Chapter 8 - Bolos Bersama

84 9 31
                                    

"Untuk orang yang super duper disiplin sepertimu tidak langsung lari ke sekolah? Eh? Serius? Air di bak mandi kemarin terlalu panas kah?" Francis amat tercengang saat tahu jarum panjang jam sudah sejak lama melewati angka delapan.

Arthur masih betah memakai piyama Francis. Duduk bak tuan di kursi meja makan. Satu kakinya terangkat, diam bertumpu di paha satunya lagi. "Diam dan hidangkan saja sarapan." Sebelah matanya mengintip tuan rumah. "Jangan buat tamu menunggu."

"Sombongnya ...." Francis mengecilkan suara, menatap nyaris jijik. "Baiklah baiklah tamu spesial, teh dulu kan?" Namun ekspresinya tersebut segera berganti, menjadi sebagai mestinya lagi.

"Sedikit bicara, banyak bekerja." Menghadap depan dengan sama angkuhnya, Arthur tidak mau berbasa-basi.

"Oh laa, kau benar-benar memperbudakku ya." Francis mendengus geli, kedua bahu terangkat dengan gelengan kepala sebagai aksi tambahan. Dia pun berlalu pergi mendatangi dapur.

Arthur meleleh di tempat saat tak ada seorang pun yang melihat. "Ga-gawat terlambat." Ekor mata hijaunya melirik ngeri jam dinding. "Se-selagi aku bilang demam mungkin ta-tak akan ada yang curiga."

"Ah Arthur sembari menungguku memasak, mandilah-" Francis heran melihat cara duduk Arthur yang setengah badannya masuk ke bawah meja. "Ngapain kau?"

Arthur nyaris memekik, dia buru-buru berwajah angkuh, mendengus, sembari bangkit duduk dengan benar. "Kursimu licin, kursi kodok." Ia pun bangkit masuk kembali ke kamar tamu.

"Apa salahku dan apa salah kodok?! Mandi sana!"

"Tak usah memerintah, jenggot!"

"Aku sangat senang mendapatkan banyak panggilan sayang darimu~"

"ITU SEMUA HINAAN, BAKA!!"

°°°

Francis menghidangkan roti panggang dengan isian daging dan keju meleleh diatasnya, salad berhias mayonaise bertengger di samping menu utama. Arthur menarik-narik roti sampai kejunya melebar turun bak tali yang ditarik. Francis mengunyah pelan salad, menumpu dagu dengan telapak tangan, menikmati pemandangan indah di seberang meja.

"Aku bersyukur hidup sampai saat ini~"

Arthur salah tingkah juga takut melihat pancaran mata Francis. "DIAM DAN HABISKAN MAKANANMU!"

"Oi oi, satu-satunya yang teriak itu kau, tahu?" Francis menertawakan, khas sekali muka menyebalkannya.

Arthur hendak mengamuk lagi, tapi malah tersedak. Bersungut-sungutlah ia.

"Minum, minum~" Francis makin renyah menertawakan.

Sarapan kali ini, Francis mendapatkan tamu yang meramaikan suasana mejanya walau ditutup dengan aksi jambak menjambak.

"Sudah jam istirahat ya? Kita bisa ke sekolah sekarang." Francis menengok ke arah jam. Dirinya sudah ganteng nan rapi, siap untuk menggoda siswi-siswi tetangga atau barangkali Bu Guru molek.

"Aku sedang demam, aku tak akan kembali ke sekolah."

"Demam?" Alis pirang naik satu sisi. "Kau tampak bugar setelah tidur lebih dari jam biasanya ohohoho~"

"Diam, Frog, aku serius."

Francis malah memuntahkan tawa makin niat. Arthur menggeram kesal karenanya.

"Daripada diam begitu saja dengan embel-embel demam, sini."

"Apa? Kau mau apa-" Arthur memekik kaget saat cangkirnya jauh dari jemari, dan dirinya ditarik ke kamar. "HEEEEELP!"

°°°

Arthur belum pernah dibalut dalam sweater berbahan lembut seperti ini, ditambah rambutnya yang ditata ke belakang dengan agak acak-acakan menampilkan kening putih yang jarang sekali terekspos. Ah dan celana jins yang pas di pinggulnya.

"Ehh ternyata kamu suka didandani begini ya~"

Barulah Arthur tersadar saat suara menjengkelkan menerobos masuk dari belakang.

"He-hentikan ini. Ini pelecehan!" Arthur mengacak-ngacak rambut atasnya sampai rambut kembali turun sebagaimana semula.

"Mon dieu, Arthur, kita akan jalan-jalan. Dan oniisan tahu kau ingin menyamar maka oniisan dandani." Francis menjentikkan jari dengan kedipan khas menjelaskan niatannya.

"Ja-jalan jalan?" Untuk ukuran kehidupan Arthur yang serba dikekang jika sudah sampai rumah, hal ini begitu bermakna. Apalagi ketika gebetan yang ngajak. "Hentikan omong kosongmu, aku demam! Da-dan juga jika rambutnya begini, a-alisku terlihat!"

"Oh laa~ tenang saja, kita akan bermain jauh dari lingkungan sekolah, rumahku, dan rumahmu." Francis sibuk mengambil baju-baju lain.

Wajah Arthur sudah memerah saja seperti diajak kawin lari, ah itu berlebihan. Diajak kencan! "Ka-ka-kau kan miskin!"

"Kan pakai dompetmu~" Dengan seringai dan tangan lain memperlihatkan dompet tak asing di mata Arthur, Francis menjawab telak pertanyaan tersebut. "Kau pikir gratis apa numpang di rumah miskin?" Tambahnya dihiasi seringaian.

"FROOOOOG! BAKAAA!"

Walau pun terdapat aksi kekerasan dan pertengkaran lagi di dalam kamar, namun pada akhirnya mereka pergi juga.

Arthur dengan kaus panjang dan jaket tanpa lengan, sedangkan Francis mengenakan kaus panjang dengan corak merah muda yang mencolok.

...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

I Hate You! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang