10. Penyelamatan

21.9K 2.2K 19
                                    

"Papi hiks" ucap Xavier masih sesenggukan. Ya, orang yang masuk ke kamar itu adalah Vergio.

"Baby, jangan takut oke? Papi akan bawa baby pulang" ucap Vergio menenangkan.

Xavier menganggukkan kepalanya.

Vergio mendekat ke arah Xavier lalu mencoba melepas borgol di kaki Xavier dengan kunci yang ia ambil diam-diam dari Gero. Aldrick memang memberikan kunci cadangan untuk Gero jika terjadi sesuatu pada Xavier.

Berhasil! Borgol itu terbuka.

Dengan cepat Vergio menggendong Xavier ala koala. Mereka harus keluar dari sini secepatnya.

Xavier memeluk erat leher Vergio. Dia meletakkan kepalanya di pundak papinya. Dia lelah karena menangis.

Namun sepertinya Vergio terlambat. Aldrick datang dengan beberapa anggota Demon King.

"Akhirnya kau datang juga" ucap Aldrick tersenyum miring.

"Papi" lirih Xavier. Dia takut kembali dikurung.

"Shhh.. tidak apa-apa baby" bisik Vergio. Diam-diam dia menekan tombol di telinganya.

Tak lama kemudian, Damian datang dengan beberapa anggota Black Door. Vergio dan Damian sudah memikirkan hal ini. Aldrick tidak mudah untuk dikelabui.

"Wahh, kau juga datang rupanya" ucap Aldrick terdengar puas.

"Aku tidak tau kenapa kau menculik putraku Aldrick. Tapi kau harus tahu, alasan kebencian mu pada kami adalah sebuah kesalahpahaman" ucap Damian menjelaskan.

"Aku tidak butuh omong kosongmu. Tangkap mereka!" perintah Aldrick pada bawahannya.

Keributan langsung terjadi di kamar ini. Vergio yang menggendong Xavier berusaha mencari jalan untuk keluar dari sini sedangkan Damian berusaha menyerang anggota Demon King yang dipimpin oleh Aldrick bersama bawahannya. Mereka saling memukul satu sama lain. Tanpa senjata.

Vergio sudah hampir mencapai pintu keluar dari mansion ini, namun tiba-tiba Aldrick muncul di hadapannya.

Vergio menurunkan Xavier terlebih dahulu. Bisa bahaya jika Aldrick menyerangnya.

"Apa mau mu Aldrick?" tanya Vergio

"Nyawa harus dibalas dengan nyawa" ucap Aldrick kemudian menodongkan pistol kearah Vergio.

Tanpa mereka sadari, Xavier perlahan mendekati Aldrick. Ia langsung menggigit lengan Aldrick sekuat tenaga. Pistol yang dipegang Aldrick terlempar kearah Vergio.

"ARGHH! APA YANG KAU LAKUKAN ANAK NAKAL!" bentak Aldrick sembari mencengkram lengan Xavier kuat-kuat.

"HIKS LEPAS HIKS SAKIT" tangis Xavier kencang. Ini sakit sekali. Tangannya serasa mau patah.

"ALDRICK! LEPASKAN TANGANMU DARI PUTRAKU!" teriak Vergio marah. Dia tidak akan menodongkan pistol kearah Aldrick. Bagaimanapun Aldrick tetap sahabatnya dan Damian. Mereka hanya harus meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.

"DAD KAU MENYAKITINYA" teriak Tamara dengan panik.

Aldrick menoleh. Dia bisa melihat Tamara dan Erlos berlari mendekat kesini.

Tamara mengatur napasnya saat sudah dekat dengan daddynya. Ia melihat daddynya mencengkram tangan anak itu dari jauh. Setelah napasnya teratur, dia mendongakkan kepalanya.

DEG!

Tamara mematung melihat wajah Xavier. Dia ingin melihatnya lebih dekat. Namun, sekarang dia harus membuat daddynya melepaskan anak itu dulu. Anak itu kesakitan!

"Dad! Lepaskan dia!" ucap Tamara

"Tidak! Aku tidak akan melepaskan anak ini sebelum dendamku terbalaskan!" ucap Aldrick mengeratkan cengkramannya.

Xavier menangis dengan sangat keras. Tangannya sakit. Kepalanya mulai pusing.

Tamara dan Erlos saling menatap lalu menganggukan kepala mereka. Dengan cepat mereka menahan Aldrick dan melepaskan tangan Aldrick dari Xavier.

"Paman! Cepat pergi dari sini!" ucap Tamara pada Vergio. Dia dan Erlos bersusah payah menahan daddy mereka. Dia tidak akan kuat jika mereka tidak pergi sekarang.

Vergio dengan segera menggendong Xavier yang masih menangis kemudian berlari keluar dari kediaman Avilash. Tak lupa ia menekan tombol yang menghubungkannya dengan Damian untuk menyuruhnya segera keluar.

"Terimakasih nak" ucap Vergio saat melewati Tamara.

Setelah Damian dan Vergio pergi, Aldrick berhasil melepaskan diri dari kedua anaknya. Aldrick langsung mencengkram tangan kedua anaknya.

"ERLOS! TAMARA! APA KALIAN SADAR APA YANG SUDAH KALIAN LAKUKAN!" teriak Aldrick marah.

Erlos dan Tamara hanya bisa menundukkan kepala mereka. Daddy mereka memang menyeramkan saat marah. Mereka tidak bisa berkutik.

Dengan kasar, Aldrick menyeret keduanya kearah kamar bawah tanah yang ditempati Xavier sebelumnya. Aldrick mendorong mereka masuk kemudian mengunci pintu kamar itu. Tak lupa menempatkan dua anggota Demon King di luar kamar agar mereka tidak kabur.

"RENUNGKAN PERBUATAN KALIAN. JANGAN KELUAR SEBELUM DADDY MENGIZINKAN" teriak Aldrick kemudian pergi dari ruang bawah tanah.

Sedangkan di dalam kamar, mereka hanya bisa pasrah. Yasudahlah, mau bagaimana lagi. Aldrick memang keras kepala, tidak akan bisa dibujuk apalagi jika sedang dikuasai amarah.

"Huft, kalau tau begini aku tidak mau ikut-ikutan" ucap Erlos sambil menghela napas lelah. Dia mendudukkan dirinya di ranjang yang ada disana.

"Kakak jahat sekali! Kakak kan sudah merasakan cengkraman daddy! Sakit tahu! Memang kakak tega dengan anak itu?!" semprot Tamara penuh kekesalan.

Erlos merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Adiknya yang satu ini bawel sekali. Dia lelah habis menahan daddynya. Kekuatan daddynya benar-benar luar biasa. Ia ingin tidur saja. Daddy mereka pasti tidak akan mengeluarkan mereka dalam waktu dekat.

Tamara menghela napas melihat kakaknya berbaring dengan mata tertutup. Dia juga lelah.

Akhirnya Tamara mengelilingi kamar ini. Dia berhenti saat melihat beberapa helai rambut di bantal yang ada di kamar itu.

"Kak"

"Hm?"

"Aku jadi ingin memastikan sesuatu"

TBC

Xavier Rezvan Avilash (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang