, dia terlihat sangat menikmatinya. Mata terpejam, membiarkan alunan musik itu menguasai dirinya.

Aku terus mengamatinya, hingga tak sadar lagu telah usai dan berganti ke lagu yang baru. Saka menoleh dan menatapku. Tatapannya begitu teduh, sehingga sangat sulit mengalihkan pandanganku.


"Musiknya, sudah selesai." tulisnya.

1. Hi & Bye Saka ✓Where stories live. Discover now